Oleh : Rebecca Marian
Kerusuhan rasial akibat hoaks rasial kembali pecah di Wamena Pada Senin (23/09). Aparat Keamanan bertindak cepat guna meredam tensi ketegangan. Kini situasi berangsur pulih seperti sedia kala.
Setelah suasana mencekam Senin lalu di Wamena, kini keadaanya mulai kondusif. Demo berujung anarkis tersebut ditengarai oleh isu rasialisme.
Yang mana dilakukan oleh seorang oknum guru kepada murid. Namun ternyata isu tersebut hanya hoaks semata. Sekolah Dasar dan Menengah juga dipulangkan agar tidak terjebak suasana demontrasi. Pihak TNI dan Polri sudah mengecek kebenarannya di sekolah terduga terjadinya tindakan rasial tersebut. Dan tidak ada hasil seperti yang ramai diberitakan.
Sebelumnya, massa pengunjuk rasa membakar sejumlah fasilitas publik seperti, kantor Bupati Jayawijaya di Wamena, Papua pada Senin pagi.
Baca Juga
Masyarakat memilih untuk mengungsi di beragam titik. Meski suasana ruwet, aparat keamanan bersiap stand by 24 jam. Semua bentuk objek vital juga turut dijaga ketat. Di Polres Jayawijaya, sedikitnya 3.000 orang tengah mengungsi. Sementara di wilayah kodim 1702 ada sekitar 1.500 orang. Warga memilih untuk mengungsi, karena takut akan terjadi aksi massa susulan.
Dikabarkan setelah pasca kerusuhan sekitar 100 warga mengungsi di rumah seorang oknum polisi. Salah satu warga menjelaskan alasan dia mengungsi karena rumahnya menjadi sasaran pembakaran. Namun, warga dalam pengungsian agaknya telah kekurangan bahan makanan karena banyak toko yang tutup. Pihak kepolisian juga kekurangan pasokan kebutuhan untuk pengungsi.
Harapannya pemerintah ataupun pihak swasta akan segera menurunkan bantuan. Tak hanya stok makanan, perihal sandang juga mereka butuhkan.
Mengingat mereka hanya membawa baju yang dikenakan saat itu saja. Ada pula cerita salah satu pengungsi yang belum mengetahui keadaan rumahnya pasca ditinggal ke pengungsian. Massa tak hanya membakar akses publik,namun juga beberapa rumah warga juga menjadi sasaran amukan.
Sebagai langkah antisipasi, anggota TNI membuat dapur lapangan dengan bahan makanan yang tersedia untuk para warga. Di Kodim sendiri menempatkan warga di area lapangan tenis sebagai lokasinya. Tenda-tenda pleton terpasang, namun tetap menggunakan alas tidur masing-masing.
Sementara itu, Jhon Richard Banua, selaku Bupati Jayawijaya memberikan pernyataan terkait kerusuhan tersebut. Ia menilai jika aksi ini merupakan tindakan yang anarkis. Karena pelemparan juga pembakaran mengiring kejadian ini. Jhon mengimbau kepada masyarakat agar tidak terprovokasi dan terpancing kabar hoax tersebut. Ia juga meminta agar bekerja sama untuk menjaga keamanan, agar situasi Wamena kembali pulih seperti sedia kala.
Di sisi lain, pemerintah kembali melakukan pembatasan akses internet. Dikutip dari Ferdinandus Setu selaku Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, dalam siaran persnya menyatakan jika pembatasan internet dilakukan guna mempercepat proses pemulihan kondisi keamanan serta ketertiban di Kabupaten Wamena. Pembatasan akses internet ini dilakukan setelah adanya koordinasi dengan aparat penegak hukum serta instansi terkait. Dan akan dibuka saat kondisi Wamena dinilai telah stabil.
Meski terdapat pembatasan ini, masyarakat tetap bisa berkomunikasi dengan menggunakan layanan suara atau voice serta pesan singkat atau SMS. Pemerintah juga mengimbau agar seluruh pihak mampu menahan diri.
Tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi hoax, ujaran kebencian berdasar SARA, hasutan maupun provokasi apapun khususnya di media sosial. Hal ini dinilai sebagai bentuk upaya pengkondisian kembali wilayah Wamena seperti semula.
Aksi-aksi semacam ini tentunya mampu dihindari jika tidak ada yang “sengaja” menyulut kemarahan.
Mengingat isu-isu serupa telah terjadi dan membuat banyak pihak merugi. Sebelumnya yang terjadi di Papua Barat dan Papua-pun akibat isu yang belum diketahui kebenarannya. Mirisnya aksi ini disertai tindakan anarkis dari massa pengunjuk rasa. Sehingga menyebabkan ketakutan warga setempat hingga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, seharusnya seluruh elemen masyarakat bisa menahan diri.
Tidak ikut terprovokasi maupun terpancing untuk ikut melakukan aksi anarkis ini. Selain itu pengaruh media sosial agaknya juga mendominasi, penyebaran isu-isu yang bersifat hoax cukup berhasil memunculkan opini guna menggalang solidaritas. Namun, kenyataannya kesolidaritasan ini berujung rusuh dan merugikan banyak pihak.
Apakah hal ini dinamakan solidaritas? Atau bagian solidaritas yang mana yang diperjuangkan? Semoga Wamena segera 100 persen kondusif, serta aparat keamanan juga warga masyarakat tidak bosan membangun dan menciptakan keamanan bagi kepentingan bersama.