Oleh : Robert Wanggai
Sejak ditetapkan sebagai kelompok teroris, Organisasi Papua Merdeka sepertinya mengalami degradasi kekuatan dan terus melemah. Apalagi pemerintah RI terus berupaya dalam mempersempit gerakan kelompok teroris OPM di Papua yang terus dilakukan oleh personel gabungan TNI-Polri.
Teroris OPM merupakan gerakan yang sulit untuk bersatu karena terdapat banyak faksi. Meski terdapat banyak faksi dan saling berebut kepentingan di internalnya, secara garis besar, kelompok tersebut terdiri dari 3 sayap gerakan, yakni sayap politik, klandestin dan bersenjata.
Baca Juga
Sayap gerakan tersebut memanfaatkan fitur media sosial untuk saling berkomunikasi, merencanakan aksi kerusuhan dan menyebarkan hoax untuk membentuk opini tentang kekejaman pemerintah Indonesia.
Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kapen Kogabwilhan) III, Kolonel Czi IGN. Suriastawa menyatakan, sejauh ini Satgas Gabungan TNI dan Polri telah melakukan tindakan terukur terhadap sejumlah kelompok kriminal bersenjata OPM yang telah dicap sebagai kelompok teroris di Papua.
Suriastawa juga menjelaskan, beberawa waktu lalu, pihaknya telah berhasil menangkap salah satu provokator kerusuhan di Papua yang diduga kuat terafiliasi dengan kelompok OPM, yaitu Victor Yeimo. Selain itu, TNI dan Polri juga telah berhasil menguasai markas kelompok teroris OPM pimpinan Lekagak Talenggen di Wuloni dan Tagalowa, distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua.
Di distrik Ilaga, beberapa anggota teroris OPM berhasil dilumpuhkan dengan timah panas oleh tim gabungan TNI-Polri dan ada pula anggota OPM yang menyerahkan diri.
Suriastawa juga meyakini bahwa kelompok teroris OPM kini semakin melemah. Salah satu indikasi yang menunjukkan melemahnya kelompok teroris OPM adalah terlihat dari pola penyebaran berita atau kabar bohong yang disebarkan oleh jaringan OPM melalui beberapa media online lokal Papua.
Dirinya juga mengatakan, bahwa TNI berjanji akan menumpas habis OPM sampai ke akar-akarnya.
Ia juga menduga bahwa tindak kekerasan berupa penembakan ke sejumlah warga sipil ang sempat terjadi, dilakukan oleh kelompok kriminal separatis lantara rencana strategis gerakan mereka sudah terbongkar. Ia juga menduga hal tersebut dilakukan sebagai upaya memperlihatkan eksistensi mereka kepada negara-negara asing yang menjadi pendonor untuk gerakannya.
Sementara itu gempuran besar-besaran yang dilakukan oleh TNI-Polri, rupanya telah membuat sebagian petinggi dan anggota KKB ciut dan langsung menyerahkan diri.
Salah satunya adalah Alex Hamberi, yang berposisi sebagai Gubernur Nrgara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) sekaligus salah satu pimpinan OPM.
Perlu diketahui, bahwa Alex Hamberi bersama dengan 17 anggotanya mendatangai Satgas Nemangkawi untuk menyatakan diri kembali setia kepada NKRI.
Dalam pernyataannya, Alex mengatakan bahwa selama ini dirinya diangkat menjadi Gubernur NRFPB di Kabupaten Nabire, Papua. Namun, atas kesadaran diri, Ia memilih untuk kembali ke pangkuan NKRI, karena dianggap langkah tersebut selama ini salah.
Alex juga tidak sendirian, ia membawa serta 17 bawahannya untuk mengikuti jejaknya, yakni menyatakan setia pada NKRI.
Saat menyerahkan diri, mereka menggenggam erat bendera merah putih, di mana secara simbolis, hal tersebut merupakan wujud kembalinya Alex dan kawan-kawan ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Momen ini juga disaksikan oleh Aparat TNI-Polri, Kepala Suku Sarakwari Yerisiam Agus Rumatra, Kepala Suku Besar Yerisiam Ayub Kowoy, Kepala Kampung Sima Daniel Inggeruhi dan tokoh agama Pendeta Yohanes Rarawi.
Pada 2020 lalu, kelompok OPM terbukti telah mengumbar kebohongan tidak hanya kepada masyarakat sipil, tetapi juga kepada anggota mereka.
Hal tersebut dialami oleh Tenius Tebuni, seorang ex anggota pasukan elit dari kelompok Rambo Lokbere OPM, pimpinan Egianus Kogoya. Tenius memutuskan untuk menyerahkan diri kepada prajurit TNI, Satuan Tugas Batalyon Infanteri Raider 323/Buaya Putih dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), karena merasa telah ditipu oleh OPM.
Tenius mengungkapkan bahwa OPM berjanji akan memberikannya uang dan kehidupan yang layak jika dirinya berada di kubu OPM. Namun, kenyataannya semua janji tersebut hanyalah omong kosong.
Justru selama bergabung dengan OPM, Tenius kerap merasa kelaparan di dalam hutan, karena minimnya persediaan makanan. Dalam kondisi lapar, OPM juga memaksa Tenius untuk melakukan tindakan kekejaman seperti merampok dan menyiksa masyarakat.
Tentu saja hal tersebut secara gamblang menggambarkan bahwa OPM semakin lemah, apalagi pergerakan mereka juga tidak sesolid yang digembar-gemborkan.
Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Surabaya