Oleh : Ismail
Bendera ISIS kembali berkibar saat pemakaman teroris di Poso, Sulawesi Tengah pada Jumat, (17/4). Berkibarnya simbol terlarang tersebut menjadi bukti bahwa radikalisme masih menjadi ancaman bersama yang patut untuk terus diwaspadai.
Beberapa hari yang lalu, pada proses pemakaman 2 DPO (Daftar Pencarian Orang) di poso Sulawesi Tengah.
Baca Juga
Dua orang ini termasuk anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dengan nama Ali alias Darwin Gobel dan Muis Fahron alias Abdullah, keduanya dimakamkan di Pekuburan Baru, Kayamanya, Poso pada Jum’at lalu pukul 11.30 WITA. Pada video-video yang banyak beredar di Twitter, terekam dengan jelas bahwa banyak warga yang antusias untuk ikut mengantar jenazahnya ke pemakaman yang diberangkatkan dari RS Bayangkara Palu.
Salah seorang kerabat dekat dari dua almarhum, Farid Tinombo mengatakan bahwa sejak tiba pada jam 10 pagi, jenazah dijemput di RS Bayangkara Palu. Kedatangan mereka membawa dua jenazah yang ditembak polisi hingga tewas disambut baik oleh warga Poso.
Baca juga: Mewaspadai Pola Penyebaran Radikalisme Masa Kini
Ini adalah bukti cintanya warga Poso kepada kedua jenazah yang mana warga Poso sendiri tahu bahwa mereka bukan teroris, tetapi pejuang. Kecenderungan ini mengindikasikan bahwa radikalisme telah lama mengakar di masyarakat.
Kedua jenazah itu memang telah menjadi buronan aparat keamanan terkait terorisme di Kabupaten Poso. Polisi yang menjadi sasaran penembakan mereka telah direncanakan. Beruntungnya polisi di halaman bank Mandiri Syariah itu selamat dan masih dirawat di RS Bayangkara Palu. Selepas baku tembak polisi dan sipil yang bersenjata itu, situasi Kabupaten Poso tetap kondusif.
Sebagaimana dilansir dari detik.com, warga tertangkap kamera menyambut jenazah para teroris dan mengibarkan bendera ISIS yang telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang. Warga juga menyemut dan memenuhi masjid saat teroris tersebut di sholatkan. Fenomena ini menjadi indikasi bahwa virus radikalisme dan terorisme itu nyata adanya dan tidak kalah dengan pendemi corona.
Memberantas ideologi yang telah mendarah daging memang bukan hal yang mudah. Terlebih, sikap dari pihak tersebut yang sama sekali tidak memiliki kesadaran untuk sembuh dari paham radikalisme yang dianutnya. Semua tampak jelas dengan dianggapnya pahlawan dua jenazah pelaku teroris tersebut.
Di tengah pandemi covid-19 ini mereka seolah tidak mau kalah dengan virus-virus radikalisme yang mereka bawa. Kabupaten Poso memang bagian dari salah satu daerah yang menjadi sarang teroris. Telah banyak kasus yang terjadi di kabupaten ini terkait aksi-aksi terorisme.
Beberapa waktu lalu pada masa pemilihan presiden warga Poso menurunkan bendera merah putih dan kemudian menggantinya dengan bendera tauhid yang mereka banggakan. Ini nyata terorisme. Ini harus diberantas.
Jika pada protokol pencegahan penyebaran virus covid-19 adalah dengan menjaga kebersihan, social distancing, tidak keluar rumah, dll. Maka dalam mencegah penyebaran virus-virus radikalisme yang tak kalah berbahaya ini dengan memantapkan keyakinan dan menumbuhkan rasa cinta yang mendalam terhadap tanah air.
Penyebaran virus radikalisme ini sangat halus, tanpa sadar ia menggorogoti iman. Kita perlu jeli dengan dakwah-dakwah yang mereka sebarkan.. Salah-salah jika tidak benar-benar teliti, kita bisa juga terjerumus.
Pemberantasan pelaku teroris memang tugas aparat keamanan. Namun, kita juga dapat ikut andil dengan upaya menghentikan penyebaran virus-virus radikalisme tersebut. Semua dimulai dari diri sendiri.
Mari perkokoh tameng dengan memperkuat dasar akidah yang benar, termasuk memupuk rasa nasionalisme. Dengan adanya keseimbangan antara nasionalisme dan spiritualisme, maka virus radikalisme diharapkan dapat tertangkal.
Penulis adalah warganet, tinggal di Bekasi