Oleh : Otjih S
Salah satu momentum spesial di tahun 2020 adalah dihelatnya hajatan demokrasi Pilkada serentak. Masyarakat diharapkan ikut mendukung dan menyukseskan Pilkada Damai 2020 guna terciptanya Pemerintahan yang lebih baik.
Pada bulan September nanti akan dilaksanakan Pilkada 2020 di 270 daerah yang akan menyelenggarakannya, dimana kepala daerah yang terpilih hanya akan memimpin paling lama 4 tahun, itupun jika tidak dicokok KPK karena korupsinya terungkap atau terlilit kasus pidana sehingga ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara.
Baca Juga
Persiapan Pilkada 2020 juga diwarnai persiapan yang tidak mulus seperti Nota Perjanjian Hibah Daerah/NPHD banyak yang belum ditandatangani, anggaran Pilkada yang dikurangi baik untuk KPU atau Bawaslu, seleksi Panwascam yang kurang diminati masyarakat, banyaknya komisioner KPU yang melanggar kode etik sehingga harus diganti (kasus terakhir Wahyu Setiawan yang diOTT KPK dalam kasus PAW yang didiga melibatkan oknum petinggi salah satu Parpol yang kabarnya diskenariokan akan menjadi Dubes agar tidak ditangkap KPK sehingga “kotak pandoranya” tidak terbuka), walaupun masyarakat awam menyangsikan KPK menangkapnya maklum dari Parpol terkuat saat jni yang baru saja bermilad dan sejumlah masalah lainnya.
Majunya Gibran dalam Pilwalkot Solo jangan menjadikan ASN dan K/L menjadi ewuh pakewuh sehingga membuat kebijakan yang salah. Biarlah Gibran walaupun anak presiden menang dengan caranya sendiri bukan dibantu “invisible hands” yang operasinya menggunakan uang rakyat. Gibran kalau dianggap mampu, dapat dipercaya dan memiliki basis massa yang kuat tentu akan menang dengan caranya sendiri dan jika kalah juga tidak apa apa karena masih muda dan bisa mencoba kembali lain waktu.
Pilkada juga akan diwarnai mantan koruptor sebagai calon kepala daerah dan bahkan mungkin di Aceh ada calon kepala daerah yang berasal dari eks GAM atau didukung oleh eks GAM dan di Papua mungkin ada calon yang seaspirasi dengan TPN/OPM atau oknum yang selama ini salah kaprah menggunakan dana Otsus Papua, mereka mereka ini harus disetting, diskenariokan, dipromosikan dan didesimasikan agar rakyat atau pemilih tidak memilih mereka. Sekali lagi TIDAK MEMILIH mereka karena political habits dan track recordnya mungkin “kurang baik” buat kedewasaan demokrasi dan buat eksistensi NKRI.
Yang pasti, permasalahan permasalahan terkait Pilkada 2020 akan selalu ada dan perlu diatensi dan diantisipasi oleh K/L terkait untuk segera membentuk tim, pokja bahkan satgas untuk menanganinya, agar Pilkada tahun ini benar benar “serentak” dapat dilaksanakan bukan terkendala administratif, distribusi kelengkapan pilkada bahkan tidak terkendala faktor “force major” sekalipun. Bisa? Patut ditunggu hari H nya.
Penulis adalah pemerhati politik dan ekonomi. Alumnus Udayana, Bali