Oleh: Hafyz Marshal, Pimpinan Redaksi KataIndonesia.com
Sebentar lagi, Indonesia akan menyambut pergantian tahun. Namun, momen ini tidak serta merta menjanjikan peningkatan taraf ekonomi maupun kesejahteraan masyarakat. Meskipun perubahan pasti terjadi, kenyataannya yang lebih terasa justru adalah penurunan kualitas hidup rakyat. Setelah melewati tahun pemilu yang sarat kontroversi, Indonesia kini dipimpin oleh duet Prabowo-Gibran, yang resmi dilantik pada Oktober lalu. Sayangnya, hampir tiga bulan setelah dilantik, kepemimpinan baru ini belum memberikan dampak positif yang signifikan. Beberapa kebijakan bahkan dinilai memberatkan masyarakat. Padahal, rakyat berharap kehadiran pemimpin baru akan membawa perubahan berarti bagi kesejahteraan mereka.
Sejauh ini, kebijakan dan program kerja yang ditawarkan oleh Prabowo-Gibran cenderung merupakan kelanjutan dari program-program era Presiden Jokowi. Di tengah dinamika ekonomi global yang sangat cepat, program-program lama tersebut seharusnya dikaji ulang dan disesuaikan dengan kebutuhan serta tantangan zaman, bukan sekadar dilanjutkan begitu saja. Menurut sejumlah pakar politik, pengaruh Jokowi dalam pemerintahan saat ini masih sangat kuat. Ambisi Jokowi untuk mewujudkan program-program yang belum tuntas di masa pemerintahannya diduga menjadi alasan utama mengapa kebijakan-kebijakan tersebut tetap dipertahankan.
Baca Juga
Salah satu contoh kebijakan kontroversial adalah rencana kenaikan tarif pajak penghasilan negara dari 11% menjadi 12%. Mayoritas masyarakat menolak keras kebijakan ini karena kondisi ekonomi Indonesia saat ini belum memungkinkan untuk beban pajak yang lebih besar. Pemerintah, di sisi lain, bersikukuh bahwa kebijakan ini harus segera diterapkan. Perubahan ini diketahui merupakan bagian dari program Jokowi yang belum terealisasi. Banyak pihak percaya bahwa Prabowo sebenarnya tidak sepenuhnya setuju dengan kebijakan tersebut karena dinilai tidak relevan dengan situasi saat ini. Namun, tekanan dari bayang-bayang Jokowi membuat Prabowo tak punya pilihan selain melanjutkannya.
Menurut laporan CNN Indonesia mengutip data dari OCCRP, Jokowi bahkan masuk ke dalam daftar tokoh dunia paling korup tahun 2024. Nominasi tersebut mencakup sejumlah indikator, seperti pelanggaran hak asasi manusia, manipulasi proses pemilu, hingga eksploitasi sumber daya alam yang memicu konflik. Fakta ini semakin memperkuat anggapan buruk terhadap warisan kebijakan Jokowi. Dalam konteks kenegarawanan, seharusnya seorang mantan presiden tidak lagi mencampuri urusan pemerintahan. Namun, Jokowi tampaknya menjadi pengecualian, terus memengaruhi arah kebijakan negara meski sudah tidak menjabat. Sikap ini sangat jauh dari sosok negarawan yang seharusnya.
Pada momen pergantian tahun ini, rakyat Indonesia hanya memiliki satu harapan utama: agar Prabowo mampu keluar dari bayang-bayang Jokowi dan fokus menciptakan terobosan-terobosan baru. Terobosan yang tidak hanya relevan dengan kondisi saat ini, tetapi juga benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Indonesia.