Hukum Adat Tidak Tepat Untuk Kasus Lukas Enembe
Oleh : Moses Waker
Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi, Gubernur Papua tersebut tercatat telah 2 kali mendapatkan surat panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi panggilan tersebut tidak diindahkan.
Baca Juga
Bahkan ada gerakan dari masyarakat yang menghalangi proses penyidikan, karena Lukas akan ditindak dengan hukum adat, tentu saja hukum tersebut tidaklah relevan dengan kasus yang menimpa Lukas Enembe.
Ketua Forum Badan Musyawarah Tanah Papua, Frans Ansanai mengatakan bahwa tidak tepat apabila kasus dugaan korupsi APBD dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar yang melibatkan Gubernur Papua Lukas Enembe diselesaikan dengan menggunakan hukum adat. Tidaklah benar apabila hal ini ditarik menjadi proses dalam hukum adat di Papua.
Frans juga meminta kepada Lukas untuk menjalani tahapan hukum apapun dengan baik. Jika tidak, pemerintah bisa mengambil langkah tegas terhadap yang bersangkutan dalam kapasitasnya sebagai gubernur.
Di kesempatan yang sama, pengamat politik dan isu strategis Prof Imron Cotan menilai, pemerintah harus diakui telah menunjukkan itikad baik untuk memajukan Papua.
Hal tersebut telah dibuktikan dengan terbutnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 08/2020, yang dirancang untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua dalam melibatkan seluruh kementerian dan lembaga terkait.
Realisasi itikad baik tersebut, juga termasuk dalam peningkatan besaran dana otsus (otsus) bagi Papua dari 2% Dana Alokasi Umum nasional. Menjadi 2,25%. Tentu sudah selayaknya good will pemerintah tersebut diimbangi secara setara oleh para pemangku kepentingan di tanah Papua.
Direktur Moya Institute, Hery Sucipto menuturkan, kebijakan positif pemerintah membangun Papua telah dirusak oleh pemimpin daerahnya. Oleh sebab itu, menurutnya, Lukas harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum terhadap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukannya.
Pada kesempatan berbeda, pemimpin adat (Ondoafi) dari Tanah Tabi di Papua Yanto Eluay menegaskan bahwa masyarakat adat Papua mendukung KPK untuk mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan Lukas Enembe. Dukungan tersebut digunakan untuk mengungkap penyalahgunaan data Otsus Papua yang dilkukan oleh para pejabat.
Selain dukungan kepada KPK, dirinya juga berharap kepada pemerintah pusat untuk memberikan perhatian terhadap pelayanan masyarakat yang saat ini terkendala akibat Lukas Enembe yang sakit. Karena bagaimanapun juga Masyarakat Papua masih membutuhkan pelayanan pemerintah. Pemerintah pusat agar dapat menunjuk pejabat untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan publik.
Sebelumnya, tim kuasa hukum dan dokter pribadi Lukas Enembe mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, untuk bertemu dengan tim penyidik yang dipimpin langsung oleh Direktur Penyidik KPK guna membahas soal kondisi kesehatan Lukas Enembe.
Ketua KPK Firli Bahuri mengaku bahwa KPK lebih memilih untuk menjaga HAM milik Lukas Enembe dalam penanganan kasus tersebut, termasuk hak Lukas untuk mendapatkan pengobatan. Dirinya juga berharap agar Lukas Enembe bisa memberikan kesempatan kepada KPK untuk memberikan keterangan .
Sebelumnya, Sekretaris Barisan Merah Putih yang juga tokoh pemuda Papua Martinus Kasuay mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Lukas Enembe. Sudah sewajarnya siapapun yang bersalah harus diberikan sanksi hukuman pidana, sesuai dengan proses hukum yang berlaku.
Martinus juga menyatakan bahwa kasus korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe merupakan kasus pribadi yang tidak ada kaitannya dengan politisasi atau kriminalisasi. Kasusnya adalah murni karena terkait dengan hukum.
KPK telah memeriksa sebanyak 50 saksi dalam penyidikan kasus dugaap suap yang menjerat Lukas Enembe. KPK juga telah menggelar rapat koordinasi (rakor) terkait penanganan perkara Lukas Enembe bersama Menkopolhukam, Wamendagri, Menkes, TNI, Polri, Polda Papua, Pangdam Cenderawasih dan Tim Dokter IDI di Gedung Merah Putih KPK. Salah satu yang disepakati ialah Lukas Enembe akan diperiksa kesehatannya oleh Tim Kesehatan. KPK juga belum memberikan pengumuman secara resmi terkait dengan status tersangka Lukas Enembe.
Peneliti Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman meminta KPK untuk tegas dalam menangani perkara terkait dengan Lukas Enembe, Zaenur meminta agar KPK menjemput paksa Enembe apabila tidak memenuhi panggilan yang telah ditujukan.
Selain itu, Zaenur juga menyarankan agar KPK dapat menggunakan pendekatan sosial dengan menggandeng tokoh setempat. KPK harus memberi paham kepada para pembela Enembe bahwa ini merupakan murni proses hukum.
Masyarakat di Papua juga dihimbau untuk tidak menghalang-halangi proses hukum yang saat ini tengah dilakukan KPK. Karena bagaimanapun juga Gubernur Papua masih dilanda.
Hukum adat tentu saja tidak tepat digunakan untuk memproses masalah yang menyangkut Lukas Enembe, karena bagaimanapun juga, Lukas Enembe merupakan publik figur di Papua, sehingga harus memberikan keteladanan bagi masyarakat Papua
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo