Oleh : Ahmad Kurniawan
Sebagian anggota KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan akan dihentikan masa kerjanya dengan hormat. Keputusan ini harap dihargai karena mereka memang memiliki rapor merah, dan tidak sesuai dengan standar KPK. Jangan ada polemik lagi yang berkaitan dengan TWK karena saat ini tinggal penantian masa pelantikan jadi ASN.
Ketika pegawai KPK akan diangkat jadi aparatur sipil negara, mereka wajib menjalani tes wawasan kebangsaan, dan hasilnya ada 75 orang yang tidak lolos.
Baca Juga
Penyebabnya adalah mereka gagal menjawab pertanyaan dengan benar, yang berupa materi tentang SARA, rasisme di Indonesia, keberagaman, terorisme, organisasi terlarang dan separatisme, dll.
Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK, menyatakan bahwa dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos, sebanyak 51 orang akan diberhentikan dengan hormat.
Namun yang akan diberhentikan masih boleh melanjutkan kerjanya sampai 1 November 2021, walau pengangkatan pegawai lain jadi Aparatur Sipil Negara secara resmi pada tanggal 1 juni 2021.
Keputusan ini sontak membuat masyarakat heboh karena ada pegawai KPK yang dirumahkan pasca mengerjakan tes wawasan kebangsaan.
Akan tetapi, Alexander Marwata beralasan bahwa pemberhentian para pegawai ini sudah melalui proses perdebatan yang panjang. Karena dari 51 orang itu diibaratkan memiliki rapor merah.
Masyarakat diharap tidak memprotes keputusan ini, karena para petinggi KPK juga mempertimbangkannya dengan matang, bukan dengan emosional. Keputusan yang diambil adalah kolektif, bukan sekadar pemaksaan pendapat dari 1 orang dari jajaran petinggi KPK. Jadi tidak mungkin ada modus tertentu, untuk menyingkirkan 1 di antara 51 orang itu, demi balas dendam pribadi.
Lagipula jika dilihat dari statistik, pegawai KPK yang mengikuti tes wawasan kebangsaan ada lebih dari 1.000 orang. Sementara yang tidak lolos tes ada 75 orang, berarti tidak sampai 10%. Hal ini menandakan bahwa tes wawasan kebangsaan sebenarnya mudah untuk dilakukan dan penilaiannya benar-benar fair. Lagipula, pembuatan tes tak hanya dari KPK tapi juga lembaga negara lain.
Jika ingin menjegal banyak pegawai KPK maka bisa saja tes wawasan kebangsaan dibuat sesulit mungkin. Namun buktinya tidak, karena yang tak lolos TWK hanya 75 orang. Berarti yang salah hanya sebagian kecil pegawai dan belum diumumkan siapa saja yang tidak lolos.
Dari 75 orang pegawai KPK itu dan disaring jadi 51 orang yang akan dirumahkan, mereka harus legowo menerima keputusan ini. Dalam artian, jika dipertahankan, para pegawai ini akan sedikit merepotkan, karena mereka tidak lolos tes wawasan kebangsaan dengan nilai yang cukup rendah.
Padahal materi tes ini sebenarnya sudah beredar luas karena merupakan tes wajib bagi calon CPNS di Kementrian atau lembaga lain.
Bayangkan jika mereka terus diangkat jadi ASN, mau jadi apa? Malah bisa memanfaatkan pangkat dan jabatan untuk keperluan tertentu.
Jika benar mereka memiliki relasi yang erat dengan kelompok teroris, akan mempengaruhi bawahannya atau menggunakan uang tunjangannya untuk mendukung organisasi terlarang.
Hal ini bukanlah negative thinking, tetapi bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati? Daripada nanti bermasalah saat diangkat ASN, lebih baik mereka diberhentikan dengan hormat. KPK tetap berterima kasih atas kinerja mereka selama ini dan semoga mereka sadar mengapa tak lolos TWK.
Sementara 24 orang lainnya (dari 75 orang yang tak lolos TWK) akan mendapat pembinaan dengan kedinasan dan wawasan kebangsaan. Mereka masih mendapatkan dispensasi, karena skornya mepet dari minimal lolos. Semoga setelah pembinaan, mereka akan menjadi pegawai negeri yang berintegritas dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.
Pemberhentian sebagian anggota KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan sudah benar, karena mereka memang memiliki skor rendah. Sebaiknya permasalahan ini tak usah dibahas lagi, karen sebentar lagi pegawai KPK lain akan diangkat jadi ASN. Kita lebih baik fokus ke depan, ke rencana pemberantasan korupsi, daripada mengurusi polemik TWK.
Penulis adalah kontributor Lingkar pers dan Mahasiswa Cikini