Untuk mengatasi kekurangan gizi dan gizi buruk (malnutrisi), pemerintah RI mengambil pendekatan yang komprehensif dan berpusat pada masyarakat. Pendekatan ini dipuji oleh dunia internasional dalam ajang KTT Nutrisi untuk Pertumbuhan 2025 di Paris.
Afshan Khan, Koordinator Scaling Up Nutrition (SUN) Movement yang berbasis di Ottawa, tampak menyimak secara serius paparan Amich Alhumami tentang strategi utama Indonesia mengatasi kekurangan gizi dan gizi buruk (malnutrisi).
Dengan menoleh kepalanya ke arah Deputi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas itu, Afshan Khan tampak mencatat poin-poin paparan tersebut, seraya mengangguk kepala.
Dari depan panggung, tampak ratusan peserta dengan keberagaman kulitnya dan warna-warni bendera dari berbagai negara dan organisasi dunia. Mereka juga serius menyimak paparan, mencatat, dan sesekali berbisik dengan peserta lain yang duduk disampingnya. Sesekali terdengar tepuk tangan secara spontan, bagi beberapa peserta yang antusias.
Itulah sekilas nuansa Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Nutrisi Pertumbuhan/Nutrition for Growth (N4G) yang berlangsung di Paris, 27-28 Maret 2025, menjelang hari raya Idul Fitri tiba.
Gambaran nuansa tersebut, antara lain terukir pada diskusi penel kedua dengan topik “The Nutrition Investment Revolution: A New Era of Country-led Smarter and Sustainable Financing to Drive Impact”. Diskusi panel ini merupakan side event N4G Summit Paris 2025.
KTT N4G Paris 2025 merupakan forum pertemuan puncak multi-pemangku kepentingan yang mengadvokasi komitmen keuangan dan politik tentang gizi dan keterkaitan dengan sektor-sektor yang lain; kemudian mendorong dialog di antara berbagai kalangan di seluruh dunia untuk membahas pembangunan gizi.
Peserta inti KTT ini terdiri dari 32 negara dan peserta non intinya terdiri dari puluhan kelembagaan internasional yang mencakup sektor swasta, perbankan, industri, lembaga penelitian, organisasi masyarakat sipil, filantropi, dan sebagainya.
Penyelenggaranya Kementerian Eropa dan Kementerian Luar Negeri Prancis atas sokongan UNICEF, Stronger Foundations for Nutrition, dan Scaling Up Nutrition (SUN), Paris Peace Forum, The Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN), dan organisasi global lainnya.
Amich Alhumami selaku Deputi PMK Bappenas, mewakili tim delegasi pemerintah RI yang terdiri dari Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Luar Negeri, diundang khusus sebagai salah satu panelis bersama para pejabat tinggi dan tokoh penting internasional lainnya.
Selain Amich, palenis lainnya adalah H.E. Baroness Chapman, Menteri Bidang Pembangunan Internasional Inggris; H.E. Carlos Gabriel Cardoza, Wakil Menteri Bidang Kebijakan Publik dan Manajemen Kesehatan El Salvador; dan Juan Pablo Uribe, Direktur Global untuk Kesehatan Gizi dan Populasi di Bank Dunia dan Direktur di Global Financing Facility for Women Children and Adolescents (GFF).
Pendekatan dan paradigma mengatasi permasalahan gizi
“Gizi bukan hanya masalah kesehatan. Masalah ini juga sangat terkait dengan pendidikan, perlindungan sosial, pertanian, dan pembangunan ekonomi. Itulah sebabnya kebijakan kami berfokus pada tata kelola yang kuat, pembiayaan yang berkelanjutan, dan akuntabilitas untuk memastikan dampak yang nyata,” papar Amich Alhumami pada sesi diskusi panel N4G Paris 2025.
Bagi pemerintah RI, di antara nilai-nilai yang menginspirasi dari KTT N4G Paris 2025 adalah energi, komitmen, dan visi bersama secara global dalam mengatasi kesenjangan akses, kualitas, dan keterkaitan erat gizi dengan sektor pembangunan yang lain.
