Oleh A. Fuadi (Alumni Gontor, Penulis Negeri 5 Menara, IG@afuadi)
Pengasuh kami. Patah tumbuh hilang berganti. Ujian dan tantangan besar bagi puluhan ribu pesantren di Indonesia adalah regenerasi pemimpin. Apalagi, originnya pesantren memang bermula dari magnet seorang alim lautan ilmu. Sosok pandita ini lambat laun didatangi oleh orang-orang yang ingin belajar, semakin hari semakin ramai, lama kelamaan mereka tinggal di sekitar rumah orang alim itu supaya leluasa belajar. Orang alim ini ikhlas mengajar dan pendatang ini ikhlas diajar. Orang alim ini lalu dipanggil kiai, para penuntut ilmu inilah santri dan komunitas baru ini disebut pesantren. Koneksi mereka adalah sambungan energi ikhlas antara guru dan murid, bahkan sudah bagai orang tua yang mengasuh anak kandung sendiri. Lalu, bagaimana kalau orang alim ini wafat? Kepada siapa lagi para santri ini mengadu, bertanya dan belajar? Mereka bagai anak yatim. Apakah dengan wafatnya kiai, maka bubar pula sebuah pesantren?
Tiga orang founding fathers Gontor mencoba menghindari macetnya pesantren kalau kiai wafat. Tiga bersaudara yang kerap dipanggil Trimurti (KH Ahmad Sahal, KH Imam Zarkasyi, KH Zainuddin Fanani) sepakat mewakafkan pesantren milik mereka kepada umat Islam.
Baca Juga
Umat Islam ini diwakili oleh Badan Wakaf. Karena itu, keputusan tertinggi di Gontor ada pada anggota Badan Wakaf, kira-kira seperti fungsi MPR di era sebelum pilpres langsung. Ketika mereka satu persatu wafat, Badan inilah yang segera bersidang jika salah satu dari 3 kiai berkurang (Gontor selalu punya 3 kiai/pimpinan secara bersamaan). Badan ini segera memilih kiai baru, untuk memastikan pondok tetap berjalan dan santri terus punya pengasuh.
Baca juga: BONEK (BONDO NEKAT) ANAK GONTOR KOLABORASI BUKA BISNIS KULINER DI SAAT PANDEMI
Saat melepas jenazah Kiai Syukri, Kiai Hasan terisak sambil menyeka air mata dengan punggung tangannya. Kurang lebih beliau mengungkapkan perasaan seperti berikut: “Beliau orang yang paling tahu saya, dan saya paling tahu beliau. Kini, saya ditinggal sendiri..” Tentu yang terbayang oleh Kiai Hasan adalah beban berat mengasuh 33 ribu santri di belasan pondok cabang Gontor, dan mengelola amanah 1000 hektar lebih tanah wakaf dengan segala aset lainnnya.
Kini Kiai Hasan sudah punya dua kawan seiring untuk mengasuh Gontor. Badan Wakaf sudah memilih 3 pimpinan baru. KH Hasan Abdullah Sahal, KH Akrim Mariyat, dan KH Amal Fathullah Zarkasyi. Ketiga kiai yang pernah mengajar di kelas saya dulu, adalah orang-orang terpilih dan amanah. Mereka bertiga adalah kombinasi yang kuat dan saling melengkapi secara ilmu dan persona. Pak Hasan tamatan Madinah University, Pak Amal dari Darul Ulum University, Mesir dan Pak Akrim dari Manchester University. Kesamaan para kiai ini, mereka semua lahir dan tumbuh dari tanah dan air Gontor. Rahim Daarussalam.
Kalau United Trinity mengharumkan kesebelasannya menjuarai Liga Champion tahun 1968, semoga “United Trimurti” ini membawa Gontor terus melaju jaya menuju usia satu abad. Aamin.
#gontor #leadership #pesantren #kiai