Polemik Alih Status Pegawai KPK Harus Segera Dihentikan

 

Oleh : Reza Pahlevi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk memberantas tikus-tikus kantor. Pengamat politik Boni Hargens menyebutkan bahwa polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK untuk alih status sebagai aparatur sipil negara (ASN) harus segera dihentikan.
Sebab, polemik berkepanjangan tentang TWK tersebut justru akan membuat lembaga antirasuah tersebut kesulitan dalam bekerja dan mengusut perkara korupsi yang masih mangkrak. Pria asal Nusa Tenggara Timur tersebut menyadari, bahwa pelaksanaan TWK menjadi polemik berkepanjangan karena ada kelompok yang tidak lulus tes tersebut. Boni menilai bahwa kelompok yang tidak lolos tes tersebut memainkan narasi dan tidak mengakui hasil dari tim asesor TWK yang nyatanya diisi oleh orang yang berkompeten.
Senada dengan Boni, Direktur Eksekutif Ovesight of Indonesia Democratic Policy Satyo Purwanto mengungkapkan harapan senada agar polemik TWK bisa cepat selesai. Sebab, tutur dia, polemik yang muncul setelah tes tersebut dapat mengganggu kinerja KPK. Dia menilai, masyarakat publik dan semua pihak semestinya memberikan ruang bagi KPK dalam menyelesaikan perkara korupsi besar, misalnya pengadaan bansos wilayah Jabodetabek pada tahun 2020. Dirinya mengungkapkan bahwa KPK lumayan terganggu, apalagi sampai saat ini tidak ada tersangka baru yang ditangkap. Menurutnya, pegawai yang dipecat setelah tidak lulus TWK bisa berkarya di tempat selain KPK. Tentunya dengan membawa semangat memberantas praktik rasuah di tanah air.
Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Pulau Jawa memberkan dukungan kepada KPK agar tetap bekerja secara independen dalam memberantas korupsi di tanah air. Mahasiswa diajak untuk mengawal kerja lembaga antirasuah. Koordinator BEM Nusantara Pulau Jawa Ahmad Marzuki Tukan mengatakan, pihaknya mendorong agar isu-isu yang terkait dengan KPK agar segera berakhir dan KPK dapat kembali menjalankan fungsinya sebagai lembaga independen untuk memberantas korupsi.
Menurut Ahmad, polemik TWK yang menyeruak ke publik sudah semestinya diselesaikan di internal KPK. Pihak yang merasa tidak puas dengan hasil tes tersebut sebaiknya menempuh jalur hukum. Ahmad juga menyerukan kepada mahasiswa agar tidak ikut terprovokasi dengan isu alih status pegawai KPK menjadi ASN. Mahasiswa haruslah jeli dalam melihat problem yang ada di KPK.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Setara Institute Hendardi menuturkan, sudah waktunya polemik dan manuver pilitik pihak yang tidak lulus TWK ini dihentikan karena tidak produktif dan tersedia mekanisme hukum PTUN untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Ia menilai, pemanggilan yang dilakukan oleh Komnas HAM terhadap KPK dan BKN tidaklah tepat dan terkesan mengada-ada. Langkah tersebut dianggap seperti terpancing irama genderang yang ditabuh ileh sekitar 5.4% pegawai KPK yang gagal saat TWK.
Hendardi menuturkan, TWK yang diselenggarakan KPK melalui vendor BKN dan beberapa instansi terkait yang profesional adalah semata urusan administrasi negara yang amsuk dalam lingkup tata negara (HTN). TWK merupakan perintah undang-undang dalam rangka alih tugas pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
Analoginya, jika misalkan ada mekanisme seleksi untuk pegawai Komnas HAM dan kemudian ada sebagian kecil yang tidak lulus apakah mereka bisa otomatis mengadu ke Komnas HAM dan langsung diterima dengan mengkategorisasi sebagai pelanggaran HAM?
Hendardi berujar, bahwa dalam setiap pengaduan ke Komnas HAM diperlukan mekanisme penyaringan masalah dan prioritas yang memang benar-benar memiliki aspek pelanggaran HAM. Sehingga Komnas HAM tidak dapat dengan mudah digunakan sebagai alat siapapu dengan kepentingan apapun.
Dalam persoalan alih status menjadi ASN di manapun, sangat wajar jika pemerintah menetapkan kriteria-kriteria tertentu sesuai amanat UU. Karena, untuk menjadi calon pegawai negeri tentu saja memerlukan syarat-syarat tertentu termasuk melalui sejumlah test antara lain tentang kebangsaan.
Perlu diketahui juga, bahwa ada 9 poin yang membuat karyawan KPK tidak lulus TWK. Antara lain mengakui setuju bahwa Pancasila diubah dan tidak setuju pembubaran FPI dan HTI. Jumlah pegawai KPK yang tidak lolos hanyalah segelintir saja, tidak lebih banyak daripada yang diterima. Apalagi dengan pengalihan status pegawai menjadi ASN, sudah tentu wajib hukumnya jika para pegawai KPK memiliki karakter nilai dasar, kode etik dan kode perilaku yang menjadi prinsip dasar seluruh ASN.

Baca Juga

Penulis adalah warganet tinggal di Depok

Related Posts

Add New Playlist