Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengapresiasi program _co-firing_ PLN yang memanfaatkan hasil olahan sampah biomassa (pelet) menjadi bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Ropa di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tak hanya untuk pembangkit, pelet juga dimanfaatkan warga Ende sebagai bahan bakar memasak. Sandiaga berharap, program ini harus terus dilanjutkan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Ia mengajak setiap pihak mendorong kualitas dan keberlanjutan pariwisata di Ende. Ini mengingat di wilayah tersebut terdapat ratusan destinasi wisata, baik itu wisata alam dan budaya.
Baca Juga
“Ayo gerak bersama antara PLN, Pemerintah Kabupaten Ende, garap potensi pariwisata bersama. Pada intinya kami sangat _support,_ karena pariwisata yang berkualitas di era pandemi mengutamakan pariwisata yang bersih, ramah dan berkelanjutan,” ujarnya saat ‘Kickoff Continuous Run Cofiring’ di PLTU Ropa dan Wisata Energi Bersih di Kabupaten Ende, Jumat (25/6/2021).
Direktur Mega Proyek dan EBT PLN, Wiluyo Kusdwiharto menjelaskan, program _co-firing_ merupakan bagian dari transformasi PLN untuk mendukung program peningkatan bauran energi baru terbarukan 23 persen hingga 2025.
Tak hanya di Ende, program _co-firing_ juga dilakukan PLN di 54 lokasi PLTU di Indonesia hingga 2024. Wiluyo berharap program ini dapat menjadi solusi penanganan sampah sekaligus membangun ekonomi kerakyatan di daerah.
“PLN siap sinergi untuk menjalankan program ini,” tutur Wiluyo.
PLN memulai program _co-firing_ di Ende pada tahun lalu. Melalui program ini, PLN melatih warga setempat untuk mengolah sampah biomassa menjadi pelet dengan membangun tempat pengolahan sampah. Sampah yang dijadikan pelet ini berasal dari sampah sisa masakan, dedaunan, sampah rumput dan organik lainnya.
Awalnya pelet yang dihasilkan warga Ende hanya akan dimanfaatkan untuk program _co-firing_ di PLTU Ropa. Namun karena selama ini, warga Ende masih banyak menggunakan minyak tanah dan kayu bakar untuk memasak, PLN didukung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende mengajak warga menfaatkan pelet sebagai bahan bakar memasak.
Selain lebih ramah lingkungan, pemanfaat pelet bisa menekan biaya pembelian minyak tanah yang biasanya bisa mencapai Rp 200 ribu-Rp 700 ribu per bulan.
PLN mengalokasikan dana Rp 855,73 juta melalui PLN Peduli, yang melibatkan peran serta masyarakat untuk mendukung program _co- firing_ PLTU Ropa.
“Pelet yang digunakan sangat mempengaruhi perekonomian. Selain itu, pelet mengatasi permasalahan sampah, khususnya sampah organik, diberikan ruang untuk diolah dan hasilnya terbukti pelet sampah menjadi pengganti minyak tanah untuk memasak,” kata General Manager Unit Induk NTT Agustinus Djatmiko.
Tak berhenti di situ, kehadiran program ini juga telah mendorong berkembangnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) setempat yang bergerak di bidang pembuatan kompor pelet.
“UMKM ini bisa membuat kompor pelet yang murah dan diproduksi massal. Selain produksi UMKM, SMK Negeri 2 Ende membuat kopmpor pelet,” ujar Jatmiko.
PLN juga menyambut baik dukungan pemda dalam peningkatan kapasitas produksi pelet dengan menambah lokasi pengolahan sampah. Jatmiko memastikan PLN siap menjadi pembeli _(offtaker)_ produksi pelet yang dihasilkan warga.
“Bapak Bupati memiliki ide inovasi, bagaimana caranya PLTU Ropa bisa menggunakan bahan bakar biomassa bahkan sampai dengan 100% serta menggerakkan ekonomi rakyat. Dari sisi PLN, Kami siap menjadi _offtaker_ produksi pelet berapapun yang dihasilkan, ” ucap Jatmiko.
*Angkat Ekonomi Rakyat*
Bupati Ende Djafar Achmad mengatakan, program pemanfaatan sampah jadi pelet merupakan upaya terobosan pemda, PLN bersama dengan sejumlah pihak untuk mengatasi permasalahan sampah di Ende.
“Program ini sangat luar biasa karena bisa mengangkat ekonomi rakyat. Selain untuk _co-firing,_ pelet juga bisa untuk mengganti minyak tanah,” katanya.
Untuk itu, pihaknya siap mendorong pemanfaatan sampah untuk diolah menjadi pelet. Selain itu, pelet dari sampah juga dapat menunjang peningkatan pariwisata daerah.
“Program ini sangat membantu kami dalm mengatasi permasalahan sampah 110 ton setiap harinya,” kata dia.
Ke depan, Djafar berharap pemerintah dapat terus mendukung pengembangan program ini. “Mohon dukungan dari Kementerian LHK, Mendagri dan Menparekraf untuk dukungan perluasan implementasi pengolahan sampah menjadi energi kerakyatan,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan pemanfaatan pelet untuk co-firing PLTU Ropa merupakan bentuk inisiatif nyata Pemda Ende dan PLN dalam pengelolaan sampah yang lebih baik.
“Dengan inisiatif _co-firing,_ kita mengganti persepsi sampah kumpul angkut buang, sekarang kita pake sampah sebagai bahan yang punya nilai ekonomi,” tegasnya.
Rosa menambahkan, dalam pemanfaatan pelet dari sampah di Ende, pemerintah daerah patut bersyukur karena PLN menjadi pembeli. Sebab salah satu tantangan pengelolaan sampah menjadi pelet adalah adanya kepastian pembeli.
Pemanfaatan pelet untuk bahan bakar PLTU Ropa juga memberi pesan bahwa bahan baku biomassa untuk _co-firing_ pembangkit sangatlah fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan potensi biomassa setempat dengan tetap memperhatikan standar teknis dan kebutuhan pembangkit.