Oleh : Sabby Kosay
Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus merongrong kedaulatan Indonesia dengan memanfaatkan isu Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal isu tersebut tidak mendasar mengingat Pemerintah Indonesia telah meratifikasi berbagai perjanjian internasional tentang HAM. Fakta pelanggar HAM lebih pantas disematkan kepada OPM karena sering berbuat keji terhadap masyarakat Papua maupun TNI/Polri.
Siapa sangka aktor dibalik OPM dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dinilai sebagai satu kesatuan kelompok yang mendalangi sejumlah insiden berbau makar di Indonesia.
Tak hanya “ngeyel” memproklamirkan kemerdekaan Papua, mereka terus memaksa dan mendesak pemerintah untuk tunduk dengan permintaan mereka. Padahal, sudah jelas tertuang hitam di atas putih, baik nasional maupun internasional Papua selamanya ialah bagian NKRI. Bahkan, rakyat Papua sendiri ogah mengakui kedua organisasi separatis tersebut. Lalu, masihkah mereka ingin memperjuangkan hal yang sia-sia? Atau memang ada fakta ikut campur pihak lainnya?
Baca Juga
Masih segar dalam ingatan ketika pentolan OPM, Benny Wenda memperlihatkan kepandaiannya berkelit. Benny ahli memutarbalikkan fakta, memprovokasi isu HAM yang sebetulnya tak dilakukan oleh Indonesia. Yang terbaru, saat Benny membawa masalah kemerdekaan Papua ke ranah Internasional saat rapat yang dihadiri oleh petinggi PBB.
Aktivis OPM ini sengaja mengadu domba Indonesia dengan negara tetangga agar mereka memberikan dukungan terkait kebebasan Papua dari Indonesia. Sayang, negara-negara tersebut agaknya telah mengerti situasi dan mampu membaca kondisi. Hingga Benny tak mampu berkutik untuk merongrong kemerdekaan.
Rangkaian serangan untuk melancarkan disintegrasi Papua tak berhenti sampai disitu. OPM bergerak layaknya hantu, datang dan menghilang tanpa jejak.
Gabungan TNI/POLRI juga tak pernah berhenti. Hingga capaian yang membanggakan saat petinggi OPM, Iris Murib berhasil dibekuk, ketika mencari pasokan senjata. Yang sekiranya akan digunakan untuk melakukan kekerasan menjelang HUT OPM 1 Desember lalu.
Sebelumnya, Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (KNPB), menyatakan meski berada dibawah penjagaan ketat Aparat Gabungan TNI/Polri mereka berhasil merayakan HUT ke-58 manifesto politik orang Papua Barat Sejak 1 Desember 1961.
Warpo Wetipo, selaku Ketua I KNPB Pusat kepada menjelaskan, rakyat Papua Barat telah melaksanakan ibadah serta upacara untuk memperingati hari HUT tersebut.
Klaim KNPB Pusat tersebut, Warpo menerangkan secara detail wilayah yang melakukan perayaan yang dianggap terlarang oleh pemerintahan ini. Salah satunya ialah, Balim, Mamteng, Lanny Jaya, Yalimo, Yakuhimo dan Nduga.
Warpo menambahkan bahwa di empat komisariat KNPB luar negeri juga sudah melakukan ibadah beserta cara pemotongan kue bersama lebih dulu pada jam 1 pada tanggal 1 Desember. Sementara, di Indonesia sendiri KNPB konsulat memusatkan perayaan di wilayah Tondano. Disebutkan pula adanya dukungan yang datang dari Timor Leste. Pada perayaan ini, KNPB tidak melakukan mobilisasi massa secara terbuka. Hanya mengeluarkan sejumlah imbauan karena kondisi Papua Barat kurang mendukung.
Padahal, Polri telah melarang masyarakat Papua melakukan perayaan jelang HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM), 1 Desember tersebut. Tidak ada perayaan-perayaan apapun yang diperbolehkan apalagi yang mengarah terhadap pelaksanaan Hari lahir OPM ini.
Larangan Perayaan Jelang HUT OPM 1 Desember ditengarai ketika ada Anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyerahkan diri kepada Satgas Pamtas Yonif Para Raider 328/Dirgahayu di Skouw, Distrik Muara Tami, Jayapura, Papua.
Kendati demikian, pihak kepolisian tetap memberikan pengawasan dan juga penjagaan terhadap sejumlah pekerja tambang di Papua.
Sebab, belajar dari beberapa insiden masa lalu jelang HUT OPM, sering kali pekerja tambang menjadi sasaran empuk penyerangan. Tak tanggung-tanggung Polda Papua juga akan menerjunkan sekitar 1.300 an personel guna mengamankan wilayah Papua ini.
Pihaknya sudah bersepakat dengan Pemprov setempat untuk melarang segala wujud kegiatan apapun dalam rangka memperingati HUT OPM tersebut.
Sebagai informasi, mahasiswa Papua yang dimotori oleh organisasi AMP melakukan peringatan HUT Papua Barat ke-58 di Yogyakarta dan FRI-West Papua bersama Pembebasan di Ternate juga dibatasi, dibubarkan bahkan ada yang ditangkap saat hendak melakukan peringatan HUT Papua Barat dengan aksi damai sekalipun.
Bukan tanpa alasan peringatan ini dilarang.
Mengingat, latar belakang kedua kelompok separatis tersebut akan memicu hal-hal negatif terkait pembebasan diri dari Papua. Mengiyakan pelaksanaan HUT tersebut sama saja memperbolehkan mereka mengakui kemerdekaan Papua dari Indonesia. Padahal sudah jelas tertuang perayaan ini bertentangan dengan aturan konstitusi. Sehingga seluruh rakyat diimbau untuk mewaspadai segala isu provokasi termasuk mempolitisasi HAM.
HAM memang dinilai sebagai masalah yang cukup sensitif. Sehingga strategi kelompok separatis yang terus mempolitisasi isu ini dianggap menggunakan strategi yang picik.
Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta