Reuni 411 Tidak Relevan dan Ganggu Aktivitas Masyarakat
Oleh : Alif Fikri
Adanya rencana Reuni 411 yang digagas oleh Persaudaraan Alumni (PA) 212 patut untuk ditolak dengan keras karena isu-isu yang dihadirkan sejatinya sudah sama sekali tidak relevan lagi. Aksi PA 212 perlu ditolak karena hanya akan menggangu aktivitas masyarakat.
Baca Juga
PA 212 dan kelompok Islam lainnya yang tergabung dalam elemen Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) berencana menggelar reuni Aksi 411 di depan Istana Negara, pada Jumat, 4 November 2022 mendatang.
Sebagai informasi, aksi demonstrasi bertajuk Aksi 411 sendiri awalnya digelar pada 4 November 2016 silam. Demo tersebut buntut aksi penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat dirinya menyampaikan sebuah pernyataan mengenai Surat Al-Maidah.
Aksi 411 dimotori oleh GNPF MUI bersama FPI dan ormas Islam lainnya. Setelah itu, lahirlah aksi susulan Aksi 2 Desember 2016 dan Aksi 21 Februari 2017 atau yang lebih dikenal sebagai Aksi 212. Setiap aksi yang digelar rata-rata diikuti ratusan ribu umat Islam di kawasan Monumen Nasional (Monas) atau Patung Kuda, Jakarta.
Bisa dikatakan bahwa reuni-reuni yang dilakukan tersebut sama sekali sudah tidak relevan lagi untuk terus dilaksanakan. Pasalnya memang awal mula kemunculan perkumpulan aksi itu sendiri saja dikarenakan isu penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok pada tahun 2016 silam.
Sementara saat ini sudah berada di tahun 2022, yang mana hal itu sudah sangat lama terlewati. Belum lagi Ahok sendiri secara pribadi juga sudah menjalani proses hukum sebagai akibat dari perbuatannya mengemukakan pernyataan terkait Surat Al-Maidah yang kemudian dianggap sebagai penistaan agama tersebut.
Sehingga seharusnya sudah tidak ada urgensi lagi dari terus melakukan reuni yang diinisiasi oleh PA 212 tersebut pada Aksi 411, karena tuntutan awal mereka untuk bisa memproses Basuki Tjahaja Purnama sudah terlaksana dengan ditahannya Ahok kala itu.
Ahok sendiri telah selesai menjalani seluruh masa tahanannya karena kasus penistaan agama. Sehingga relevansi dari terus mengadakan aksi semacam itu makin tidak ada kaitannya jika ditarik kepada konteks kekinian. Lebih baik masyarakat bisa mengganti fokus mereka untuk persiapan melawan berbagai macam prediksi akan terjadi krisis multidimensional dunia, khususnya pada tahun 2023 mendatang.
Konteks kedua mengenai tidak relevannya aksi 411 tersebut adalah sebagaimana menurut Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia, Wiranto, bahwa terjadinya aksi itu sebenarnya bukan hanya sebagai langkah untuk menuntut adanya tindakan hukum kepada pelaku penista agama saja, melainkan masih sangat erat hubungannya dengan kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 silam.
Dalam kontestasi tersebut, akhirnya pasangan Ahok kalah dengan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Berkaca dari sana saja, sebenarnya kontestasi Pilgub DKI Jakarta tersebut jika ditarik dengan konteks tahun sekarang pun juga sangatlah basi karena kontestasi sudah terlewati bahkan beberapa tahun silam.
Maka dari itu Wiranto terus mempertanyakan kira-kira apa tujuan dari digelarnya reuni-reuni demikian. Baginya, ketika kontestasi Pilgub DKI Jakarta sudah selesai dilakukan dan memang sudah menghasilkan keputusan berupa pelantikan secara resmi Gubernur dan Wakilnya, maka hal-hal yang sifatnya hanyalah temporer tersebut seharusnya sudah selesai seluruhnya.
Secara tegas, Wiranto juga menjelaskan bahwa reuni yang digelar oleh PA 212 ini sama sekali berbeda sifatnya dengan reuni-reuni seperti reuni sekolah, reuni universitas atau paguyuban-paguyuban lainnya yang memang sifatnya lebih permanen. Pasalnya dasar dari gerakan 212 sendiri adalah berasal dari hal yang bersifat temporer situasional, maka sungguh tidak wajar apabila ternyata reuninya harus diperingati setiap tahun.
Wiranto juga menilai bahwa aksi kelompok PA 212 bisa mengganggu aktivitas masyarakat. Terlebih acara tersebut mengerahkan massa dalam jumlah yang banyak. Bagaimana tidak, karena jika terjadi pengerahan massa dalam jumlah banyak di area publik, maka secara otomatis pasti juga akan mengganggu aktivitas masyarakat lainnya.
Masyarakat yang sebenarnya sama sekali tidak ada kaitannya dengan gerakan tersebut bisa saja akan dirugikan, karena akses jalanan menjadi macet dan macet, belum lagi mereka yang harus berangkat bekerja dan sebagainya sangat berpotensi terjebak sehingga akan mempengaruhi penghasilan mereka pula.
Selain itu juga akan menuntut pihak keamanan untuk berjibaku mengamankan massa yang banyak tersebut dan bagaimana caranya mencarikan jalur alternatif dengan mengalihkan jalan, yang tentunya akan memakan banyak waktu, tenaga bahkan mungkin memakan biaya.
Untuk itu, rencana reuni 411 patut ditolak dengan tegas karena memang jika dilihat dari aspek manapun, sama sekali sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan isu kekinian. Pasalnya seluruh penyebab awal tercetusnya gerakan ini sudah benar-benar berakhir. Bukan hanya itu, reuni-reuni tersebut sangat berpotensi untuk mengganggu kelancaran aktivitas masyarakat luas.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute