Oleh : Muhammad Zaki
Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq mengeluarkan pernyataan kontroversial jelang Reuni 212. Dalam videonya, Habib Rizieq menganggap Pemerintah Indonesia mencekal kepulangannya ke Indonesia.
Selain penuh kejanggalan, pernyataan Habib Rizieq dianggap sebagai strategi “Playing victim” untuk mendapat simpati publik, sehingga Reuni 212 dapat diubah menjadi gerakan untuk memulangkannya dari Arab Saudi. Oleh sebab itu, isu pencekalan Habib Rizieq dianggap mengada-ada sehingga tidak perlu untuk dihiraukan.
Baca Juga
Belakangan ramai pemberitaan terkait dua surat misteri berisikan pencekalan terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS), yang katanya dikeluarkan oleh pemerintahan Indonesia. Bahkan, video penunjukkan surat tersebut seketika viral dan menjadi trending topic. Dan, apa yang terjadi? Masyarakat pun ramai berkomentar. Ramai cuitan di media sosial yang malah membuat sosok ini seakan naik daun. Bukan HRS jika tak menuai kontroversial. Namun, Mahfud MD selaku MenkoPolhukam membantah keras tudingan pencekalan yang berupa surat tersebut. Pasalnya, dirinya dan lembaga yang menaunginya tak menerbitkan surat apapun terkait masalah tersebut.
Hal ini semakin membuat HRS kehilangan muka, saat pernyataan Ditjen Imigrasi juga menyatakan tak pernah mengeluarkan surat apapun terkait pencekalan HRS untuk kembali ke Indonesia. Tak berapa lama, misteri kini terkuak. Mahfud MD, mengaku sudah mendapat surat salinan melalui pengacara Habib, yakni Sugito Atmo Pawiro yang menjadi pro dan kontra bagi sejumlah pihak.
Faktanya, surat tersebut bukanlah surat pencekalan sebagai mana dituduhkan pentolan FPI itu.
Melainkan, surat dari pihak imigrasi Arab Saudi, yang melarang HRS melancong dari Arab Saudi karena alasan keamanan. Hal ini berarti bukan urusan HRS dengan pemerintah Indonesia, bukan? Apalagi, dalam isi surat tersebut tidak menyebutkan bahwa pencekalan itu berasal dari Indonesia. Bahkan, MenkoPolhukam yang baru ini menantang kembali sang imam besar guna menunjukkan bukti lain jika Indonesia melarangnya untuk pulang kampung.
Mahfud menambahkan, jika pemerintah tidak akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Arab Saudi guna membantu pemulangan Rizieq. Sebab, hal ini merupakan urusan internalnya dengan negeri kilang minyak. Kendati telah terbukti pemerintah tidak ada campur tangan terkait hal ini, pengacara imam besar FPI masih ngeyel jika surat tersebut terbit atas desakan RI.
Sugito selaku pengacara HRS menilai bahwa surat pencekalan yang sudah dia kirimkan ke Mahfud sebetulnya bisa menjadi referensi bagi pemerintah. Kaitannya ialah untuk melakukan penyelidikan atas asal – usul surat tersebut yang dianggapnya masih menjadi misteri.
Sugito juga menyatakan sikap pesimisnya terhadap pemerintah dalam menangani masalah kliennya. Diapun mengutarakan kekecewaannya terhadap tanggapan MenkoPolhukam yang terkesan surat tersebut tidak ada nyatanya.
Berita terkait pencekalan HRS ini ditengarai muncul akibat denda overstaynya di Arab Saudi.
Sebelumnya dia mengklaim bahwa kunjungannya ke Arab Saudi sebagai negeri nenek moyangnya ini adalah sebagai tamu kehormatan. Tahu dong, bagaimana tamu kehormatan akan diperlakukan. Bukan hanya fasilitasnya yang premium, namun juga penjagaan keamanan akan diprioritaskan. Terlebih dirinya adalah cucu Nabi. Bukan tidak mungkin HRS akan mendapatkan beragam keistimewaan saat berada disana.
Tapi, kabar akan denda overstaynya begitu mengejutkan. Bagaimana bisa? Dirinya yang berleha-leha kemudian menggulirkan isu serta memojokkan pemerintahan akhirnya meminta pemerintah “mbayari” seluruh ongkos buat pulang kampung ke Indonesia. Kejanggalan makin menjadi saat HRS menemui jalan buntu. Dirinya meminta para fansnya di Nusantara untuk membantunya kembali ke Tanah Air. Gilanya lagi, pendukung setianya dikabarkan akan menggalang dana guna memulangkan sang imam tercinta.
Yang benar saja, melancong ke negeri kilang minyak sebagai tamu kehormatan, ongkos pulang dimintakan sumbangan. Padahal jika saja imam besar ini berlaku baik, tentunya pemerintah tak akan acuh. Mengingat, MenkoPolhukam juga telah memberikan rambu untuk membantunya sebab, HRS memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara Indonesia yang sah. Namun, kenyataan selalu bertolak belakang. HRS makin menjadi dan menuding Indonesia pura-pura tidak tahu akan penderitaannya.
Kini bukti sudah dikantongi, kenyataan telah terungkap. Sebagaimana dinyatakan oleh MenkoPolhukam, permasalahan yang dialami HRS adalah murni persoalannya dengan negara bersangkutan, yakni Arab Saudi. Karena dalam surat pencekalan tersebut secara jelas diterbitkan oleh negara tersebut. Sehingga Indonesia memang tak mempunyai campur tangan didalamnya. Ya, kalau sudah begitu HRS siap-siap gigit jari!
)* Penulis adalah pengamat sosial politik