Oleh : Alfisyah Dianasari
Omnibus law UU Cipta Kerja begitu dahsyat sehingga digadang-gadang akan mengubah sektor ketenagakerjaan, ekonomi, dan juga investasi. Masuknya investor jadi harapan baru karena mereka menyuntikkan modal. Sehingga industri di kawasan ekonomi khusus bisa lebih berkembang.
Indonesia dikenal sebagai negeri yang punya banyak potensi alam. Dibuatlah KEK (kawasan ekonomi khusus) sebagai kawasan yang mengolah SDA, dan mendapat fasilita khusus. Sehingga diharapkan wilayah ini menjadi pengatrol ekonomi dan mendorong laju pertumbuhan finansial di Indonesia. Tercatat sudah ada 15 kawasan ekonomi khusus di negeri kita.
Baca Juga
Namun adanya badai corona membuat ekonomi Indonesia hampir rontok. Daya beli menurun drastis sehingga banyak pabrik yang kolaps. Situasi ini juga terjadi di luar sana, karena ada krisis global akibat serangan covid. Pemerintah berusaha keras untuk menaikkan lagi finansial Indonesia dan memperbaiki kawasan ekonomi khusus dengan UU Cipta Kerja.
Sekretaris Menko Perekonomian Suswijono Moegiarso menyatakan bahwa UU Cipta Kerja mempermudah investor untuk memperoleh perizinan dan non perizinan. Di kawasan ekonomi khusus, administrasinya dapat melaksanakan pelayanan mandiri kepabeaan dan tak memerlukan izin usaha dalam sektor industri.
Baca juga: Sinergitas Pemerintah dan Masyarakat Mempercepat Penanganan Covid-19
Tentu tak adanya izin usaha ini tergantung dari industri yang ada dalam kawasan ekonomi khusus. UU Cipta Kerja memang mengubah aturan jadi perizinan berbasis resiko. Jika industrinya beresiko rendah (misalnya industri kecil), baru boleh mengajukan NIB (nomor izin berusaha) sebagai legalitas. Bukan izin usaha yang seperti dulu.
UU Cipta Kerja juga sangat ramah pada industri di kawasan ekonomi khusus, karena undang-undang ini mempermudah masuknya investasi ke Indonesia. Para penanam modal akan tertarik karena ada kemudahan dalam hal perizinan. Dalam UU Cipta Kerja memang ada klaster penyederhanaan perizinan, yang bisa diurus secara online dan didapatkan hanya maksimal 7 hari kerja.
Jika para investor masuk ke industri di kawasan ekonomi khusus, maka mereka bisa bangkit lagi setelah sempat keok akibat badai corona. Misalnya di kawasan Sorong. Di sana ada industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan. Investor bisa membuat industri skala besar dengan mengolah hasil hutan di Papua, dengan alat-alat yang modern.
Misalnya mereka akan bekerja sama dengan pebisnis lokal di Bumi Cendrawasih untuk mengolah ubi agar mampu berdaya jual tinggi. Ubi tak sekadar dijajakan begitu saja, namun diolah menjadi tepung. Sehingga awet dan berharga lebih mahal. Bahkan jika dikemas dalam bungkus alumunium dan divakum, akan memiliki masa simpan yang lebih lama, sehingga bisa diekspor.
Sementara di kawasan ekonomi khusus di Palu, Sulawesi Tengah, ada industri pengolahan rumput laut. Jika ada investor yang tertarik tentu akan mengolah rumput laut dan bukans sekadar dijual jadi pelengkap pada es rumput laut. Namun diolah jadi lembaran rumput laut kering (nori) atau snack rumput laut, dan diekspor ke Jepang. Karena masyarakat di sana sangat menggemarinya.
Dengan masuknya investor ke kawasan ekonomi khusus maka diprediksi akan membawa kemajuan bagi industri kecil di sana.
Sehingga mereka bisa mengembangkan usahanya menjadi lebih besar lagi. Dari usaha skala kecil menjadi berskala nasional, bahkan ke skala internasional. Karena investor juga berpengalaman dalam jual-beli internasional.
UU Cipta Kerja wajib didukung karena membuat industri di kawasan ekonomi khusus jadi membaik.
Jika UU ini diterapkan maka akan banyak investor yang masuk, dan menyuntikkan dana, agar industri itu makin berkembang. Bahkan bisa menjadi industri berskala global. Jika industrinya makin besar maka akan mengurangi pengangguran, karena mereka butuh banyak karyawan baru.
penulis adalah warganet,tinggal di Depok