Oleh : Ahmad Sentiaji
Radikalisme masih menjadi momok yang patut diwaspadai. Masyarakat dan Pemerintah juga diminta konsisten dan tegas dalam menolak ideologi anti Pancasila tersebut karena mampu menciptakan disharmoni bangsa.
Radikalisme ini identik dengan tindakan garis keras, ekstrim, membabi buta. Yang biasanya memicu pelakunya menjadi terorisme. Keduanya seolah tak bisa dipisahkan layaknya memiliki keterkaitan satu sama lain. Bagi orang awam, hal semacam ini tidaklah begitu kentara. Mengingat, mereka beraktivitas seperti masyarakat pada umumnya.
Baca Juga
Berpenampilan biasa saja. Tak ada ciri khusus yang bisa mengindikasikan bahwa orang atau kelompok tertentu ke dalam golongan radikal. Meski demikian , sistem pergerakkan mereka dinilai cukup rapi. Secara halus melalui pendekatan-pendekatan mereka merekrut ratusan bahkan ribuan orang untuk masuk kedalam lingkaran hitam pengaruh radikalisme.
Korban dari bahaya radikalisme ini juga kian meluas. Tak pandang bulu, mau anak-anak, pelajar, masyarakat umum, mahasiswa, ormas, elit politik hingga aparat keamanan bisa terpapar. Padahal, aparat keamanan menjadi ujung tombak melawan paham dan tindak radikalisme.
Hal ini membuktikan bahwa tidak ada jaminan seseorang terhindar dari bahaya ini. Kecuali, seorang dengan pendirian tangguh berdasar 4 pilar kebangsaan.
Yaitu, Pancasila, UUD tahun 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal ika. Terlihat sepele memang, namun nyatanya ampuh untuk menangkal serangan radikalisme yang kian intens menyerang. Sehingga pemerintah tak henti-henti memgimbau seluruh warga masyarakat untuk terus membentengi diri dari radikalisme.
Menurut Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi, menyebut bahwa radikalisme tidak hanya ada di ajaran agama Islam. Radikalisme juga berpotensi ada di semua ajaran agama.
Dirinya menyatakan sesuai arahan Jokowi, bahwa radikalisme ini bisa berasal dari agama manapun, instansi apapun. Pihaknya menegaskan akan mewaspadai radikalisme di berbagai lini sektor. Bahkan, Presiden Jokowi juga turut memerintahkan semua kementerian untuk mencegah penyebaran paham radikalisme.
Selain itu, Fachrul ingin seluruh tokoh termasuk pemuka agama, bekerja sama. bergandengan tangan demi mewujudkan Indonesia lebih aman dan damai. Terlebih, perihal toleransi beragama yang seringkali jadi pemicunya. Sehingga peningkatan upaya toleransi ini harus dimaksimalkan.
Di lain hal, Fachrul Razi juga mengadakan rapat koordinasi dengan para jajaran Kementerian Agama di sejumlah daerah. Dirinya meminta jajarannya untuk menjalankan perintah Presiden Jokowi perihal radikalisme. Fachrul mengklaim dirinya memberikan pokok – pokok pemikiran yang kemudian akan dikembangkan bersama-sama.
Sejumlah rektor serta pimpinan lembaga ,seperti petinggi asrama haji dan juga diklat, juga hadir. Dirinya juga menyinggung beberapa mandat Jokowi dalam pertemuan tersebut. Salah satunya ialah fokus dalam mencapai sasaran, berkenaan dengan menumpas radikalisme. Proses deradikalisasi tak hanya akan dilaksanakan oleh pihak KemenAg saja, namun juga lembaga-lembaga lainnya.
Tindakan deradikalisasi ini mengacu pada tindakan preventif kontraterorisme ataupun semacam stratregi guna menetralisir paham-paham yang dianggap radikal serta mampu membahayakan dengan cara pendekatan tanpa dibarengi dengan tindak kekerasan.
Tujuan adalah untuk menetralkan kembali para aktor radikalisme kembali kejalan pemikiran yang lebih moderat dan normal. Tak dipungkiri bahwa radikalisme dan terorisme telah menjadi polemik yang cukup serius bagi dunia internasional. Sebab, sewaktu-waktu akan membahayakan stabilitas keamanan nasional.
Dengan kata lain, deradikalisasi ini adalah membujuk pelakunya untuk meninggalkan paham yang mereka anut.
Menurut Counter Terrorism Implementation Task Force (CTITF) yang merupakan sebuah kebijakan dengan pemberian paket-paket berupa bantuan sosial, politik, hukum, ekonomi dan juga pendidikan yang ditujukan khusus bagi para narapidana terorisme. Hal ini bisa disebut sebagai salah satu tindakan yang menggunakan soft power.
Melalui upaya ini diharap akan mampu membuat korban sadar bahwa paham yang mereka anut adalah salah. Pun dengan yang lainnya yang belum terpapar, harus bisa membentengi diri dengan kuat akan segala kemungkinan yang ada. Radikalisme ini dinilai mampu menghancurkan sistem tatanan suatu negara, serta merubahnya seperti yang diinginkna oleh para kelompok radikal.
Bahaya ini tak ubahnya virus dan siap menjangkiti siapapun yang bersinggungan dengnnya. Maka dari itu perkokoh iman diri sendiri serta aktif mengajak seluruh masyarakat untuk selalu waspada, sehingga penyebarannya akan bisa ditekan dan dimusnahkan.
Sebab, kita tak hanya mengandalkan orang lain untuk melindungi diri kita. Kuncinya ialah bersatu padu melawan, menolak dan memerangi radikalisme secara tegas! Agar tak ada celah bagi siapapun untuk menyusup dan memporak-porandakan keutuhan bangsa dan negara.
Penulis adalah pengamat sosial politik