Oleh: Dombe Lokbere (Mahasiswa Papua di Yogyakarta)
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) menyatakan bahwa Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua termasuk kelompok teroris, yang pada akhirnya disebut sebagai Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua. Sebuah keputusan hukum dan politik yang disambut baik oleh banyak kalangan.
KST di Papua memang sangat meresahkan seluruh rakyat Indonesia, khususnya warga Papua. Bertahun-tahun mereka menyebarkan teror secara fisik maupun psikis. Bahkan, dalam aksinya selama ini, ribuan orang telah mereka bunuh, mulai dari aparat TNI/Polri hingga warga sipil. Dengan mental pengecut mereka selalu melarikan diri ke dalam hutan setelah melakukan aksi teror.
Baca Juga
Kekuatan politik memang dimainkan oleh orang-orang pendukung KST di Papua, terutama pihak-pihak yang berada di luar negeri. Mathias Wenda, Benny Wenda, dan Veronica Koman adalah diantaranya yang menghembuskan isu soal adanya ketidakadilan politik, ekonomi, dan hukum di Papua.
Mathias dan Benny malah lebih jauh lagi tindakannya, karena mereka adalah pendiri dua kelompok pemberontak di Papua, yaitu Pembebasan Nasional Papua Barat (WPNCL) oleh Mathias Wenda dan Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) oleh Benny. Kedua kelompok ini gencar melakukan aksi, yang kemudian didukung oleh gerakan vokal mengatasnamakan HAM oleh Veronica di Australia.
Keputusan untuk menetapkan KKB menjadi kelompok teroris adalah pintu masuk bagi penegakan hukum di NKRI dengan lebih masif, tanpa harus khawatir akan dikecam oleh negara-negara lain. Rasanya tidakk ada satu negara pun yang secara terbuka membela kelompok teroris. Tentu saja ini sebuah kemenangan besar bagi aksi penegakan hukum dan kedaulatan NKRI di Tanah Papua.
Kita pahami bersama bahwa pembunuhan yang dilakukan KKB di Papua (KST) kepada warga sipil juga melanggar HAM dan hak hidup yang tidak dapat ditolerir dalam keadaan apapun, bukan tafsir sepihak kelompok LSM yang berlindung dibalik kata “Humanis”. Hal lain dengan adanya pernyataan resmi dari pemerintah RI bahwa KKB di Papua adalah teroris.
Selama ini pemberantasan terorisme memang lebih banyak menyasar kepada kelompok-kelompok agama tertentu, sehingga kemudian muncul sinyalemen bahwa polisi “tidak adil” atau bahkan yang lebih tajam “memusuhi agama tertentu”. Padahal, kedua sinyalemen itu mustahil dilakukan oleh institusi sebesar kepolisian.
Sebagai kelompok teroris bersenjata, titisan OPM di Papua memang tidak membawa agama di dalam gerakannya, melainkan murni politik. Kelompok Separatis dan Teroris juga merupakan sumber konflik bagi masyarakat Papua, maka warganet dan kaum milenial asli Papua perlu mendukung penegakan hukum terhadap KST Papua.