Oleh: Otjih Sewandarijatun
Pemerintah dan DPR saat ini sedang menggodok UU Omnibus Law. Pemangkasan regulasi dengan skema Omnibus Law tersebut diyakni banyak memberikan manfaat bagi perekonomian nasional, pengusaha, hingga buruh.
Di tengah tiga ancaman ekonomi yang serius di tahun 2020 yaitu prediksi Sikon ekonomi yang masih lesu, defisit neraca perdagangan dan defisit neraca pembayaran, serta dalam upaya menggenjot investasi, mengurangi impor dan mengakselerasi ekspor, maka pemerintah mengajukan 2 RUU Omnibus law terkait penciptaan lapangan kerja dan perpajakan ke DPR RI. Omnibus law diperlukan untuk memangkas tumpeng tindih regulasi, sehingga upaya ini perlu didukung walaupun pemerintah dan DPR harus tetap menjaga agar Omnibus law bukan sebagai “juru selamat/savior” bagi pengusaha nakal, sebab jika hal tersebut terjadi ketidakpercayaan pasar dan masyarakat akan menguat.
Baca Juga
Omnibus law adalah suatu Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk menyelesaikan isu besar dengan mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus, sehingga menjadi lebih sederhana. Pemerintah sedang menyusun omnibus law yang tujuan akhirnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM.
Dalam perkembangannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasang batas wakiu penyusunan rancangan Omnibus Law bisa rampung pekan depan atau pekan ketiga Januari 2020. Omnibus Law yang di target segera selesai ini menyangkut dua bentuk rancangan Undang-Undang (RUU), yakni Omnibus Law cipta lapangan kerja dan Omnibus Law perpajakan. “Penyelesaian yang berkaitan dengan Omnibus Law dapat diselesaikan pada minggu-minggu ini.
Paling lambat, minggu depan,” tutur Presiden saat memberi sambutan pembukaan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Senin (6/1.2020).
Dalam rapat terbatas terakhir tentang Omnibus Law pada Desember 2019 lalu, Presiden sempat mengatakan bahwa substansi dari RUU ini menyangkut 11 klaster yang melibatkan 30 kementerian dan lembaga. Karena itu, ia meminta agar visi besar dan framework draf RUU ini memiliki fokus yang jelas dan tetap dijaga konsistensinya, sehingga sinkron dan terpadu. Presiden tak ingin RUU Omnibus Law ini menjadi tempat untuk menampung keinginan-keinginan kementerian dan lembaga saja. “Jangan sampai, hanya menampung, menampung, menampung keinginan, tapi tidak masuk ke visi besar yang saya sampaikan,” ujar dia.
Lebih lanjut, Presiden juga menginstruksikan Jaksa Agung, Polri, dan juga BIN agar melihat dampak dari RUU Ornnibus Law ini. Karena itu, pembahasan RUU Omnibus Law ini harus dilakukan bersama dengan selumh pemangku kepentingan. Selain itu, Jokowi juga meminta jajarannya agar menyiapkan regulasi turunan dari Omnibus Law. Yaitu, dalam bentuk rancangan peraturan pemerintah, revisi PP,atau rancangan perpres.
“Harus dikerjakan secara pararel bukan hanya untuk menjadikan RUU dan regulasi pelaksanaannya sebagai sebuah regulasi yang solid, tetapi juga memudahkan pemangku kepentingan memahami arsitektur besar dari omnibus law yang kita kerjakan,” kata Jokowi.
Setelah RUU Omnibus Law ini disetujui oleh DPR, Preisen meminta agar jajarannya segera mempercepat proses eksekusi di lapangan. Presiden juga mengingatkan agar draf RUU Omnibus Law ini disampaikan ke publik sebelum dibahas di DPR. Dalam rancangan Omnibus Law cipta kerja, muncul wacana skema upah dihitung berdasarkan jam kerja. Skema ini mendapat penolakan dari pekerja. Namun, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menjelaskan, rencana upah per jam tersebut diberikan kepada tenaga kerja yang durasi kerjanya di bawah ketentuan 40 jam sepekan.
