Oleh : Dodik Prasetyo
Pandemi di Indonesia belum juga berakhir, namun kita wajib mempupuk rasa optimis. Sebentar lagi vaksin corona akan diresmikan, dan semua orang bisa bebas dari penyakit berbahaya ini. Jangan menyalahkan pemerintah ketika tidak ada lockdown sehingga pandemi belum usai, namun malah dengan sengaja melanggar protokol kesehatan.
Presiden Jokowi berpesan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk tetap optimis menghadapi pandemi corona. Walau masa sulit ini telah kita lalui selama lebih dari 7 bulan. Jangan sampai ada yang kehilangan harapan lalu merasa lemas tak berdaya. Dalam artian, putus asa adalah dosa. Jadi optimisme yang diajarkan oleh Presiden patut kita teladani.
Baca Juga
Baca juga: Mendukung Otonomi Khusus Papua Jilid II Demi Pemerataan Pembangunan
Namun, sambung Presiden Jokowi, penanganan pandemi yang dilakukan oleh pemerintah sudah direncanakan dengan matang. Untuk selamatkan sektor ekonomi, maka Indonesia tidak melakukan lockdown baik skala nasional maupun lokal. Karena kebijakan ini bisa berdampak buruk. Terbukti negara lain yang melakukan lockdown terancam kena resesi.
Jadi masyarakat patut memelihara optimisme dan melihat kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, dalam kacamata yang positif. Misalnya peraturan untuk memberikan BLT kepada seluruh lapisan masyarakat. Karena warga kelas menengah dan atas juga terdampak corona. Bantuan ini akan menaikkan optimisme dan harapan hidup rakyat.
Pemerintah juga sempat menutup pasar dan Mall karena bisa menimbulkan klaster corona baru. Ketika fase adaptasi kebiasaan baru, maka tempat umum tersebut dibuka kembali, dan kita optimis hal itu bisa memperbaiki keadaan finansial di Indonesia. Jangan malah pesimis dan protes mengapa pasar dibuka namun sekolah masih ditutup. Karena tidak apple to apple.
Presiden berusaha keras untuk menyeimbangkan antara penanganan dampak corona di bidang ekonomi dan kesehatan, dan berpikiran positif agar semua bisa teratasi. Pemerintah sudah menganggarkan lebih dari 239 trilun rupiah untuk anggaran perlindungan sosial. Adi masyarakat tak perlu takut, karena selalu dilindungi oleh pemerintah.
Jangan malah menyalahkan tindakan pemerintah yang tidak mau lockdown. Lalu menolak untuk menaati protokol kesehatan, karena sudah terlanjur patah hati dengan keputusan presiden. Hadapi dengan kepala dan hati yang dingin. Karena buktinya, dari negara yang melakukan lockdown juga terancam corona gelombang 2. Jadi tidak bisa 100% aman.
Jika masyarakat memutuskan untuk tidak mematuhi protokol kesehatan, misalnya malas memakai masker, maka akan merugikan dirinya sendiri dan keluarganya. Potensi untuk tertular virus covid-19 akan sangat besar. Banyak orang tanpa gejala yang bisa jadi berkontak tanpa sengaja dengan Anda lalu menyebar droplet, karena sama-sama tak pakai masker.
Ketika sudah terlanjur sakit, maka pemerintah yang disalahkan. Padahal itu atas kecerobohannya sendiri. Biaya pengobatan corona juga ditanggung pemerintah melalui BPJS. Sudah pesimis, masih saja hobi menyalahkan orang lain. Pola pemikiran seperti ini yang harus kita ubah secepatnya. Karena sangat merugikan.
Optimisme dalam menghadapi pandemi sangat penting, karena jika masyarakat sudah kehilangan harapan, akan berdampak pada tubuhnya. Ia akan merasa lemas dan memiliki penyakit dalam pikiran. Akibatnya, daya tahan tubuhnya lemah dan bisa dengan mudah tertular corona. Apalagi jika tidak disiplin dalam menaati protokol kesehatan.
Cara untuk bersikap optimis bisa dengan membaca kitab suci, meditasi, dan makan makanan dan minuman sehat. Hindari pemicu pikiran negatif sepert berita hoax dan ujaran kebencian. Kita perlu menjaga mood, mind, body, and soul sehingga bisa tetap optimis dalam keadaan terburuk.
Tetaplah berdoa dan menaati protokol kesehatan dengan disiplin. Jangan pernah kehilangan harapan, karena Tuhan tak pernah memberi cobaan melebihi kemampuan umat-Nya. Kita wajib optimis bahwa pandemi covid-19 akan segera berakhir, dan dunia akan kembali sehat dan bebas virus corona.
Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)