Oleh : Alfisyah Kumalasari
Pelambatan ekonomi global di satu sisi dan peningkatan jumlah angkatan kerja di sisi lainnya menjadi persoalan serius yang harus segera dipecahkan.
Pemerintah dibawah arahan Presiden Jokowi pun berinisiatif memecah kebuntuan tersebut dengan menyederhanakan regulasi melalui skema Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) . Hadirnya RUU Omnibus Law Ciptaker diyakini mampu mempermudah investasi, menggerakkan perekonomian, hingga menyerap tenaga kerja produktif di Indonesia.
Baca Juga
Baca juga: Penerapan Omnibus Law Ciptaker Mampu Serap Tenaga Kerja
Embrio Omnibus Law berawal Pidato Presiden Joko Widodo pada Sidang Paripurna MPR RI Dalam Rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024, pada 20 Oktober 2019 di MPR.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi membahas upaya membangun SDM yang pekerja keras, yang dinamis, Pemerintahan akan mengajak DPR untuk menerbitkan UU Cipta Lapangan Kerja yang menjadi Omnibus Law untuk merevisi puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan yang menghambat pengembangan UMKM.
Selain itu, investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan dan prosedur yang panjang harus dipotong demi mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Investasi guna menumbuhkan perekonomian nasional menjadi poin penting untuk menyerap tenaga kerja.
Sebagaimana diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran terbuka pada Agustus 2019 sebesar 5,28% atau mencapai 7,05 juta orang. Angka pengangguran tersebut naik secara jumlah dibandingkan Agustus 2018 sebesar 7 juta orang. Selain itu, setiap tahun angkatan kerja baru bertambah sebanyak 2 Juta orang, sehingga RUU Omnibus Law Ciptaker mendesak untuk diterapkan
RUU Cipta Kerja ini adalah niat baik pemerintah untuk membuka lapangan kerja seluas mungkin bagi rakyat Indonesia dengan menciptakan ekosistem investasi yang lebih nyaman dan mudah.
Pemerintah berkepentingan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan Perluasan Lapangan Kerja yang memerlukan Investasi, dan upaya Perlindungan Pekerja (existing). Sehingga dalam rangka penciptaan lapangan kerja baru, dan peningkatan perlindungan bagi pekerja, diperlukan reformasi regulasi secara menyeluruh, termasuk sektor ketenagakerjaan.
Oleh sebab itu, RUU Cipta Kerja ini tidak bisa dilihat hanya dari sisi kepentingan buruh atau karyawan yang sudah mendapatkan pekerjaan saat ini. Namun juga yang harus dilihat ada 7 juta masyarakat pengangguran yang kini sangat membutuhkan pekerjaan.
Pemerintah melalui RUU Cipta Kerja ini melihat perlu menyederhanakan dan memberikan kepastian hukum sehingga akan tercipta ekosistem investasi yang baik dan nyaman, yang pada akhirnya menciptakan lapangan kerja baru, tidak terkecuali di bidang properti.
Kepala Riset Reliance Sekuritas Lanjar Nafi menyampaikan, permintaan sektor properti diyakini akan terus tumbuh, apalagi dengan Omnibus Law, pengembang diberi kemudahan sehingga ujungnya konsumen pun mendapat keuntungan.
Terkait adanya segelintir kritik terhadap Omnibus Law Ciptaker hal itu menjadi hal yang lumrah. Kritik tersebut juga harus dapat disampaikan dalam kanal-kanal resmi sehingga dapat terakomodir dengan baik.
Namun jauh lebih penting, pelaku usaha, buruh dan pemerintah harus memiliki paradigma yang sama dalam merespon berbagai tantangan ke depan. Jika tidak, maka kita akan menghadapi potensi beralihnya investor ke negara lain yang semuanya lebih kompetitif, dan kita gagal menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang belum mendapat pekerjaan saat ini.
Berkaca pada kondisi saat ini, Omnibus Law Ciptaker mendesak untuk segera diterapkan. Kendati RUU Omnibus Law Ciptakerja masih menimbulkan sedikit persoalan, terutama terkait pasal perburuhan, itu bukan menjadi penghalang untuk menghambat lahirnya peraturan tersebut.
.
Penulis adalah pengamat sosial politik