Tuntas Pandemi Covid Pulihkan Industri Kehutanan

Oleh : Aldia Putra

Pandemi covid-19 memukul industri kehutanan dengan telak. Kinerja ekspor produk industri ini bahkan turun ke level minus. Penyebabnya karena tidak ada penerbangan dan pengiriman barang via laut ke luar negeri, karena negara tujuan sedang di-lockdown. Pengusaha industri kehutanan berusaha keras agar bisnisnya bangkit lagi.

Industri kehutanan dari hulu ke hilir mengalami penurunan sejak awal masa pandemi covid-19. Bambang Hendroyono, Sekertaris Jendral KLHK/Plt Direktur Jendral PHPL menjelaskan sejak awal januari hingga mei, bukannya naik, keuntungannya malah merosot menjadi minus 8,3%. Ketika dibandingkan dengan perIode awal hingga pertengahan tahun lalu.

Baca Juga

Penurunan ini terjadi karena saat pandemi berlangsung, kita tidak bebas mengekspor produk industri kehutanan seperti biasanya. Bandara dan pelabuhan sempat dtutup dan banyak penerbangan yang dbatalkan, sebaga akibat dari lockdown di banyak negara. Pandemi bukan hanya mengakibatkan krisis di Indonesia, namun juga hampir seluruh dunia.

Baca juga: Begini Update Terkini Kasus Covid 19 di Gontor 2

Untuk mengatasi keuntungan yang minus ini, maka Bambang Hendroyono menjelaskan bahwa KLHK akan menerapkan beberapa kebijakan untuk menaikkan produktivitas industri kehutanan. Jadi, ekspor produknya pun juga bisa meningkat. Jika meningkat maka keuntungan akan berangsur membaik sehingga tidak minus lagi.

Di masa adaptasi kebiasaan baru, bandara dan pelabuhan dibuka lagi, sehingga memudahkan keran ekspor. Selain itu, pemerintah akan mengelola hutan dengan pendekatan landscape dan menganalisis beberapa area yang rawan karhutla dan konflik tenurial.

Untuk stimulasi industri kehutanan, maka dimulai dari dari sektor hulu. Pemerintah akan membangun hutan tanaman rakyat dengan cepat dan juga mengembangkan agroforesty. Khususnya di area kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri pada Hutan Tanaman. Agar menghasilkan kayu yang berkualitas tinggi untuk produk ekspor.

Sementara untuk sektor hilir, maka pemerintah akan memantapkan SVLK (sistem verifikasi legalitas kayu, mempermudah pengurusan SVLK untuk industri kecil dan UMKM, serta meningkatkan luas penampang produk ekspor industri kehutanan. Ketika sektor hulu dan hilir dibetulkan sistemnya, maka hasil ekspor akan semakin bagus dan income-nya naik.

Indroyono Soesilo, ketua umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia mengaku sangat berterima kasih kepada perhatian dari pemerintah. Terutama pada kemudahan birokrasi SVLK, sehingga tidak lagi bertele-tele. Selain itu, ia mengusulkan adanya pengembangan diverfikasi produk kayu olahan, sehingga tidak dinilai membosankan oleh klien di luar negeri.

Langkah yang diambil oleh pemerintah dinilai sangat bagus karena masalah pengelolaan hutan harus diurus dengan baik. Apalagi di hutan yang rawan jadi korban karhutla, akan dilakukan pencegahan kebakaran hutan. Karena efeknya merugikan tak hanya di bidang ekonomi tapi juga sosial. Asapnya juga bisa terbang ke negara lain sehingga memalukan nama Indonesia.

Selain itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang notabene seorang sarjana kehutanan, tentu tahu bagaimana cara meng-handle industri kehutanan dengan baik. Juga bersemangat untuk menaikkan income dari produk kehutanan yang diekspor, agar tidak lagi dalam kondisi minus, walau masih dalam masa pandemi.

Pengurusan SVLK yang dipermudah dan birokrasinya ramah bagi pengusaha level kecil akan berdampak positif. Karena bisa dipastikan bahwa produk industri kehutanan yang diekspor adalah kayu yang berstatus legal. Jadi meminimalisir ekspor kayu atau produk industri kehutanan yang ilegal, yang bisa mencoreng nama Indonesia.

Pemerintah berusaha keras menaikkan penghasilan dari produk industri kehutanan, yang kemarin income-nya menurun hingga titik minus. Caranya adalah dengan mengurus industri hutan dari hulu ke hilir, menjaga hutan rawan karhutla, dan memantapkan sistem SVLK. Semoga dengan cara-cara ini kondisi finansial di sektor industri kehutanan akan membaik.

Penulis aktif dalam the Jakarta Institute

 

Related Posts

Add New Playlist