“Nutrition isn’t just a technical issue—it’s a matter of justice, dignity, and opportunity for all; nutrition and healthy food is the right of the people,” lanjut Amich Alhumami.
Pendekatan komprehensif, berpusat pada masyarakat, serta dan aksi keadilan sosial tersebut, menurut Amich, belum semua diterapkan oleh negara anggota PBB, terutama beberapa peserta KTT N4G Paris 2025.
Berbagai strategi tersebut sejalan dengan tiga sasaran KTT N4G Paris 2025. Pertama, menyelaraskan kebijakan dan sumber daya, dengan mengintegrasikan gizi ke dalam upaya pembangunan yang lebih luas di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, dan aksi iklim.
Berikutnya, menutupi kesenjangan pendanaan dengan memberikan investasi terkoordinasi untuk menjembatani kekurangan dana gizi tahunan sebesar USD13 miliar. Terakhir, menetapkan target rencana gizi nasional yang terukur, menetapkan target pendanaan, serta menerapkan sistem pelacakan yang kuat untuk memastikan akuntabilitas.
Lima strategi utama pemerintah Indonesia
Pendekatan komprehensif dan aksi pemerintah RI mengatasi permasalahan gizi terangkum ke dalam lima strategi utama. Hal ini dipaparkan Amich Alhumami di hadapan pemimpin global, regional dan nasional yang menjadi peserta KTT N4G Paris 2025 pada serangkaian pertemuan global ini.
Pertama, mengintegrasikan kebijakan pembangunan gizi dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2025-2029. Tujuannya agar gizi tetap menjadi prioritas utama secara konstitusional.
Kedua, melacak dan menandai pengeluaran, baik belanja maupun alokasi anggaran, untuk gizi, yang ditempuh dengan memastikan investasi mengarah pada perbaikan dalam kehidupan masyarakat.
“Setiap satu dolar yang dibelanjakan untuk gizi, harus dipertanggungjawabkan kepada publik untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” papar Amich Alhumami, yang juga doktor Social Anthropology Universitas Sussex, UK.
Ketiga, memperkuat peran pemerintah daerah (Pemda) melalui pendanaan dan pengembangan kapasitas untuk memastikan program gizi efektif di tingkat masyarakat. Hal ini ditempuh mengingat luasnya wilayah dan besarnya demografi Indonesia dengan tata kelola pembangunan yang relatif kompleks di era desentralisasi
“Oleh karena itu, pelaksanaan program pembangunan gizi juga cukup rumit dalam hirarki tata kelola pemerintahan yang bertingkat, pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, sehingga peran Pemda sangat perlu diperkuat dalam pembangunan gizi masyarakat,” papar Amich.
Keempat, penggunaan teknologi seperti platform e-HDW atau e-PPGBM. Berbagai perangkat ini, lanjut Amich, untuk membantu pekerja garis depan dalam melacak layanan gizi secara real time.
Strategi terakhir, berupa perluasan program gizi utama, melalui program makan bergizi gratis (MGB) di sekolah-sekolah, inisiatif gizi ibu dan anak, dan suplementasi gizi mikro atau mikronutrien.
MBG jadi sorotan dunia
Menurut Amich Alhumami, pemerintah Indonesia sudah relatif lama menjadikan gizi sebagai prioritas nasional dan agenda strategis, tetapi pada periode pemerintahan 2024-2029 semakin menonjol.
“Itu karena diperkuat oleh Presiden Prabowo Subianto dengan berinvestasi dalam pembangunan gizi melalui program MBG, dengan target anak-anak sekolah, santri, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita; suatu kelompok sasaran strategis yang akan berdampak langsung pada upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia,” papar Amich.
Program MBG sebetulnya tidak disorot secara spesifik oleh para peserta N4G Paris 2025, tetapi menjadi stimulus perbincangan tentang pengalaman pemerintah RI mengatasi kekurangan gizi dan gizi buruk, sehingga menjadi sorotan dunia.
