Oleh : Ahmad Muzaki
Front Pembela Islam (FPI) menyatakan tidak ingin memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai Ormas. Hal ini membuktikan bahwa FPI tetap ngotot ingin memasukkan khilafah dalam AD/ARTnya. Dengan tidak adanya SKT, FPI adalah Ormas ilegal yang sebaiknya dibubarkan.
Sudah sepantasnya suatu negara menyarankan warganya memiliki identitas pengenal. Sama halnya dengan kelompok atau komunitas yang juga wajib memiliki pengenal seperti SKT ini.Padahal keberadaan SKT layaknya nyawa bagi suatu organisasi.
Baca Juga
Jika tak punya nyawa, mau bergerak gimana coba. Terlebih, segala yang berhubungan dengan aturan serta kinerja organisasi juga bergantung kepada SKT. Tak lucu bukan, jika Organisasi masyarakat juga dianggap bodong karena tak punya surat izin. Lalu bagaimana dengan kredibilitas kelompok ini tanpa SKT?
Sebelumnya, FPI mengaku malas mengurus perpanjangan SKT mereka karena merasa SKT tak berguna. “FPI merasa tidak perlu memperpanjang rekomendasi, bahkan malas memperpanjang rekomendasi. karena dianggap tak ada gunanya,” ujar Ketum FPI Ahmad Sobri Lubis. Sobri juga menambahkan, bahwa tidak ada gunanya bagi FPI terdaftar di Kemendagri. Menurutnya, FPI tidak pernah meminta bantuan kepada pemerintahan. Pihaknya mengklaim selalu berjalan sendiri tanpa bantuan negara.
Akan tetapi, Tenaga Ahli Utama KSP, Ali Mochtar Ngabalin, mengingatkan bahwa FPI harus tetap mengikuti aturan di Indonesia. Menurutnya, legalitas FPI ini harus dicek terlebih dahulu. Karena dapat saja bentuknya berubah.
Hal ini akan didasarkan pada Departemen Kehakiman yang nantinya akan memutuskan untuk menjadi perkumpulan, paguyuban atau menjadi alumni 212 atau bahkan kelompok pengajian FPI ini. Ngabalin juga sempat menyindir FPI yang dinilai sulit untuk diatur pemerintahan terkait SKT.
FPI ditengarai malas mengurus perpanjangan SKT karena terdapat indikasi paham khilafah Islamiyah yang tampaknya selalu ingin diterapkan melalui pemerintahan. Menurut sejumlah laporan pihak Kemenag telah mengeluarkan rekomendasi terkait FPI. Namun disisi lain, Tito Karnavian selaku Mendagri menyatakan masih adanya permasalahan di dalam AD/ART FPI.
Sementara, FPI juga menyatakan telah mengajukan syarat-syarat perpanjangan SKT. Namun proses perpanjangan SKT itu belum juga rampung dan SKT belum dikeluarkan. Kementerian Agama sudah menerbitkan rekomendasi perpanjangan SKT FPI ke Kemendagri. Alasannya, FPI telah berikrar setia kepada Pancasila dan juga NKRI.
Mengenai masalah ormas terkait FPI, ini masih pada kajian di lembaga Kementerian Agama. Tito membenarkan rekan-rekan dari FPI sudah membuat surat di atas meterai mengenai kesetiaan atau pernyataan terhadap negara dan Pancasila. Namun, masalah diduga berada di AD/ART.
Tito menilai di AD/ART itu terdapat visi dan misi organisasi FPI ialah penerapan Islam secara kaffah. Yakni, di bawah naungan khilafah islamiyah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah, dan juga pengawalan jihad. Hal Inilah yang sedang didalami lagi oleh Kementerian Agama karena ada pertanyaan yang muncul, yakni terkait bahasa yang agak kabur.
FPI pun menyangkal karena sudah menjelaskan soal khilafah islamiyah yang disoroti Tito. Menurut FPI, persoalan khilafah islamiyah itu sudah dijelaskan terang-terangan sehingga tak perlu lagi ada yang dipertanyakan. Di sisi lain, FPI pun mengaku sudah melakukan syarat-syarat yang diminta oleh pihak terkait pengurusan SKT. Termasuk memberikan surat pernyataan akan setia kepada Pancasila dan NKRI.
Berkenaan dengan surat pernyataan ini juga ramai diperbincangkan. Ormas yang disinyalir getol menyuarakan anti Pancasila ini dinilai “merayu” pemerintah agar bisa meluluskan surat SKT dengan pernyataan setia kepada negara. Akibatnya memunculkan sejumlah pertanyaan terkait kesetiaan para pemangku ormas ini, apakah mereka setia betulan atau hanya untuk melicinkan jalan penerbitan SKT ?
Logikanya jika sebuah ormas besar seperti ini tak mungkin bergerak tanpa “surat jalan”. Karena dalam suatu negara mempunyai aturan sendiri, yang mana harus dipatuhi oleh warga negaranya.
Sebab, peraturan yang ada dibuat guna melindungi dan bukan membebani. Kalau FPI ini tak mau mengikuti aturan yang ada tentunya harus siap dibubarkan. Toh, kredibilitasnya akan dipertanyakan tanpa adanya SKT ini bukan? Terlebih FPI bukan ormas kemarin sore yang ketika menemui sejumlah masalah kemudian “ngambek”.
Jika FPI betul setia seperti ikrar yang dinyatakan, berarti siap mengganti paham-paham yang sebelumnya dipermasalahkan. Mengingat paham ini dinilai cukup membuat kontroversi sepanjang kiprah ormas FPI. Bukan tak mungkin jika tak mematuhi segala aturan yang ada jalan FPI akan semakin sulit kedepannya. Siapa yang mau tetap di organisasi tanpa SKT yang tak pasti?
Penulis adalah pengamat sosial politik