Oleh : Alfred Jigibalom
Secara mengejutkan, Gubernur Papua Lukas Enembe melakukan perjalanan dinas secara diam-diam. Sebagai pejabat tinggi, perilakunya sungguh tak pantas ditiru, dan mencontohkan perbuatan yang mencoreng namanya sendiri. Ia perlu mendapatkan sanksi, tidak sekadar teguran, agar tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Gubernur Papua saat ini dijabat oleh Lukas Enembe. Selama menjadi orang nomor 1 di Provinsi Papua, ia telah menorehkan banyak prestasi.
Baca Juga
Di antaranya memberi beasiswa kepada pelajar berprestasi sehingga bisa kuliah ke luar negeri, mendapatkan penghargaan penanganan daerah terisolir dari Kemendagri, penghargaan anugerah kerukunan umat beragama dari Kemenag, dll.
Akan tetapi, nama baiknya nyaris rusak oleh perbuatannya sendiri. Lukas Enembe terbukti melakukan perjalanan dinas ke Papua Nugini tanggal 31 maret 2021, tanpa kelengkapan dokumen keimigrasian, berupa paspor, exit permit, dan visa.
Ia bisa melintas karena melalui jalur tikus alias jalan rahasia yang bisa dilalui tanpa harus menghadap ke petugas imigrasi di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini.
Bagaimana bisa seorang pejabat tinggi melakukan perjalanan dinas tanpa membawa dokumen keimigrasian? Memang dari Papua ke Papua Nugini sangat dekat karena tinggal melintas lewat jalur darat. Namun, sebagai pemimpin, seharusnya ia memberi contoh yang baik dengan membawa paspor, visa, dan surat penting lainnya saat bepergian ke luar negeri. Walau hanya ke Papua Nugini.
Kecurigaan makin besar saat publik mengetahui bahwa Lukas Enembe pergi ke Papua Nugini melalui jalan tikus, berdasarkan keterangan dari personel Pos Perbatasan Skouw dan Konsulat RI di Vanimo.
Jalur yang dimaksud adalah jalan yang biasanya dilalui oleh pedagang barang ilegal, seperti narkoba, senjata, hingga barang-barang konsumsi tanpa bea dan cukai.
Untuk apa Bapak Lukas yang terhormat malah lewat jalan tikus? Jika ia memang mengadakan kunjungan secara resmi ke Papua Nugini untuk memperkuat persahabatan kedua negara, mengapa tidak melalui jalur yang resmi? Publik jadi berpikir bahwa ia melakukan transaksi ilegal atau dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di Papua Nugini untuk melakukan sesuatu yang tidak baik.
Skandal ini sangat memalukan karena ia terbukti melanggar Instruksi Presiden Nomor 11 tahun 2005 tentang perjalanan dinas luar negeri dan Peraturan Mendagri nomor 29 tentang pedoman perjalanan dinas ke luar negeri bagi ASN, kepala daerah, dan DPR RI serta DPRD. Ia juga melanggar UU Keimigrasian Nomor 6 tahun 2011 karena bepergian ke luar negeri tanpa kelengkapan dokumen keimigrasian.
Sanksi sudah menanti Lukas Enembe saat tiba di Indonesia, karena saat ini ia diberitakan masih berada di Papua Nugini. Ia bisa terkena ancaman hukuman 3 tahun penjara karena melanggar UU keimigrasian.
Sebagai pejabat tinggi, maka juga bisa terkena teguran keras, karena melakukan perjalanan dinas tanpa izin dan tidak menjelaskan apa keperluannya.
Hukuman itu diberikan untuk efek jera, karena tidak seharusnya ia seenaknya pergi dan meninggalkan tanggungjawabnya di Papua.
Sebagai pejabat tinggi, ia seharusnya memikirkan efek dari tindakannya. Jika seorang gubernur berani pergi tanpa izin dan tanpa dokumen resmi, takutnya walikota dan pejabat lain akan meniru, karena merasa berkuasa.
Apalagi saat ini masih masa pandemi covid-19. Bepergian ke luar negeri tentu sangat riskan, karena bisa mengakibatkan penularan corona.
Bagaimana jika Lukas terkena virus covid-19 dna menjadi OTG, lalu menularkannya ke keluarga dan rekan kerja di Kantor gubernuran? Akan sangat miris jika ia menjadi penular penyakit yang berbahaya ini.
Masyarakat sangat menyayangkan mengapa Gubernur Lukas Enembe bepergian tanpa surat imigrasi yang resmi. Perbuatannya untuk melawat ke Papua Nugini leawt jalur tikus sangat tidak terpuji. Sebagai pejabat tinggi, seharusnya ia malu telah melanggar hukum keimigrasian.
Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo