Laporan: Aurelia Syafira Widya
Orang Tanpa Gejala atau yang biasa disingkat OTG adalah istilah yang digunakan kepada pasien-pasien yang terpapar virus corona, tetapi tidak menunjukkan gejala apapun. Kata ini mulai muncul dan populer karena pandemi COVID-19.
Istilah OTG disebarluaskan kepada khalayak guna mengingatkan bahwa ada situasi orang yang membawa virus, tetapi tampak sehat. Ada istilah baru yang sedang beredar luas yakni Happy Hypoxia, yang cukup mematikan karena tanpa gejala.
Baca Juga
Istilah ini muncul akibat unggahan dari seorang dokter yang bernama Disa Edralyn yang viral di Twitter. Ia menjelaskan kondisi pasiennya yang tak biasa akibat COVID-19, yaitu happy hypoxia.
Melansir dari IDN Times, Dokter Disa menjelaskan bahwa pasien tersebut sadar, tetapi kadar oksigen di dalam darahnya hanya 40 persen. Selain itu, jumlah tarikan napas sangat intens, yakni 50 tarikan per menit. Saat diberi oksigen murni pun, pasien hanya bisa mengambil hingga 70 persen, tidak 100 persen.
Baca juga: PENYEBAB NYERI HAID DAN CARA MENGATASINYA
Padahal, dalam keadaan normal kadar oksigen dalam darah semestinya berada di angka 95 persen atau lebih, sedangkan tarikan napas normal seharusnya di bawah 20 tarikan per menit. Hal ini tentu mengisyaratkan adanya ketidaknormalan pada pasien tersebut.
Dokter Disa cukup kaget dengan keadaan pasien. Ia mengatakan bahwa dengan kondisi seperti itu, pasien seharusnya sudah tak sadarkan diri. Sebab, kadar oksigen yang cuma 40 persen tidak akan cukup untuk disalurkan ke organ vital seperti otak.
Pasien yang mengalami happy hypoxia tampak baik-baik saja dan bisa beraktivitas normal. Namun, di balik itu, kadar oksigen di dalam darahnya begitu rendah hingga bisa menyebabkan pasien tidak sadarkan diri.
Sebenernya apa itu happy hypoxia? Berikut penjelasannya yang sudah tim redaksi kumpulkan dari berbagai sumber:
1. Mengenal Happy Hypoxia
Dokter Eric menyebutkan bahwa sebenarnya happy hypoxia ini merupakan terminologi medis yang tergolong baru, terutama untuk kasus COVID-19. Kondisi ini dapat diartikan sebagai kadar saturasi oksigen yang di bawah kadar normal.
Di mana orang normal ekspektasinya kadar oksigen lebih dari atau sama dengan 95, tentu tanpa adanya keluhan sesak napas dan lain-lain.
Pasien yang mengalami happy hypoxia, ketika kadar oksigen turun drastis, yang terjadi adalah otak tak akan mendapatkan oksigen yang cukup. Akibatnya, muncul gejala lain seperti sesak napas atau bahkan tak sadarkan diri.
Menariknya, gejala kesulitan bernapas tersebut tidak ditemukan, menjadikan hipoksia ini dinamai happy hypoxia karena membuat orang tetap bisa bahagia walau sebenarnya terkena.
2. Apakah Happy Hypoxia dengan Silent Hypoxia itu sama?
Banyak orang yang menganggap bahwa happy hypoxia ini sama dengan silent hypoxemia. Dokter yang sedang bersekolah di Inggris itu mengatakan bahwa keduanya adalah terminologi yang berbeda. walaupun kondisi yang disebabkan mirip. Terlebih keduanya juga bisa terjadi pada pasien COVID-19 secara bersamaan.
3. Happy Hypoxia baru muncul saat COVID
Seperti yang sudah dikatakan pada poin pertama, gangguan yang disebut dr. Chandra seharusnya menggunakan istilah happy hypoxemia atau silent hypoxemia ini akan punya gejala merasa sesak dan susah bernapas. Namun itu tidak berlaku di dalam kasus COVID-19.
“Fenomena happy hypoxemia ini belum pernah dijumpai sebelum penyakit COVID ini. Kadar oksigen darah pasien rendah, tapi masih bisa aktivitas seperti biasa dan tidak merasa apa-apa. Jadi, happy hypoxemia ini bagian dari COVID-nya,” ujar dr. Chandra menerangkan.
4. Diagnosis happy hypoxia hanya bisa dilakukan oleh dokter
Berhubung gangguan kesehatan ini tidak memiliki gejala, maka cara satu-satunya untuk mengetahui seseorang mendapatkan hipoksemia ini adalah dengan memeriksakan diri ke dokter. Nantinya sang pasien akan diperiksa dengan alat saturasi oksigen.
Namun karena happy hypoxia adalah gangguan kesehatan yang sangat erat kaitannya dengan COVID-19, maka ada baiknya yang memeriksa hanyalah mereka yang menderita atau telah sembuh dari COVID-19.
Perlu diingat bahwa fenomena ini terjadi pada pasien covid, jadi untuk pemeriksaannya tentu harus ada gejala COVID yang lain juga (demam/riwayat demam, batuk2, nyeri menelan, gangguan mencium bau). Kalau orang sehat normal tidak disarankan melakukan pengecekan saturasi.
Yang membuat happy hypoxia berbahaya dan harus diwaspadai adalah sifatnya yang terjadi secara diam-diam. Seseorang tidak akan sadar bahwa oksigen di tubuhnya rendah jika mereka tidak memeriksakan diri.
Jadi tetap jaga jarak dengan orang lain, tak perlu keluar rumah jika tidak ada keadaan yang mendesak, gunakan masker, dan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sesering mungkin. Dengan begitu, risiko penularan COVID-19 bisa diminimalkan.