PTM 100 Persen Harus dengan Prokes Ketat
Oleh : Endah Reni
Mulai awal Januari 2022 para murid kembali sekolah PTM (pembelajaran tatap muka) setelah hampir 2 tahun sekolah online.
Baca Juga
Namun demikian, pelaksanaan kegiatan tersebut harus disertai Protokol Kesehatan (Prokes) ketat guna mencegah terbentuknya kluster Corona baru seiring adanya varian Omicron.
Ketika awal pandemi yang paling diperhatikan adalah kesehatan anak-anak karena mereka relatif lebih mudah tertular Corona. Oleh karena itu pemerintah memutuskan untuk melakukan PJJ (pembelajaran jarak jauh) bagi para murid dari jenjang SD hingga SMA, juga mahasiswa.
Semua kegiatan sekolah dilakukan via aplikasi Zoom, Google meet, dan WA.
Akan tetapi pada awal tahun 2022 ini situasi sudah relatif aman, terbukti dari jumlah pasien Corona yang terus menurun.
Jika pada pertengahan tahun lalu mencapai lebih dari 50.000 orang per hari maka jumlah pasien Covid pada januari ini ‘hanya’ 170-an per hari. Oleh karena itu Pemda DKI Jakarta dan banyak daerah lain mulai memperbolehkan PTM (pembelajaran tatap muka).
Kita tidak usah cemas akan sekolah offline karena dipastikian sesuai dengan protokol kesehatan. Bahkan di beberapa sekolah diadakan simulasi terlebih dahulu untuk mengetahui bagaimana nanti suasana pembelajaran tatap muka yang sebenarnya. Dengan simulasi maka bisa diperlihatkan bahwa semuanya sesuai dengan protokol kesehatan dan gedung sekolah disemprot dengan disinfektan terlebih dahulu.
Presiden Jokowi berpesan bahwa pembelajaran tatap muka sudah diperbolehkan tetapi harus dengan prokes ketat, bahkan wajib memakai masker ganda. Dalam artian, masker yang dipakai tidak hanya yang sekali pakai (seperti N95) tetapi dilapisi dengan masker kain. Tujuannya untuk memperkuat filtrasi sampai 90%.
Masker ganda menjadi salah satu syarat utama dalam pembelajaran tatap muka karena saat ini Corona terus bermutasi dan bahkan sampai varian Omicron. Dengan double masker maka diharap akan menahan laju droplet dari OTG sehingga anak-anak akan sehat walau sekolah offline. Mereka juga diberi pesan agar tidak boleh melepas masker ketika berada di sekolah maupun perjalanan pulang.
Salah satu yang menjadi perhatian saat pembelajaran tatap muka adalah protokol kesehatan jaga jarak, sehingga para murid tidak bisa duduk semeja berdua (bahkan bertiga) seperti pada masa sebelum pandemi. Jumlah siswa yang ada dalam sekelas maksimal 50% sehingga hanya setengahnya yang masuk, sementara yang lain mengerjakan tugas di rumah. Oleh karena itu ada sistem shift dan tidak tiap hari masuk sekolah.
Para murid juga diberi pesan untuk tidak boleh mengobrol dalam jarak dekat dan bergerombol seperti dulu, jadi saat jam istirahat guru diminta untuk memantau. Memang agak susah terutama bagi murid yang masih TK atau SD kelas 1 tetapi semuanya harus menurut. Mereka juga disarankan membawa bekal karena kantin masih tutup, karena dipastikan akan ada kerumunan di sana.
Selain sang murid, para guru dan staff lain juga wajib mematuhi protokol kesehatan. Jangan malah muridnya pakai masker (plus faceshield) tetapi gurunya malah malas pakai masker. Ketika guru jadi OTG maka berbahaya karena ia bisa menularkan Corona ke sekian banyak murid. Oleh karena itu mereka wajib pakai masker, cuci tangan, dan mematuhi protokol kesehatan lain.
Pembelajaran tatap muka menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh para murid karena sejujurnya mereka sudah lelah menjalani sekolah online. Akan tetapi semuanya harus sesuai dengan protokol kesehatan seperti memakai masker ganda, mencuci tangan (atau memakai hand sanitizer), menjaga jarak, dan poin-poin lain. Mereka akan bisa sekolah normal dan mendapat ilmu sekaligus aman dari Corona.
)*Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute