Oleh : Made Raditya
Perubahan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) masih saja berpolemik panjang. Padahal seharusnya dihentikan secepatnya. Tujuannya agar mereka fokus bekerja dengan lebih keras dan tidak rusak konsentrasinya oleh pemberitaan negatif di luar sana.
KPK adalah lembaga negara, oleh karena itu pengangkatan pegawainya menjadi aparatur sipil negara adalah hal yang wajar. Sebelum menjadi ASN, mereka tentu wajib menjalani tes wawasan kebangsaan, karena ini jadi saringan penting saat seseorang ingin jadi pegawai negeri. TWK dianggap fair karena soalnya dibuat oleh lembaga negara lain, bukan KPK.
Baca Juga
Namun permasalahannya, masih saja ada pihak yang sinis dan menuding bahwa ada permainan politik di balik pengangkatan para pegawai KPK. Padahal mereka sudah diangkat jadi ASN, pada tanggal 1 juni 2021 lalu. Orang-orang yang nyinyir masih saja tidak percaya dan memfitnah macam-macam, serta memperpanjang polemik tentang TWK.
Padahal permasalahan ini seharusnya dihentikan per tanggal 1 juni kemarin, karena sudah basi. Untuk apa terus diungkit? Karena jika ada perpanjangan polemik, toh tak bisa mengganti status para pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Guru Besar dari UGM, Nurhasan, menyatakan bahwa polemik yang kontraproduktif seharusnya disudahi. Dengan distribusi tugas sebanyak 94% pegawai KPK, maka pemberantasan korupsi akan jalan terus. Dalam artian, biarkan mereka bekerja demi menjaga uang negara dari tikus-tikus berdasi, daripada diserang sana-sini dan akibatnya jadi stress berat.
Jika ada yang masih mempermasalahkan pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan, maka ini adalah hal yang aneh. Karena proporsi antara pegawai yang lolos dengan yang tak lolos, berbeda jauh, alias yang gagal hanya berkisar 6%. Sehingga dipastikan soal tes ebanr-benar fair dan tidak bermaksud menjungkalkan pihak tertentu.
Nurhasan melanjutkan, para pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan masih diperbolehkan untuk bekerja, dengan syarat harus mengikuti diklat kebangsaan. Memang dari 75 orang yang tak lolos, 24 orang pegawai masih mendapat kesempatan kedua. Sedangkan sisanya masih boleh bekerja hingga bulan oktober 2021.
Oleh karena itu, polemik tentang status pegawai KPK seharusnya tidak diperpanjang. Karena jika terus dibahas, akan terjadi kemunduran. Penyebabnya karena yang dibicarakan adalah kejadian di masa lalu, bukan masa depan. Padahal lebih penting untuk membahas dan merencanakan masa depan, bukan?
Jika masih ada yang berpolemik tentang TWK maka ia masih gagal move on dan mencaci-maki. Padahal tindakannya percuma, karena seribu hujatan di media sosial tidak akan membuat keputusan petinggi KPK berubah. Karena mereka harus tunduk pada peraturan, dan pengangkatan para pegaai KPK sudah punya payung hukum yang kuat, yakni UU KPK.
Sudahlah, hentikan saja perpanjangan ocehan mengenai pegawai KPK dan juga tesnya. Apalagi dengan sengaja mencari-cari kesalahan petinggi KPK seperti Firli Bahuri. Malah jika mereka sengaja menebar fitnah, bisa kena pasal perbuatan tidak menyenangkan. Karena selalu nyinyir atas segala keputusan pemerintah.
Lebih baik kita fokus pada pemberantasan korupsi. Lagipula, para pegawai KPK tidak akan melempem saat sudah resmi jadi ASN.
Penyebabnya karena mereka masih boleh melakukan operasi tangkap tangan seperti biasanya. Para pegawai KPK malah makin trengginas, karena sejak jadi abdi negara ingin bekerja keras untuk membela negara dan memberantas korupsi.
Jangan memperpanjang polemik tentang pengangkatan pegawai KPK maupun tesnya. Karena mereka bisa saja stress, bahkan depresi, karena masalah ini terus di blow up oleh koran kuning. Jangan melihat masa lalu terlalu lama dan mengungkit masalah pengangkatan, karena lebih baik fokus pada target pemberantasan korupsi selanjutnya.
Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini