Oleh : Yeremia Kogoya
Pemerintah kembali menegaskan untuk memproritaskan penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua. Upaya tersebut patut dipresiasi mengingat saat ini Pemerintah sedang mencari pendekatan-pendekatan yang lebih baik untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Masalah HAM ini memang sedikit sensitif, karena menyangkut kehidupan yang bersifat pribadi, dan harkat martabat manusia. Pelanggaran atas kasus HAM ini juga memiliki dasar hukum. Sehingga tak ada yang bisa macam-macam dengan hak asasi manusia ini. Apalagi kini Indonesia telah melebarkan sayapnya dengan didaulatnya sebagai dewan HAM PBB. Tak hanya membuktikan bahwa HAM di dalam negeri cukup baik, namun bisa lebih meningkatkan serta menangani masalah tersebut di tubuh Indonesia sendiri.
Banyaknya peristiwa intimidasi, rasisme, penangkapan hingga kekerasan sejak September 2019, memicu aksi unjuk rasa di berbagai kota di wilayah Papua.
Baca Juga
Keprihatinan akan jatuhnya korban lebih banyak lagi membuat seluruh masyarakat, Komnas HAM bersinergi hingga Lembaga Negara HAM lainnya. Kolaborasi ini diyakini akan membuka jalan penyelesaian. Bahkan, Komisioner Beka Ulung Hapsara menyebutkan bahwa Komnas HAM telah mempunyai tim kasus Papua.
Dirinya menyebut masih banyak kasus pelanggaran HAM berat yang belum rampung hingga kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua yang terjadi belakangan ini. Keterpilihan Indonesia menjadi wake up call guna menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan harkat dan martabat manusia yakni, sesuai koridor HAM.
Beka menyatakan, sejak awal dirinya telah mendukung penuh keanggotaan Indonesia di Dewan HAM PBB. Akan tetapi, keanggotaan itu juga harus memenuhi syarat perbaikan kualitas politik HAM di Negeri sendiri. Termasuk memprioritaskan persoalan Papua agar tak berlarut-larut. Pihaknya pun menyatakan telah meminta kepada Presiden Jokowi untuk menomorsatukan penanganan masalah di Papua dalam daftar kerjanya selama lima tahun ke depan.
Ahmad Taufan Damanik, selaku Ketua Komnas HAM mengatakan, konflik yang terjadi di Bumi Cendrawasih telah menjadi permasalahan yang paling krusial dan harus segera rampungkan. Terkait hal ini, Komnas HAM memiliki peranan guna memfasilitasi seluruh pihak untuk duduk bersama menyelesaikan masalah di Papua. Apalagi Komnas HAM mengklaim telah melakukan kunjungan ke Papua pada Oktober 2019 guna melihat riil permasalahan yang tengah dihadapi Papua.
Sebelumnya, Indonesia kembali menyabet gelar Dewan HAM PBB mewakili Asia Pasifik dalam pemungutan suara di kota New York, Amerika Serikat, Oktober lalu. Indonesia sendiri sukses mengantongi suara terbanyak dibandingkan empat calon lainnya yaitu Jepang, Marshall Islands, Korea Selatan, dan Irak yakni 174 dukungan dari 192 negara anggota PBB yang memberikan suaranya.
Banyak pihak mengapresiasi prestasi baru Indonesia di skala internasional ini. Namun, bukan dunia namanya jika tak ada kontroversial. Sebab, tak sedikit pula yang skeptis melihat Indonesia kembali menjabat sebagai Dewan HAM PBB di tengah sorotan dunia atas situasi di Papua yang belakangan sempat memanas. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga sempat mengingatkan agar pemerintah tetap menjaga HAM dalam negeri dengan lebih baik.
Presiden Joko Widodo merespon hal ini dengan mengimbau kepada masyarakat Papua untuk berkaca dari pengalaman konflik yang terjadi, yang beberapa waktu terakhir sempat memuncak.
Menurutnya, konflik yang terjadi harus menjadi pembelajaran berharga bagi rakyat Papua bahwa komitmen persatuan untuk membangun Papua haruslah tetap dijaga. Jokowi menambahkan jika seluruh rakyat Papua ini bersatu padu maka kemakmuran dan kesejahteraan akan diraih. Jokowi juga menyatakan bahwa, polisi beserta TNI-pun berkomitmen guna menjaga persatuan di Bumi Cendrawasih. Jokowi meminta masyarakat Papua menyelesaikan permasalahan yang dapat memicu konflik dengan tenang sehingga persatuan dapat terjaga.
Masalah HAM ini tentunya berangkat dari dua sisi. Jika hanya pemerintah yang aktif berperan tanpa adanya respon dari pihak yang difasilitasi tentunya hanya omong kosong. Peranan pemerintah sebagai garda paling depan melindungi rakyatnya adalah yang paling krusial. Namun, tetap harus ada dukungan maupun bantuan dari warga guna merampungkan polemik HAM di Papua ini. Kerjasama yang baik antara negara, aparatur pemerintahan, hingga lini terbawah masyarakat bukan tak mungkin akan mampu menyelesaikan masalah yang paling sulit sekalipun. Sehingga, mendukung, membantu segala langkah pemerintah terkait HAM juga patut diberikan. Bukankah, negara yang kuat dan berjaya adalah mereka yang bersatu, bergotong-royong saling rengkuh satu sama lain. Dan janganlah mengesampingkan apapun capaian pemerintah terkait hal ini.