Oleh : Raavi Ramadhan
Pandemi belum berakhir namun malah terbentuk klaster baru di 3 tempat, yakni perkantoran, pilkada, dan keluarga. Klaster terbentuk karena kelengahan dalam memakai masker serta lupa tidak menjaga jarak. Masyarakat wajib waspada dan meningkatkan daya tahan tubuh. Serta tetap disiplin dalam menaat protokol kesehatan.
Jumlah pasien Covid-19 di Indonesia masih cukup tinggi namun anehnya orang-orang seakan lupa bahwa kita masih berada dalam pandemi covid-19. Seolah-olah tak terjadi apa-apa dan mereka beraktivitas seperti biasa. Kalaupun memakai masker, sampai tempat tujuan lain, langsung dilepas. Padahal pemerintah terus mensosialisasikan protokol kesehatan.
Baca Juga
Penurunan kedisiplinan masyarakat ini yang membuat klaster baru. Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa kita harus waspada akan terbentuknya 3 klaster yang memiliki potensi penyebaran Covid-19. Yakni klaster perkantoran, pilkada, dan keluarga. Menurut Jokowi, klaster perkantoran terbentuk karena pegawai lupa menerapkan protokol kesehatan di kantor.
Memang sudah banyak orang yang memakai masker di perjalanan. Namun sayangnya sampai kantor malah dilepas begitu saja. Padahal bisa jadi mereka lupa menjaga jarak dan ketika ada rekan kerja yang jadi OTG, bisa berpotensi tertular. Apalagi jika di ruang kantor ventilasinya kurang dan ini berbahaya karena menurut WHO, Covid-19 bisa menular via udara pengap.
Baca juga: Menjaga Kesehatan Jiwa dan Pikiran Demi Suksesnya Era Adaptasi Kebiasaan Baru
Potensi penyebaran Covid-19 di perkantoran juga terjadi ketika jam makan siang. Karena saat makan, masker otomatis dilepas. Pegawai harus memilih warung atau rumah makan yang mematuhi protokol kesehatan. Jika bisa, lebih baik delivery order dan dimakan di kantor atau membawa bekal nasi dari rumah.
Presiden juga mengutus Mendagri Tito Karnavian untuk mengawasi Pilkada agar tidak terbentuk klaster baru. Memang akhir tahun ini akan ada pemilihan kepala daerah langsung. Potensi terjadinya klaster terjadi ketika calon pemimpin berkampanye dan mengumpulkan massa. Mereka memang pakai masker dan face shield tapi lupa tidak mematuhi aturan jaga jarak.
Pilkada harus diawasi betul karena selain untuk mencegah kecurangan, juga mengurangi potensi penyebaran Covid-19. Proses pencoblosan harus sesuai protokol kesehatan, jadi ada keran untuk cuci tangan. Saat mengantri juga tak boleh duduk berdempetan.
Ada tanda silang di antara 2 kursi untuk menjaga jarak, dan tidak boleh ditempati.
Sedangkan klaster keluarga, menurut Presiden, terjadi karena masyarakat merasa aman.
Sehingga melupakan protokol kesehatan dan malah menularkan Covid-19. Padahal menurut peraturan, seharusnya tiap anggota keluarga harus mandi, keramas, dan ganti baju saat masuk rumah. Namun ada orang tua yang lupa dan langsung menggendong dan mencium anaknya.
Klaster keluarga yang paling berbahaya karena di dalam rumah kita tak pakai masker. Kita juga tidak curiga jika ada anggota keluarga yang melupakan protokol kesehatan, karena dekatnya hubungan. Selain rajin membersihkan tubuh, cara mencegahnya adalah dengan membersihkan rumah dan menyemprot disinfektan. Terutama pegangan pintu, karena sering dipegang.
Selain itu, untuk mencegah terjadinya klaster, maka kita masih tetap harus jaga imunitas dengan rajin berolahraga dan mengkonsumsi makanan bergizi. Minum air putih setidaknya 2 liter sehari dan makan buah dan sayuran segar. Teruskan juga kebiasaan untuk minum herbal seperti sari lemon, jahe atau kunyit. Jika perlu minum kapsul vitamin C.
Kita jangan sampai lengah sedikitpun dan melupakan protokol kesehatan. Apalagi OTG makin banyak dan tidak menunjukkan gejala penyakit apa-apa. Tahu-tahu mereka dirawat d RS karena Covid-19 dan kita menyesal karena saat duduk bersebelahan di kantor atau tempat umum lain, lupa tak pakai masker.
Selalu taati protokol kesehatan dan bersabarlah sampai pandemi covid-19 benar-benar selesai. Memakai masker dan mencuci tangan tidak susah. Jika ada rekan kerja yang lalai dan tidak pakai masker, segera berikan selembar masker kain agar kita semua aman dari bahaya Covid-19.
Penulis adalah mahasiswa Universitas Pakuan Bogor