Deklarasi KAMI Kental Nuansa Politis

Oleh : Rebecca Marian

Koalisi aksi menyelamatkan Indonesia (KAMI) adalah kumpulan tokoh nasional yang beralasan untuk menyelamatkan Indonesia. Deklarasi KAMI yang dilakukan awal agustus 2020 sontak dicela masyarakat karena kental akan nuansa politis. Kebanyakan mereka adalah anggota partai oposisi dan seakan bergabung untuk menjungkalkan pemerintahan.

Din Syamsudin, Said Didu, Refly Harun, Rocky Gerung, dan tokoh lain membentuk koalisi aksi menyelamatkan Indonesia. Deklarasi ini dibuat karena mereka merasa Indonesia butuh diselamatkan dari pemerintahan yang kurang kompeten. Mereka mengkritik dan beralasan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, jadi berhak untuk meluruskan tindakan pemerintah.

Baca Juga

Menuut Din, KAMI adalah gerakan moral yang terdiri dari berbagai elemen, suku, agama, serta profesi. Koalisi ini adalah gerakan moral untuk menyelamatkan Indonesia. Bahkan KAMI juga didukung oleh tokoh politik senior dan mantan pejabat, serta ahli ekonomi. Deklarasi serupa juga akan dilakukan di kota-kota lain di seluruh Indonesia.

Sayangnya pembentukan koalisi ini gagal mendapat simpati masyarakat. Malah mereka dicap sebagai kumpulan tokoh yang hanya mencari muka dan hanya berkedok ingin menyelamatkan Indonesia dari krisis. Padahal tujuan utamanya sangat politis, agar suatu saat bisa terpilih lagi. Entah jadi pejabat pemerintah, anggota DPR RI, atau posisi strategis lain.

Pakar komunikasi Politik Iman Soleh menyatakan aksi yang diadakan KAMI hanya kelompok kecil masyarakat yang mengaku sebagai warga negara yang kritis. Kenyataannya, mereka hanya avonturir politik yang kehilangan popularitas. Sehingga butuh deklarasi koalisi dengan alasan untuk menyelamatkan Indonesia, padahal modus untuk mendapatkan panggungnya kembali.

Jika ingin dapat simpati masyarakat, caranya bukan seperti itu. Para tokoh nasional tersebut bisa saja membentuk yayasan donasi atau bekerja sama membangun bisnis agar bisa menyerap banyak tenaga kerja. Otomatis mereka akan dipercaya masyarakat. Jika hanya deklarasi bernuansa politis, malah akan dicemooh karena dianggap jual omong kosong.

Denny Siregar, pegiat media sosial juga menyatakan bahwa KAMI hanyalah koalisi sakit hati. Mereka bersatu karena untuk menunggu pemilihan presiden 4 tahun mendatang, masih terlalu lama. Dalam artian, bisa saja sekarang mereka bersatu tapi jelang tahun 2024 bubar karena bergabung dengan partai politik masing-masing, karena kepentingannya berbeda.

Apalagi ketika banyak tokoh yang marah karena tidak ditunjuk sebagai mentri oleh presiden, padahal merasa partainya memenangkan banyak suara di pemilu lalu. Untuk memilih mentri memang presiden melihat kemampuan seseorang, bukan hanya latar belakang partainya. Mereka jadi sibuk mengkritisi pemerintah, lalu mencari perhatian dengan membentuk koalisi.

Situasi politik di Indonesia memang sangat dinamis. Apalagi ketika Presiden Joko Widodo terpilih untuk kedua kalinya. Sejak 2014 memang banyak oposisi yang mencela pemerintah, padahal jika mereka yang memegang tampuk kekuasaan, belum tentu bisa mengatur Indonesia dengan bijaksana. Jadi koalisi seperti KAMI tidak dianggap serius oleh pemerintah.

Pemilihan presiden tahun 2024 memang masih lama, tapi publik sudah bertanya-tanya, siapa yang nanti akan jadi calon presiden selanjutnya? Mumpung masih 4 tahun lagi, bisa jadi para tokoh dalam koalisi mempromosikan diri dengan membuat berita peliputan koalisi tersebut. Jadi masyarakat akan bersimpati dan memilihnya jadi calon presiden kelak.

Sayangnya langkah KAMI malah jadi bumerang karena mereka dianggap tidak menghormati masa pandemi. Koalisi itu dianggap masyarakat jadi kumpulan kritikus yang hanya berjualan pepesan kosong, namun tidak ada bukti nyata untuk menyelamatkan Indonesia. Mereka lupa bahwa rakyat butuh kepastian dan tindakan, bukan hanya janji palsu.

Nuansa politis dalam deklarasi KAMI sangat terlihat dan masyarakat beramai-ramai mem-bully mereka yang dianggap seperti anak kecil yang haus perhatian. Tindakan anggota koalisi malah jadi blunder karena gagal mendapat simpati dari seluruh rakyat Indonesia. Karena jika ingin menyelamatkan Indonesia, bisa dengan donasi, bukan koalisi.

Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta

Related Posts

Add New Playlist