Islam sangat menjunjung tinggi toleransi antar sesama pemeluknya. Bahkan untuk agama lainnya pun Islam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk menghakimi, mencaci, dan menghina, apalagi membunuh. Oleh karena itu, Islam datang sebagai agama yang moderat baik dalam penyampaian ajaran-ajarannya dalam pembentukan karakter kepada pemeluknya.
Tetapi, saat ini penilaian baik Islam ini dicederai oleh kelompok-kelompok yang gemar menyalahkan amalan orang lain sebagai suatu kesesatan beribadah, bahkan suka mengkafirkan sesama Muslim, bahkan tak jarang mereka melakukan kekerasan kepada orang lain mengatasnamakan agama. Kelompok ini pun sejatinya mengancam persatuan dan memperburuk citra Islam itu sendiri.
Radikalisme saat ini menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia yang sangat meresahkan. Menurut pegiat anti-radikalisme Haidar Alwi, bentuk radikalisme ini ada tiga macam. Pertama, radikalisme secara keyakinan. Radikalisme lebih mudah mengkafirkan orang lain. Selain itu, radikalisme macam ini lebih kerap menjustifikasi orang lain akan masuk neraka kecuali kelompok mereka. Radikalisme kedua adalah condong pada tindakan. Seperti, kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Kelompok ini yang menghalalkan segala cara dalam melakukan apapun, bahkan pembunuhan atas nama agama menjadi pemebenaran bagi mereka (JAD). Ketiga, radikalisme dalam gerakan politik. Kelompok inilah yang sangat berhasrat menggganti ideologi negara, misalnya Indonesia dengan Pancasila ingin diganti dengan ideologi khilafah atau negara Islam. Lebihnya radikalisme bergerak dalam beberapa aspek dengan nama agama, hingga mereka mencari simpatisan untuk mendukung kegiatan mereka.
Fenomena radikalisme di kalangan umat Muslim pada dasarnya disandarkan paham keagamaan, dan pola keorganisasiannya juga beragam. Mulai dari gerakan moral ideologi seperti Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), serta gerakan yang mengarah pada latihan militer seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam, dan Front Pemuda Islam Surakarta. Pada akhirnya, radikalisme berujung pada terorisme yang merusak citra Islam hingga Islam pun dicap sebagai agama terror yang menyukai jalur kekerasan suci dalam menyebarkan agama.
Munculnya gerakan radikalisme agama ini sudah ada pada masa kemerdekaan. Gerakan radikal yang dimaksud, seperti DI/ TII (Darus Islam/ Tentara Islam Indonesia) dan NII (Negara Islam Indonesia) yang muncul pada tahun 1949. NII awal munculnya di Jawa Barat, Aceh, dan Makassar. Visi dan misi dari gerakan ini, sangat menginginkan syariah sebagai sebagai dasar negara. Setelah itu, muncul Komando Jihad (Komji) pada 1976. Mereka melakukan pengeboman di tempat ibadah. Pada 1977, Front Pembela Islam pun melakukan peledakan pula. Gerakan-gerakan radikal ini kemudian bertebaran di beberapa daerah Indonesia, misalnya Poso, Ambon, dan tempat lainnya. Atsmosfir radikalisme ini tidak pernah luput dari urusan politik. Permasalahan politik acap kali menimbulkan gerakan-gerakan radikalisme atas nama agama. Sehingga berakibat pada kenyamanan umat beragama di Indonesia.
Hasil Survei Lembaga Kajian Islam dan Pedamaian (LaKIP) pada tahun 2011, diambil dari responden pelajar setuju dengan aksi radikalisme. Pada tahun 2015 Setara Institut, siswa dari 144 sekolah di Jakarta dan Bandung. Dalam survei tersebut, sebanyak 75,3% mengaku tahu dengan ISIS, 36,2% responden mengatakan ISIS adalah kelompok teror dan berbahaya. 30,2% menilai kelompok ini melakukan kekerasan atas nama agama. 16,9% menyatakan bahwa ISIS adalah kelompok yang haru didukung, karena mereka ingin mendirikan negara agama Islam. dari data ini dapat kita lihat, pehaman radikalisme utamanya tertuju pada generasi muda. Karena generasi muda adalah paling mudah untuk untuk didoktrin pehaman radikal hingga mereka menjadi anggota dengan militan.
Pada akhirnya, radikalisme menjadi momok besar yang menghantam keharmonisan beragama di Indonesia khususnya. Gerakan dengan sangat gampang mencaci, menyerang dengan kekerasan, bahkan melakukan pembunuhan yang mengatasnamakan gerakan suci dan agama. Lantas Nabi kita Muhammad SAW pun bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim lainnya”. (HR. Abu Daud). Dari sabda ini pun sudah menjelaskan kepada kita, bahwa menakut-nakuti saja dilarang. Apalagi melakukan kekerasan hingga pembunuhan?
Sungguh ironis sekali. Masalah ini pastinya tidak bisa dibebankan pada pemerintah saja, kita pun sebagai masyarakat yang cinta kedamaian, tidak menginginkan radikalisme tumbuh subur dan meretakkan tali persaudaraan kita di Indonesia. Dengan demikian, radikalisme gerakan berbahaya dan menjadi masalah kita saat ini. Dan masalah ini tidak bisa diserahkan pada satu atau dua orang saja, tetapi menjadi masalah kita bersama untuk memerangi radikalisme hingga ke akarnya.
Presiden Prabowo Tingkatkan Sinergitas Antar Instansi Berantas Narkoba Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya…
Komitmen Presiden Prabowo Lanjutkan Pembangunan IKN Berikan Rasa Aman Investor Jakarta – Presiden Prabowo Subianto,…
Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang terletak di Kalimantan Timur terus menjadi sorotan utama…
Apresiasi Kunker Presiden Prabowo ke Luar Negeri Perkuat Kerjasama Ekonomi Oleh : Andi Mahesa Presiden…
Presiden Prabowo Subianto tengah melakukan lawatan luar negeri yang strategis, dengan kunjungan pertama ke Tiongkok…
Pemuda dan Mahasiswa Serukan Pilkada Damai dan Berinteritas Jakarta – Menyambut pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah…