Pemulihan Ekonomi saat Pandemi Covid-19 Perlu Pengawasan Ketat

Oleh : Raavi Ramadhan

Perekonomian Indonesia yang carut-marut akibat pandemi Covid-19 berusaha dibangkitkan dengan program pemulihan ekonomi nasional.

Dana trilyunan siap digerojokkan oleh pemerintah agar tidak terjadi resesi ekonomi. Namun pemberian dana ini tentu harus diawasi dengan ketat, agar tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Baca Juga

Untuk mengatasi kelesuan ekonomi akibat pandemi Covid-19, pemerintah mencanangkan program ekonomi nasional berupa pemberian subsidi bunga UMKM dan dana pada perbnkan yang terdampak restrukturisasi.

Selain itu ada juga modal negara untuk BUMN, dan investasi pemerintah untuk modal kerja. Pemberian dana berupa subsidi bunga dan lain-lain ini dianggarkan hingga trilyunan rupiah.
Dana segar dengan nominal trilyunan tentu rawan disalahgunakan oleh oknum nakal.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo meminta agar program-program yang ada pada program ekonomi nasional, dilaksanakan dengan sangat hati-hati dan diawasi dengan ketat. Pengawasan ini dilakukan oleh komisi pemberantasan korupsi, BKPB, dan juga kejaksaan agung.
Pernyataan presiden ini dilontarkan dalam rapat terbatas yang membahas penetapan PEN (program ekonomi nasional).

Baca juga: Benarkah Corona Bisa Menular Lewat Hubungan Suami Istri? Begini Hasil Penelitiannya

Dalam rapat yang diadakan secara virtual ini, Jokowi mengingatkan bahwa pemulihan ekonomi dilakukan secara transparan, hati-hati, akuntabel, dan mencegah kerusakan moral. Jadi tidak boleh ada penyimpangan seperti korupsi dana.

Pemberian dana pada program ekonomi nasional ini digelontorkan untuk mencegah terjadinya resesi di Indonesia. Setelah ada evaluasi, maka di kuartal pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 2,97 persen.

Maka di kuartal selanjutnya harus digenjot agar pertumbuhan ekonominya naik lagi. Jangan sampai sama apalagi minus, karena akan menyebabkan resesi yang dikhawatirkan jadi krisis ekonomi jilid 2.

Mengapa harus ada pengawasan ketat saat pemberian dana dari pemerintah kepada BUMN dan Bank serta perusahaan finance?

Penyebabnya tentu ketika ada pemberian bantuan, sangat rawan terjadinya penyunatan dana yang dilakukan oleh oknum nakal. Oleh karena itu, bantuan dari penegak hukum hingga level kejaksaan agung, sangat dibutuhkan. Untuk mengawasi agar pemberian bantuan pada program ekonomi nasional ini berjalan dengan baik, tanpa ada penyimpangan.

Di dalam perppu nomor 23 tahun 2020 pasal 24 ayat 1 jug dipaparkan bahwa mentri melakukan pengawasan dan evaluasi untuk pelaksanaan ekonomi nasional. Sedangkan di ayat 1 dijelaskan bahwa pengawasan dan evaluasi ini terdiri dari evaluasi, pemantauan, dan pengendalian. Jadi program ekonomi nasional ini bisa berjalan tanpa kendala, karena ada monitor yang sangat ketat dari KPK dan juga badan pengawas lain.

Pemberian dana pada program ekonomi nasional tidak bisa disamakan dengan BLBI (bantuan likuditas Bank Indonesia) yang diberikan pemerintah (saat itu), tahun 1998.

Saat itu terjadi krisis ekonomi yang menghantam finansial Indonesia dan pemerintah menerbitkan obligasi rekapitulasi untuk meningkatkan permodalan perbankan. Jadi pemerintah tidak mengulangi program yang dulu kurang berhasil ini.

Bantuan program ekonomi nasional tidak hanya ditujukan pada perbankan, tapi juga ke pelaku UMKM, perusahaan finance, dan juga BUMN. Pengawasannya juga jauh lebih ketat. Jadi tidak bisa disangkutpautkan dengan BLBI.

Dengan adanya pengawasan hingga level kejaksaan agung, maka diharap bisa tepat guna dan tidak ada penyalahgunaan dana. Karena pelaksana program takut akan kekuasaan KPK dan badan pengawas lain yang benar-benar memonitor PEN. Mereka juga takut akan sanksi yang diberikan, jika ketahuan mengkorupsi dana subsidi.

Pemberian dana pada program ekonomi nasional diawasi oleh KPK hingga kejaksaaan agung. Pengawasan ini diperlukan agar tidak ada penyimpangan dan korupsi bantuan dari pemerintah. Dana yang diberikan pada program ekonomi nasional juga tidak bisa disamakan dengan bantuan BLBI, karena sasarannya berbeda dan monitoringnya jauh lebih ketat.

Penulis adalah mahasiswa Universitas Pakuan Bogor

Related Posts

Add New Playlist