Oleh : Rebeca Marian
Ulang tahun organisasi Papua merdeka tanggal 1 desember menjadi tanggal yang mendebarkan, karena mereka punya tradisi untuk menampilkan diri di depan publik. Mereka juga memprovokasi rakyat di Bumi Cendrawasih agar mendukung OPM dan tak lagi menurut pada pemerintah. Masyarakat diminta untuk meningkatkan kewaspadaan.
Papua adalah provinsi yang paling bungsu bergabung dengan Indonesia, namun tetaplah bagian dari negeri ini. Warga sipil di Bumi Cendrawasih juga mencintai NKRI. Apalagi di era Presiden Jokowi. Papua begitu diperhatikan, bahkan beliau tercatat sebagai presiden yang paling sering berkunjung ke sana. PON juga akan diselenggarakan di Papua dan kepercayaan ini membuktikan kecintaan pemerintah.
Baca Juga
Namun sayangnya ada oknum yang tidak suka melihat kedekatan warga sipil Papua dengan pemerintah pusat. Organsasi Papua Merdeka berusaha terus untuk memprovokasi rakyat di Bumi Cendrawasih. Mereka masih kukuh ingin membentuk negara federal Papua Barat dan memisahkan diri dari Indonesia. Serta menganggap hasil pepera (penentuan pendapat rakyat) tidak sah.
Baca juga: Stop Demonstrasi, Gugatan UU Cipta Kerja Ke MKa
Pernyataan OPM tentu menggelikan karena pepera terjadi lebih dari 30 tahun yang lalu. Bagaimana bisa mereka memprotes sesuatu yang sudah sah di mata hukum negara dan internasional? Jika ada anggota OPM yang bilang seperti itu, maka bisa jadi mereka tak meliaht perstiwa pepera tersebut dengan mata kepala sendiri.
OPM juga memprovokasi rakyat Papua untuk mengibarkan bendera mereka, yakni yang bergambar bintang kejora, di hari ulangtahunnya tanggal 1 desember. Masyarakat tentu tidak mau mengibarkannya karena mereka lebih memilih bendera merah putih. Pengbaran bendera bintang kejora adalah sebuah penghinaan terhadap kesucian sang saka merah putih.
Selain masalah bendera bintang kejora, OPM juga mempengaruhi masyarakat melalui isu SARA. Pada sebuah halaman di media sosial Facebook, anggota OPM yang bernama Nathan Maryuana memplokamirkan rencana penyerangan tanggal 1 desember. Mereka mengajak warga sipil Papua untuk ikut berperang melawan aparat, di daerah Sorong hingga Merauke.
Nathan beralasan jika tidak ada penyerangan maka dikhawatirkan ras melanesia di Papua akan dihancurkan oleh suku lain. Dalam artian ia menuduh aparat dan orang lain di Bumi Cendrawasih yang berasal dari suku Jawa, Sunda, dan sebagainya adalah penjajah. Pernyataan ini sangat ngawur dan ia sengaja mengobarkan amarah dengan mengambil isu rasisme.
Tuduhan anggota OPM ini sangat tidak beralasan, karena pemerintah tidak pernah membuat peraturan untuk memusnahkan ras melanesia. Bukankah sejak awal Indonesia berdiri, bhnneka tunggal ika? Berbeda-beda suku tapi tetap 1 jua. Jika ada tuduhan tak berdasar seperti ini bisa menjurus fitnah dan ia bisa kena UU ITE.
Anggota OPM juga dengan licik mencuci otak para remaja yang putus sekolah. Mereka diiming-imingi senapan dan janji surga bahwa bergerilya dengan kelompok kriminal bersenjata itu menyenangkan. Bagaikan jadi pahlawan yang keren dan bisa keluar masuk hutan dan pegunungan dengan gagah berani.
Para ibu dan ayah sebaiknya waspada jika ada anak dan remaja yang dirayu oleh anggota OPM, baik langsung maupun lewat media sosial. Jangan sampai mereka terjerumus dan hidupnya jadi sia-sia karena kena bujukan untuk memberontak. Serta mau menyerang aparat tanggal 1 desember.
Waspadalah terhadap provokasi OPM yang terus mempengaruhi warga sipil Papua untuk ikut memberontak. Saat mereka berulangtahun maka jangan sampai ada yang mengibarkan bendera bintang kejora. Negara federal Papua Barat tidak sah di mata hukum, karena Papua adalah provinsi Indonesia dan tetap jadi bagian negeri ini.
Penulis adalah mahasiswi Papua tinggal di Jakarta