Perlu diketahui melakukan pemboikotan ekonomi dan sosial terhadap Nabi Muhammad dan keluarga besarnya yakni, Bani Hasyim dan Bani Muthalib merupakan salah upaya kaum kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah Islam.
Hal ini mereka lakukan tujuannya untuk memecah belah Bani Hasyim dan Bani Muthalib agar menyerahkan Nabi Muhammad. Tapi ternyata upaya kaum Quraisy itu gagal, sebab Bani Hasyim dan Bani Muthalib tetap solid dalam menghadapi langkah kaum musyrik tersebut.
Baca Juga
Setidaknya ada empat poin yang tertera dalam piagam pemboikotan tersebut. Pertama, tidak boleh menikah dengan salah satu dari mereka dan tidak boleh pula menikahkan dengan mereka. Kedua, tidak boleh menjual dan membeli apa pun dari mereka. Ketiga, tidak menerima perdamaian dari mereka.
Dalam piagam pemboikotan tersebut, terdapat empat poin yang tertera. Pertama, tidak boleh menikah dengan salah satu dari mereka dan tidak boleh pula menikahkan dengan mereka. Kedua, tidak boleh menjual dan membeli dari mereka. Ketiga, tidak menerima perdamaian dari mereka. Keempat, tidak diperbolehkan merasa kasihan pada mereka sampai mereka mau menyerahkan Muhammad.
Piagam tersebut kemudian digantung di dalam Ka’bah dan pemboikotan terhadap Nabi ini berlangsung selama tiga tahun. Peristiwa ini terjadi oada tahun ketujuh kenabian, di mana istri Nabi, Sayyidah Khadijah, dan paman Nabi, Abu Thalib, masih hidup.
Saat itu keduannya dikenal sebagai pelindung Nabi dari gangguan kaum musyrik-juga ikut terboikot dan tidak dapat berbuat banyak. Meski begitu, Sayyidah Khadijah memiliki peran penting selama masa pemboikotan.
Sayyidah Khadijah merupakan anak terdidik dan terlahir dalam keluarga yang terhormat dan serba kecukupan. Keluarganya, yaitu Bani Asad pun mengetahui kalau rasa lapar akibat pemboikotan kaum kafir Quraisy akan menyakiti Sayyidah Khadijah.
Sebab itu, munculah inisiatif mereka untuk mengirimkan sejumlah makanan dan barang-barang yang dibutuhkan lainnya untuk Sayyidah Khadijah. Barang-barang ini dikirim seorang budak dengan menggunakan unta pada malam hari, ketika kaum Quraisy sudah tertidur nyenyak. Sayyidah Khadijah pun tidak memanfaatkan barang-barang itu sendirian, karena ia membagikannya kepada mereka yang lebih membutuhkan.
Meski tak secara langsung berperan penting dalam peristiwa penyobekan kertas piagam pemboikotan. Tapi karena dia, paku pertama dalam penghancuran piagam pemboikotan diletakkan.
Masa itu saudara laki-laki Sayyidah Khadijah, Hakim bin Hizam, bersama seorang budak sedang membawa gandum untuk diberikan kepada Sayyidah Khadijah. Namun di tengah jalan, ia dihadang Abu Jahal. Walau sempat terjadi ketegangan di antara keduanya, Hakim pun dibiarkan pergi dengan membawa makanan untuk Sayyidah Khadijah. Abu Bakhtari bin Hisyam yang saat itu ada di lokasi kemudian langsung mengambil tongkat pemukul unta dan memukulkannya kepada Abu Jahal.
Mulai dari situ lah, kaum berpikir untuk membatalkan pemboikotan yang dzalim tersebut. kejadian itu juga menjadi alasan dibatalkannya pemboikotan dan blokade kaum kafir Quraisy terhadap Nabi Muhammad dan keluarganya.
Peristiwa ini pun membuat perempuan-perempuan Quraisy membicarakan hal itu dan mencela mereka yang tidak mengirim makanan untuk Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang diboikot.
Sehingga akhirnya Hisyam melakukan penggalangan kekuatan dengan memprovokasi beberapa orang untuk membatalkan piagam pemboikotan tersebut. Semula dia mendatangi Zuhair bin Umayyah dan ibunya Atikah binti Abdul Muthalib.
“Wahai Zuhair, apakah engkau ridha kita memakan makanan, memakai baju, menikahi perempuan, sedangkan para pamanmu seperti yang engkau ketahui, tidak boleh menjual atau membeli dari mereka, tidak boleh menikahi ataupun menikahkan seseorang dengan mereka,” kata Hisyam. Zuhair menjadi semangat setelah mendengar perkataan Hisyam tersebut. Ia kemudian meminta Hisyam untuk mencari orang lainnya.
Hisyam juga mendatangi al-Mut’im bin Adi, Abul Bakhtari, dan Zam’ah bin al-Aswad. Kepada mereka, Hisyam mengatakan hal yang sama seperti yang disampaikan kepada Zuhair sebelumnya.
Mereka pun menerima ajakan Hisyam untuk membatalkan pemboikotan terhadap Nabi dan keluarganya. Dan untuk mematangkan rencana itu, pada malam harinya mereka berkumpul di puncak Gunung Hajun untuk bermusyawarah. Hasilnya, mereka siap melakukan apapun untuk membatalkan pemboikotan tersebut.
Esok harinya, Zuhair dengan memakai baju terbaiknya melaksanakan thawaf di area Ka’bah. Di hadapan banyak orang itu, ia ‘memprovokasi’ penduduk Makkah perihal kondisi Nabi Muhammad dan keluarga besarnya yang begitu menderita. Ia juga mengancam tidak akan duduk sampai kertas pemboikotan yang menempel di dinding Ka’bah disobek.
Abu Jahal yang saat itu berada di baitullah tidak menuruti permintaan Zuhair. Namun ucapan Abu Jahal itu langsung ditimpali Zam’ah, Abu Bakhtari, dan Mut’im. Mereka menegaskan, tidak setuju dan tidak ridha ketika isi perjanjian pemboikotan itu ditulis.
Akhirnya Mut’im bin Adi langsung menuju kertas penjanjian pemboikotan untuk menyobeknya. Namun, kertas tersebut telah dimakan rayap, kecuali tulisan ‘Dengan menyebut nama-Mu ya Allah.’
Dengan begtu berakhirlah masa pemboikotan dan blokade kaum musyrik Quraisy terhadap Nabi Muhammad dan keluar besarnya. Saat itu, Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah sedang sakit, kemudian keluar dari lembah Bani Hasyim dan menuju ke rumahnya untuk memulai kehidupan yang baru.