Memanfaatkan Peluang Digitalisasi Dorong Keungan Inklusif dan Berkelanjutan

Presidensi G20 Indonesia mendorong pemanfaatan digitalisasi untuk berperan konkret bagi terwujudnya keuangan yang inklusif dan berkelanjutan bagi setiap negara.  Dorongan tersebut antara lain diwujudkan dalam penyusunan (1) Kerangka dan panduan pemanfaatan digitalisasi yang berfokus pada perempuan, pemuda dan UMKM, (2) Database sebagai referensi inovasi produk dan layanan keuangan digital dari seluruh dunia, (3) Perangkat kebijakan guna mendukung akses UMKM kepada layanan keuangan digital berdasarkan praktek terbaik di berbagai negara. Untuk memperkuat implementasinya, regulator berperan dalam memastikan ekosistem digital tersedia secara aman dan sehat guna dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Lebih lanjut, Presidensi Indonesia memandang penting pengembangan data granular, khususnya pengembangan data kredit berdasarkan gender. Hal tersebut mengemuka dalam Simposium Tingkat Tinggi “Harnessing Digitalization to Increase Productivity, Sustainable and Inclusive Economy of Women, Youth, and MSMEs“, sebagai side event G20 Tim Kerja Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI), terselenggara secara hibrid di Yogyakarta (4/10).

Dalam perhelatan tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa tersedianya infrastruktur pembayaran di seluruh lapisan masyarakat, dorongan pemanfaatan instrumen pembayaran digital, peningkatan literasi keuangan, serta penguatan perlindungan konsumen menjadi dorongan utama bagi inklusi keuangan.

Baca Juga

Oleh karena itu, Presidensi G20 melalui GPFI memformulasikan kerangka inklusi keuangan untuk meningkatkan digitalisasi guna meningkatkan produktivitas bagi seluruh masyarakat dengan fokus pada perempuan, pemuda, dan UMKM.

Sejalan dengan itu, BI telah mencetak 3 capaian yang mempermudah layanan keuangan di sektor pembayaran bagi seluruh lapisan masyarakat dan mendorong pencapaian target inklusi keuangan, yaitu QRIS yang mendorong pembayaran digital antar platform dan telah mengakomodasi 20,5 juta UMKM, BI-FAST yang memfasilitasi pembayaran digital secara cepat, aman, efisien dan tersedia setiap waktu, serta Standar Nasional Open API yang mendukung integrasi dan interoperabilitas layanan perbankan dan fintech.

Pada kesempatan yang sama, Ratu Maxima dari Kerajaan Belanda sekaligus United Nations Secretary-General’s Special Advocate for Inclusive Finance for Development (UNSGSA) dan G20 GPFI Honorary Patron, menyampaikan apresiasi kepada Presidensi Indonesia dan GPFI atas deliverables penting yang telah dihasilkan dalam upaya mendorong inklusi keuangan.

“Memperbaharui komitmen bersama untuk mendukung perempuan, pemuda, dan UMKM adalah hal yang esensial bagi pertumbuhan yang inklusif, merata, dan berkelanjutan. Kita dapat membantu pertumbuhan UMKM dengan memanfaatkan penyerapan digital, berinvestasi dalam keterampilan, dan mengembangkan ekosistem keuangan,” pungkas Ratu Maxima.

Senada dengan hal tersebut, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, digitalisasi menjadi komponen kunci bagi ekonomi yang inklusif, terutama pada daerah remote untuk melakukan transaksi ekonomi dengan lebih efisien.

Terdapat setidaknya enam aspek dalam ekosistem UMKM dimana digitalisasi dapat mengoptimalkannya, yaitu  kebijakan, pembiayaan, SDM, modal, dukungan dan kultur.

Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah telah mengimplementasikan berbagai inovasi digital untuk mendorong UMKM termasuk pada aspek keuangan terkait pembayaran, pembukuan, dan pemasaran, serta upaya onboarding UMKM ke ekosistem digital.

Diskusi turut menghadirkan para pakar dan praktisi nasional dan internasional yang berkaitan dengan inklusi keuangan antara lain Deputi Gubernur Bank Sentral Brazil, Mauricio Costa De Moura, Director General People’s Bank of China, Dr. Wenjian Yu, Global Director World Bank, Jean Pesme, CEO SME Finance Forum, Matthew Gamser, Direktur Policy Programs & Implementation, Alliance for Financial Inclusion, Eliki Boletawa. Hadir pula Chief International Finance Corporation, Hans Koning, akademisi Cornell University, Prof. Iwan Jaya Aziz, akademisi Cambridge University, Nicholas Drury, serta Founder Amartha, Andi Taufan.

Related Posts

Add New Playlist