Hal itu mengemuka di kalangan pemerintah Prancis, Inggris, Jerman, Swiss, Venezuela, India, Singapura, Kerajaan Lesotho, dll; serta para pemimpin organisasi dunia seperti Bank Dunia untuk Kesehatan, Asian Development Bank (ADB), International Fund for Agricultural Development (IFAD), Nutrition International, The Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN), dan sebagainya.
Rata-rata mereka berpandangan, pengalaman pelaksanaan strategi utama pemerintah RI dalam mengatasi permasalahan gizi dapat meningkatkan human capital & human development untuk mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen sampai 2029. Persentase ini memang sejalan dengan target Presiden Prabowo Subianto.
Di mata mereka, karena program MBG menjangkau lintas sektor dalam mengatasi permasalahan gizi, prestasi belajar siswa, dan pangan dengan kelompok sasaran yang besar sekitar lebih dari 82 juta jiwa, maka program MBG dapat menjadi instrumen penting dalam mengonsolidasi kebijakan pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi serta mempercepat target kedaulatan pangan, transformasi kondisi Laik Sanitasi Hegiene, transparansi dan akuntabilitas anggaran dan pembiayaan, dan optimalisasi teknologi digital.
Tiga faktor utama penghambat pembangunan gizi
Menyimak berbagai respon positif tersebut, bukan berarti pembangunan gizi Indonesia nihil dari kendala. Amich Alhumami memetakan, terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan dan menghambat kemajuan pembangunan gizi di Indonesia.
Pertama, kemauan politik yang kuat. “Gizi merupakan prioritas nasional, dan komitmen ini memastikan kami untuk tetap berada di jalur yang benar,” terang Amich.
Kedua, tata kelola dan akuntabilitas yang lebih baik. “Melacak anggaran gizi dan memantau hasilnya membantu memastikan bahwa investasi membuat perbedaan menjadi faktor ini,” sambung Amich. Ketiga, kolaborasi lintas sektor. “Gizi bukan hanya tentang makanan—ini tentang pendidikan, sanitasi, perlindungan sosial, dan stabilitas ekonomi,” lanjut Amich.
Di sisi lain, tantangan pembangunan gizi yang dihadapi pemerintah Indonesia hadapi adalah kompleksitas desentralisasi. Meskipun pemerintah daerah memainkan peran besar, kata Amich, perbedaan sumber daya dan kapasitas dapat menciptakan kesenjangan dalam kemajuan.
Tantangan selanjutnya mengubah pola pikir dan perilaku. Nutrisi, papar Amich Alhumami, juga berkaitan dengan budaya dan kebiasaan. Mendorong pilihan makanan yang lebih sehat memerlukan waktu dan upaya.
Tantangan lainnya mempertahankan pembiayaan jangka panjang. Pemerintah Indonesia, kata Amich, terus memastikan bahwa dana untuk nutrisi tetap stabil dan terus bertambah seiring berjalannya waktu.
“Kami melihat sejumlah tantangan ini sebagai peluang untuk berinovasi dan melakukan yang lebih baik. Itulah sebabnya kami berinvestasi dalam sistem yang lebih kuat, keterlibatan masyarakat yang lebih baik, dan kebijakan yang lebih cerdas untuk mengatasinya,” papar Amich di hadapan sejumlah peserta KTT N4G Paris 2025.
Menyimak pendekatan, aksi, strategi utama, faktor penghambat dan sejumlah tantangan pembangunan gizi di Indonesia yang dipresentasikan oleh Amich Alhumami, salah satu tokoh peserta N4G Summit Paris 2025 terpandang, Kyoto Shibata Okamura, menyampaikan rasa terima kasihnya atas pengalaman Indonesia dalam mengatasi permasalahan gizi.
“Very pleased to meet you, Pak Amich. And thank you for all your contributions and dedication to the nutrition agenda”, ujar Senior Nutrition Specialist di Bank Dunia Kesehatan ini di sela-sela diskusi panel dalam KTT N4G Summit Paris 2025.
Respon yang lain, disampaikan secara langsung kepada Amich Alhumami, dari Profesor David Nabarro. “I was super-impressed by his presentation on behalf of Indonesia,” ujar Co-Direktur and Ketua Kesehatan Global Imperial’s Institute of Global Health Innovation berbasis di London.