Oleh : Alfisyah Kumalasari
Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf terus berkomitmen mewujudkan penyederhanaan birokrasi. Selain bertujuan mempercepat pengambilan keputusan dan menghemat anggaran, penyederhanaan birokrasi juga mampu mewujudkan pola Pemerintahan berkelas dunia.
Pada masa sebelum reformasi dilakukan, aparatur atau SDM birokrasi banyak yang tidak berkompeten di bidang pekerjaan dan tidak profesional karena praktik-praktik nepotisme.Birokrasi menjadi gemuk karena harus menampung sanak saudara dan keluarga para pejabat atau penguasa dalam birokrasi.
Baca Juga
Rendahnya mutu aparatur atau SDM birokrasi kala itu bisa dilihat dari beberapa indikator seperti kemampuan pelayanan yang tidak optimal, dimana sebagian besar waktu tidak digunakan secara produktif, dan belum optimalnya peran-peran dalam menemukan terrobosan dalam menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan.
Pada periode keduanya, Jokowi menginginkan adanya perampingan birokrasi atau dengan istilah reformasi birokrasi. Hal ini bertujuan agar birokrasi di Indonesia menjadi lebih efisien, rasional cepat dan tepat.
Pengamat kebijakan publik dari Banera Institute, Ferdy Hasiman menyambut baik rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memangkas birokrasi sebagai wujud reformasi birokrasi pasca reformasi 1998.
Menurut Ferdy, bukan hanya perkembangan dunia digital yang cepat, tetapi pelaku usaha juga ingin bergerak cepat agar bisa merespons pasar yang begitu cepat. Kecepatan itu tidak dibarengi dengan kecepatan perizinan di pemerintahan yang berjalan begitu lamban karena harus melewati rantai birokrasi yang berbelit atau begitu panjang.
Dalam penelitiannya, ia kerap menemui kasus korupsi yang melibatkan sektor swasta dan pemerintah. Contoh kasusnya kasus suap terjadi karena para manajer dan pimpinan perusahaan ingin bekerja cepat mengejar pasar. Tetapi target mereka terkendala oleh rantai birokrasi yang begitu panjang. Untuk menyelesaikan satu perizinan saja butuh waktu yang begitu panjang dan bisa sampai bertahun-tahun.
Akibatnya, banyak sekali manajer dan pemimpin perusahaan menempuh jalur cepat dengan cara menyogok birokrat agar mempercepat izin. Sudah banyak bukti kasus korupsi akibat kondisi tersebut.
Oleh karena itulah, ia mendukung ide Presiden Jokowi dalam upaya memangkas beberapa jenjang eselen bahkan eselon hingga menjadi 2 eselon saja. Alasannya, jumlah PNS dan birokrat sangat besar, sementara kerja para anggota PNS banyak yang tidak efektif.
Ia juga mengamati, selama ini banyak sekali eselon dalam birokrasi yang mengidap penyakit parkinson alias manusia selalu punya kebutuhan untuk dianggap penting dan terhormat oleh orang-orang sekelilingnya.
Artinya, dengan munculnya banyak eselon tentu tidak lepas dari permintaan psikologi ingin jadi atasan dan bos. Eselon-eselon ini tanpa sadar terus-menerus mengangkat bawahannya, karena semakin banyak bawahan semakin penting.
Padahal kerjanya menjadi bertele-tele dan tidak efektif. Resikonya, birokrasi menjadi gemuk alias membengkak dan tidak ada gunanya.
Contohnya ada di NTT, dimana ada satu Kabupaten yang mempekerjakan 50 PNS untuk menjaga perpustakaan daerah saja, padahal kapasitas perpustakaannya sangat tidak memadai dan buku-bukunya tidak begitu banyak.
Ketika ditanya apa yang dilakukannya, mereka menjawab ‘datang pagi abses dan setelah itu bermain catur.’ Tentu saja ini menunjukkan bahwa permintaan rekrutmen PNS di birokrasi seringkali tidak sesuai dengan permintaan beban kerja.
Dirinya meyakini, bahwa dengan adanya penyederhanaan birokrasi justru dapat menghemat anggaran negara. Jika birokrasi disusu sesuai kebutuhan untuk mencapai tujuan optimal, jumlah eselon bisa diperkecil dan efeknya jumlah PNS bisa diperkecil.
Pengeluaran untuk gaji, alat kerja, kantor dan biaya perjalanan menjadi lebih hemat.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) akan mempercepat akselerasi penyederhanaan jebatan di birokrasi. Tahun ini pengalihan jabatan dari struktural ke fungsional ditargetkan selesai.
Tjahjo Kumolo selaku MenPan-RB menuturkan, penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pemerintahan dan mempercepat pengambilan keputusan.
Pemangkasan Birokrasi tentu merupakan sesuatu yang penting, agar urusan yang berkaitan dengan surat-menyurat termasuk pengajuan perijinan itu bisa lebih cepat dan tidak berbelit-belit hingga bisa mencapai empat bulan.
Pada kesempatan berbeda, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, penyederhanaan birokrasi perlu dilakukan agar ada dampak nyata reformasi birokrasi terhadap pelayanan publik.
Ma’ruf mengatakan, Reformasi birokrasi harus berujung pada pelayanan publik yang cepat, mudah, dan murah, serta tetap dapat diakses dalam segala kondisi.
Perampingan atau penyederhanaan birokrasi yang dicanangkan pemerintah tentu menjadi jawaban atas berbelitnya birokrasi yang ada di Indonesia, tentu saja dengan birokrasi yang cepat dan murah, maka perekonomian nasional akan meningkat.
Penulis adalah pengamat sosial politik