KUHP Nasional Sajikan Pembaruan Hukum Progresif
Oleh : Lukman Keenan Adar
Keberadaan KUHP Nasional mampu menyajikan adanya pembaruan hukum menjadi jauh lebih progresif dan komprehensif karena di dalamnya telah sangat sesuai dengan keberadaan nilai-nilai khas budaya bangsa termasuk juga memuat nilai dalam dasar falsafah negara, yakni Pancasila.
Baca Juga
Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo telah secara resmi mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional. Bahkan, aturan mengenai KUHP Nasional tersebut menjadi sebuah produk hukum yang pertama kali diresmikan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2023 ini.
Termaktub dalam halaman 229 salinan dokumen KUHP Nasional, pada hari Senin tanggal 2 Januari 2023 telah tertulis bahwa Undang-Undang (UU) tersebut telah disahkan di Jakarta oleh Presiden Jokowi, dan juga telah diundangkan di Jakarta pula oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno pada hari yang sama.
Diketahui bahwa KUHP Nasional sendiri memuat sebanyak 624 pasal, yang mana sekaligus akan menggantikan keberadaan dan keberlakuan KUHP lama peninggalan jaman kolonial Belanda. Bukan hanya itu, namun pada sistem hukum asli buatan anak bangsa ini juga telah sekaligus mengkodifikasi sejumlah Undang-Undang (UU) lainnya di Indonesia.
Tertulis pada Bab XXXVII tentang Ketentuan Penutup, bahwa UU RI Nomor 1 tahun 2023 itu dalam Pasal 624 menerangkan penjelasan mengenai kapan waktu mulai berlakunya.
Dikatakan bahwa mulai berlaku secara resmi dan menyeluruhnya KUHP Nasional adalah setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya, yakni sejak Desember 2022 lalu oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), sehingga akan berlaku resmi pada tahun 2025 mendatang.
Selama masa transisi terhitung sejak 3 tahun setelah diundangkan tersebut, banyak upaya yang dilakukan untuk terus memberikan sosialisasi mengenai KUHP Nasional kepada masyarakat secara luas, termasuk juga upaya untuk terus mendukung pengesahan tersebut. Salah satunya adalah diinisiasi langsung oleh Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki).
Dalam sebuah acara sosialisasi yang digelar oleh Mahupiki di Pontianak, salah satu narasumber pada gelaran tersebut yakni, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (UNDIP), Prof. Pujiyono bahwa sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui isi secara keseluruhan mengenai KUHP Nasional termasuk dalam Buku I dan Buku II, lantaran dalam tindak pidana yang ada selalu didasarkan atas ketentuan dasar yang mendasari tindak pidana tersebut.
Lebih lanjut, Prof. Pujiyono juga menerangkan bahwa dalam hukum pidana memang memiliki dua inti dasar, yakni norma dan value. Hal itu juga telah terkandung seluruhnya dalam proses pembuatan KUHP Nasional, yang mana dalam Buku I memuat ide dasar akan tindak pidana yang mengatur segala sesuatu dalam Buku II. Sehingga bisa dikatakan konsep ide dasar dalam KUHP Nasional berada pada Buku I, sedangkan untuk penormaannya berada pada Buku II.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Negeri Semarang (UNNES), Prof. Dr. R Benny Riyanto yang juga menjadi salah satu narasumber dalam kegatan sosialisasi Mahupiki di Pontianak tersebut mengungkapkan bahwa dalam KUHP Nasional terdapat perubahan mendasar, utamanya adalah pada jumlah buku jika dibandingkan dengan KUHP peninggalan kolonial Belanda yang memiliki 3 buku, sedangkan karena berupaya untuk melakukan simplifikasi hukum, maka pada KUHP Nasional hanya memiliki dua buku, yakni Buku I dan Buku II.
Lahirnya sistem hukum asli buatan anak bangsa ini juga sekaligus menjadi sebuah perwujudan akan adanya reformasi sistem hukum pidana nasional secara menyeluruh. Hal tersebut juga sangat relevan sebagai upaya dan tekad dalam rangka terus melakukan perbaikan pada sistem Hukum Pidana Nasional menjadi jauh lebih komprehensif dan juga telah berdasarkan pada nilai-nilai falsafah dasar negara Pancasila serta Hak Asasi Manusia (HAM) secara universal.
Di sisi lain, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Prof Dr. Topo Santoso memaparkan bahwa hal mendasar terkait perubahan yang terjadi pada KUHP Nasional jika dibandingkan dengan KUHP lama produk Belanda adalah adanya Trias Hukum Pidana. Pertama, di dalam KUHP Nasional terkait dengan hukum pidana materiil mengatur akan tindak pidana, kemudian kedua adanya pertanggung jawaban pidana dan yang ketiga adalah adanya pidana dan pemidanaan.
Segala pembaharuan hukum menjadi jauh lebih komprehensif dan progresif merupakan upaya yang selama ini telah digagas oleh para pendiri bangsa dan pada akhirnya mampu diwujudkan oleh Pemerintah RI bersama dengan DPR RI dengan pengesahan KUHP Nasional ini. Sangat penting untuk segera terjadinya pembaruan tersebut, lantaran jika negara ini terus menggunakan sistem hukum yang dibuat oleh bangsa Belanda, di dalamnya tidak mampu memuat nilai-nilai asli dan khas milik budaya Nusantara sehingga banyak hal yang sudah tidak relevan lagi.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute