Oleh: Purista Anggara (Mahasiswa Sosial Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Tak dimungkiri, kian pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini semakin memudahkan manusia dalam melakukan segala hal. Imbasnya, secara bersamaan media juga ikut berkembang dengan semakin modernnya teknologi.
Pada akhirnya perkembangan pesat ini membuat jaringan dunia yang luas ini tidak memiliki sekat sedikit pun.
Baca Juga
Hal ini terlihat semakin mudahnya kita mendapatkan catatan peristiwa-peristiwa dunia dari yang paling penting hingga tak bermanfaat sama sekali, dari yang besar hingga yang tak terlihat, dari yang paling benar hingga yang tidak dapat di percaya tingkat kevalidannya.
Karena pada dasarnya, kondisi kemajuan teknologi ini masyarakat tak hanya sebagai komunikan saja, melainkan juga ikut menjadi pelaku dalam menyebar informasi.
Keberadaan media juga bisa disebut sebagai patokan masyarakat dunia termasuk masyarakat Indonesia dalam menentukan kelompok di kehidupan.
Baik kelompok-kelompok yang menyukai komedi, berita tentang kehidupan selebritis, dunia politik, hukum, agama, budaya, ras, dan sebagainya, semuanya komplit.
Artinya, dengan berbagai macam suku, agama, ras, budaya yang berbeda-beda tersebut. Maka isu-isu negatif yang dibuat media dan mengatas namakan SARA dapat menimbulkan gesekan antar berbagai kelompok.
Celah inilah yang diambil para oknum tak bertanggung jawab dalam menyebar berita bohong atau hoaks.
Sebetulnya media hanyalah berperan sebagai jembatan informasi. Namun terkadang penerimaan informasi ini berbeda-beda, sebab setiap individu atau kelompok memiliki sudut pandang yang berbeda.
Hal ini kemudian dimanfaatkan pelaku hoaks agar menimbulkan kesalahpahaman. Sehingga media dianggap sebagai provokator dalam kerusuhan atau gesekan yang terjadi antar kelompok. Padahal pada dasarnya media tidak mengkotak-kotakan berbagai kelompok.
Melihat hal tersebut sungguh riskan bukan? Karena itu, pentingnya peran media ini jangan sampai disalahgunakan oleh oknum tak bertanggung jawab. Sementara pada 20 Oktober 2019 nanti akan dilaksanakan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Sementara masih terdapat berbagai manuver politik yang disertai dengan maraknya berita hoax yang dapat menggangu berbagai agenda nasional.
Langkah pun harus dilakukan, salah satunya adalah mewujudkan peran media massa melalui upaya penyebaran dan implementasi dari nilai-nilai Pancasila. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan peran media dan komponen lainnya dalam mengawal demokrasi dan program Pembangunan selama lima tahun mendatang. Media harus berperan dalam suksesnya pembangunan nasional dengan jujur menyampaikan juga capaian dan keberhasilan pembangunan yang nantinya akan dilakukan oleh pemerintah, bukan hanya menyajikan kritik atas gagalnya sebuah program pembangunan apalagi ikut menyiarkan informasi hoax yang marak dilakukan oleh oknum tertentu guna mendistorsi hasil pembangunan yang pada ujungnya dapat merusak optimisme bangsa seperti yang terjadi pada periode sebelumnya. Media memang memiliki peran dan fungsi mengontrol atau mengkoreksi serta mengkritisi kebijakan pemerintahan jika dianggap tidak berpihak terhadap masyarakat, dengan kata lain media boleh memberikan ruang bagi kelompok diluar pemerintahan sepanjang dalam koridor demokrasi yang konstitusional dan konstruktif serta tidak berbasis hoax.
Pancasila dengan basis filosofinya yang mendalam sebenarnya mampu untuk menjawab setiap problematika dan perubahan yang ada. Dalam pelaksanaannya saat ini, diperlukan sinergisme untuk bersama-sama mengaktualisasikan Pancasila melalui sistem dan dinamika kekinian.
Sebab itu, media diharapkan dapat mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila, dengan ‘mempromosikan’ atau menyebarkan berita yang menjunjung nilai persatuan. Sehingga media juga berperan sebagai alat pemersatu bangsa dalam menumbuhkan optimisme bangsa.