Oleh : Zainudin Zidan
Terorisme merupakan masalah serius yang harus dihadapi, pembiaran terhadap terorisme tentu saja akan berdampak pada beragam kerusakan, termasuk kerusakan rasa persatuan antar umat beragama di NKRI. Pemerintah pun optimal memberantas terorisme mulai dari pencegahan, mengoptimalkan program deradikalisasi maupun melakukan sejumlah penangkapan.
Pada Maret 2021 lalu dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di kompleks parlemen. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan laporan tahunan tentang indeks Terorisme Global tahun lalu menempatkan Indonesia berada di peringkat ke-37, yang artinya medium terdampak terorisme.
Baca Juga
Di Asia Tenggara, Indonesia masih lebih aman dari ancaman terorisme daripada negara lain seperti Filipina, Thailand dan Myanmar.
Hal ini rupanya sejalan dengan hasil survei yang dilakukan oleh BNPT bersama Alvara Research dan Nazarudin Umar Foundation yang menyatakan tren potensi radikalisme di Indonesia menurun, dari 2017 sebesar 55,2% atau masuk dalam kategori sedang. Tahun 2019 sebesar 38,4% kategori rendah dan pada tahun 2020 kembali menurun menjadi 14% alias kategori sangat rendah.
Data tersebut menunjukkan bahwa selama masa pandemi Covid-19, tren potensi terorisme cenderung mengalami penurunan. Meski demikian, dia mengingatkan akan perlunya meningkatkan kewaspadaan karena semakin menyebarnya paham radikal di dunia maya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1 Juli 2020 telah mengeluarkan resolusi nomor 532 yang meminta agar segera dilakukan gencatan senjata di daerah konflik di berbagai negara.
Namun seruan gencatan senjata tersebut tidak berlaku bagi operasi militer terhadap teroris internasional, seperti ISIS seta Al-Qaeda.
Boy Rafli menuturkan, seruap PBB tersebut menunjukkan pemberantasan terorisme di tingkat internasional agar tetap dijalankan di masa pandemi Covid-19.
Dirinya juga menyebut, pedoman mengatasi ancaman terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan pada masa pandemi Covid-19 yang dikeluarkan Direktorat Kontra-Terorisme PBB.
Ada dua hal yang menjadi fokus penanggulangan, yaitu penyalahgunaan internet oleh kelompok teroris dan upaya negara untuk menangani kekecewaan di masyarakat yang dapat memicu terorisme dengan fokus utama pencegahan dan pendekatan secara lunak.
Saat ini, pergeseran pola penyebaran paham terorisme dari media offline ke media online telah terjadi, sehingga BNPT memiliki peran yang semakin penting dan rumit dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme. Terlebih jumlah pengguna Internet di Indonesia yang mengalami kenaikan sebesar 15,5%, total pada tahun ini tak kurang 202,6 juta orang pengguna internet di Indonesia.
Boy menjelaskan, penanggulangan terorisme di Indonesia meliputi aspek pencegahan, penegakan hukum dan kerjasama internasional. Strategi pencegahan dilakukan lewat program kesiapsiagaan nasional, kontraradikalisasi dan deradikalisasi.
Strategi penegakan hukum dipusatkan pada efektifitas penguatan koordinasi antar perangkat penegak hukum dalam konteks penegakan hukum pidana terhadap para pelaku terorisme.
Mantan Kapolri Tito Karnavian sebelumnya pernah mengatakan bahwa kelompok teroris merasa bebas menyebarkan ajaran dan ideologinya karena berlindung di balik payung demokrasi. Kebanyakan dari mereka menyebarkan ajarannya dalam memanfaatkan kemajuan teknologi, salah satunya adalah media sosial.
Media sosial dan internet menjadi alat yang cukup ampuh bagi kaum teroris dalam menyebarkan ajaran maupun ideologinya. Tito yang kini menjabat sebagai menteri dalam negeri ini-pun mencontohkan dua wanita yang diduga mencoba menyerang di mako brimob pasca penyerangan.
Wanita tersebut mengaku bahwa dirinya mendapatkan pemahaman ideologi teroris dari media sosial yakni telegram dan kemudian dirinya justru dibaiat secara tidak langsung, hanya melalui video call.
Selain di media sosial, lini transportasi juga menjadi sektor yang riskan terhadap hilir mudik teroris.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, PT Angkasa Pura II (Persero) bekerjasama dengan BNPT untuk meningkatkan aspek keamanan di bandara dalam mengantisipasi aksi terorisme.
Bandara merupakan objek vital dan pintu masuk utama negara, tentu akan sangat penting dalam memahami potensi ancaman terorisme dan radikalisme termasuk upaya pencegahannya.
Melalui kerjasama tersebut, BNPT akan memberikan pelatihan bagi para karyawan Angkasa Pura II untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam mencegah aksi teror.
Kerjasama antar lembaga memang sangat dibutuhkan dalam upaya optimalisasi pemberantasan terorisme. Selain itu masyarakat juga diminta untuk proaktif dan waspada terhadap konten ataupun berita yang mengajak kepada upaya permusuhan atau kekerasan.
Penulis adalah warganet tinggal di Bogor