Seminar Multikulturalisme dalam Sastra yang digelar di Baku, Azerbaijan, 12 September lalu membuahkan keputusan penting yakni terbentuknya ‘Kaukus Sastra Indonesia- Azerbaijan’ (KSIA).
Pembentukan KSIA ini didukung penuh oleh Dubes RI Azerbaijan, Prof. Dr. Husnan Bey Fananie dengan pertimbangan adanya kesamaan tradisi sastra yang kuat antara Indonesia dan Azerbaijan.
Baca juga: Diplomasi Budaya dan Kuliner Ala Husnan Bey Fananie di Baku Dapat Dukungan Fadli Zon dan DPR
Baca Juga
Bahkan, kata Husnan, sejumlah universitas di Azerbaijan membuka prodi Sastra dan Bahasa Indonesia yang diminati oleh para mahasiswa setempat seperti Azerbaijan University of Language.
Dubes Husnan yang memperoleh gelar profesor kehormatan di Azerbaijan selanjutnya mengatakan, Azerbaijan merupakan negara beragam suku dan kultur dimana rakyatnya hidup secara harmoni seperti juga negara Indonesia. Azerbaijan kaya akan produk seni seperti musik, tari, kuliner, arsitektur, cinematografi dan sebagainya. Sementara sastra merupakan genre seni lainnya yang merefleksikan budaya dan tradisi Azerbaijan.
”Azerbaijan banyak melahirkan para penulis terkemuka dalam banyak genre sastra fiksi, non-fiksi , puisi, esai, kritik sastra, dsb di antaranya Nizami Ganzavi, Huseyn Javid, Imadaddin Nasimi, Mirza Fatali Akhundov, Ahmad Javad, Sulayman Rustam. Karya-karya mereka sudah diakui dunia sejak dulu.,” ucap Husnan yang meraih S2 di Pakistan dan S3 di Leiden, Belanda ini.
Sementara Kritikus Sastra, Maman S. Mahayana yang tampil sebagai pemakalah pada Seminar Multikulturalisme bersama sastrawan Fakhrunnas,MA Jabbar (dosen Universitas Islam Riau- UIR) dan Mansur Efendy (IAIN Surakarta) menjelaskan KSIA merupakan wadah kerjasama kedua negara di bidang sastra yang baru terbentuk pertamakali.
Berbagai kegiatan dapat dilakukan melalui wadah ini antara lain penerbitan karya sastra bersama seperti antologi puisi dan cerpen tiga bahasa (Indonesia-Azerbaijan-Inggris), muhibah sastra dan penelitian bidang sastra budaya secara bersama.
Menurut Maman, beberapa peneliti Azerbaijan rupanya juga sudah mengenal khazanah sastra Indonesia dengan cukup baik, seperti karya-karya Pramoedya Ananta Toer, Eka Kurniawan, serta karya-karya sastra yang terbit tahun 1950-an.
“Sementara kita tak banyak tahu perkembangan sastra kontemporer Azerbaijan. Itulah sebabnya, penting artinya kita mengenal khazanah sastra Azerbaijan, mengingat reputasi mereka yang berada di tingkat Anugerah Nobel Sastra,” ujar Maman.
Sejumlah tokoh sastra dan budaya dan ilmuwan dari Azerbaijan yang ikut dalam KSIA di antaranya Prof. Habib Zabaliyev (Professor at Azerbaijan University of Language), Prof. Bedirkhan Ahmadov (Head of Asian Nations Department, Institute named after Nizami Ganjavi), Prof. Imamverdi Hamidov (Head of Ancient Azerbaijan Literature Department, National Academy of Science named after Nizami Ganjavi), Layla Ramazanli dan sejumlah penulis lainya.