Perlu Didukung
Omnibus Law dikemukakan Presiden Jokowi saat dilantik sebagai Presiden 2019-2024. Omnibus law adalah konsep hukum impor, dan di Indonesia tidak mengenal omnibus law. Omnibus law lebih banyak dikenal di negara common law, seperti Amerika Serikat atau Australia, sedangkan Indonesia menganut civil law. Presiden Jokowi mengambil konsep omnibus law dengan semangat mengatasi carut marut sistem hukum yang ada di Indonesia, bahkan Indonesia menjadi negara hiper regulasi. Menurut catatan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, pada masa pemerintahan Presiden Jokowi hingga November 2019 terdapat 10.180 regulasi dengan berbagai bentuknya.
Omnibus law diharapkan menjadi hukum sapu jagat yang bisa mengatasi semuanya. Dengan kekuatan politik yang ada di DPR yang mayoritas dikuasai partai pendukung pemerintah, Omnibus Law secara matematika politik mudah digolkan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly menargetkan dua Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta dibahas DPR pada Januari 2020. Dua Omnibus Law itu ialah Undang-undang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-undang Perpajakan. Proses pengajuan ke DPR akan dilakukan setelah parlemen bersidang.
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dirancang untuk menciptakan lapangan kerja sebesar-besarnya, perlindunggan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), mendorong pertumbuhan UMKM, mendorong pertumbuhan investasi, hingga mendorong ekspor. Seluruh ketentuan-ketentuan yang menyangkut. Ada 11 bidang besar menyangkut 74 UU yang harus diperhatikan untuk dicari undang-undang yang menghambat, maka akan diperbaiki. Presiden Joko Widodo memerintahkan jajaran Kemenkumham untuk berkeliling ke daerah-daerah untuk sosialisasi soal Omnibus Law.
Poin penting Omnibus Law dalam penciptaan lapangan kerja yaitu mengubah tata cara upah dan pengason tenaga kerja; Penyederhanaan perizinan berusaha; Pengenaan sanksi administrasi dan penghapusan sanksi pidana; Kemudahan dan perlindungan hukum; Dokumen riset dan inovasi; Kemudahan proyek pemerintah; Kemudahan di KEK. Poin penting Omnibus Law sektor perpajakan : penurunan tariff PPh badan bertahap 22% (2021-2022) dan 20% (2023 dst); Penurunan tariff PPh badan go publik (3 persen dari tariff umum); Penghapusan PPh deviden dalam negeri sepanjang diinvestasikan di NKRI; Sistem teritori untuk penghasilan tertentu di luar negeri; Pemajakan transaksi elektronik; Rasionalisasi pajak daerah; Pengaturan fasilitas perpajakan (tax holiday, super deduction, PPH KEK dan PPH obligasi); Pengaturan ulang sanksi administrasi perpajakan, pabean dan cukai.
Perlu diingat, dalam perspektif kepentingan politik yang ada di DPR-RI, menggolkan omnibus law tidak mudah, sebab salah satu yang harus dirubah adalah UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Gagasan membuat UU sapu jagat tidak boleh melupakan partisipasi publik dan menghormati konstitusi dan asas-asas hukum. Dalam omnibus law soal penciptaan lapangan kerja teridentifikasi ada isu pesangon buruh yang bakal kena pemutusan hubungan kerja yang sering disampaikan kalangan pengusaha, berpotensi memancing resistensi dari kalangan serikat buruh. Pemerintah harus mampu menjadikan Omnibus Law menciptakan keadilan, kesejahteraan umum dan melindungi hak individu, apalagi di era ekonomi yang sudah berubah yaitu adanya equity crowd funding dan peer-to-peer lending membuktikan masyarakat dapat menjadi pemilik perusahaan secara bergotong royong, sehingga antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat harus berkolaborasi berbagi hasil.