Oleh : Made Raditya
Pemerintah telah mengusulkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR. Selain menjadi solusi untuk memangkas peraturan yang berbelit, kebijakan tersebut dapat menyerap tenaga kerja sebagai imbas bonus demografi.
Pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja rupanya telah melebihi 75%. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law terus dikebut. Pemerintah dan DPR juga terus menjalin komunikasi.
Baca Juga
Ia juga pernah mengatakan bahwa dampak dari Pandemi Covid-19 yang merupakan krisis di bidang kesehatan telah meluas ke sektor ekonomi akibat dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga membuat banyak orang yang bekerja di perusahaan atau industri terdampak PHK.
Bahkan kondisi ini diperparah dengan meningkatnya jumlah pengangguran, dari 7 juta orang menjadi 10 juta orang. Peningkatan ini nyatanya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara maju seperti Eropa, Jerman hingga Amerika.
Baca juga: Pancasila Sudah Final, Tolak Komunisme dan Radikalisme
Dampak dari meningkatnya pengangguran sangatlah terasa, yakni meningkatnya angka kemiskinan serta penurunan daya beli masyarakat Indonesia.
Untuk bangkit dari permasalahan ini, tentu pemerintah harus fokus pada penciptaan lapangan kerja di tengah pemulihan ekonomi nasional.
Pemerintah juga menggodok program bernama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Program ini disiapkan sebagai tindak lanjut dari RUU Cipta Kerja.
Hal tersebut tentu saja memberikan sisi keuntungan bagi buruh berkaitan dengan jaminan kesejahteraan, apabila industri yang mempekerjakannya menutup usahanya atau melakukan PHK.
Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini bertujuan untuk mengakomodasi sejumlah pasal dalam 71 undang-undang yang terkait dengan investasi. Penggabungan aturan tersebut diklaim untuk memangkas perizinan dan rantai birokrasi yang berpotensi menghambat investasi.
Pada kesempatan sebelumnya, Susiwijiono Moegiarso selaku Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, penyelesaian RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Diharapkan bisa selesai dibahas sebelum tanggal 17 Agustus 2020.
Dalam sebuah video conference Susiwijiono mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja telah lebih dari 10 kali dibahas oleh panitia kerja (PANJA) Baleg.
Ia juga menekankan bahwa pemerintah serta DPR akan mempercepat pembahasan aturan tersebut. Pemerintah beralasan, produk hukum ini bisa memulihkan kembali dunia usaha di tengah pandemi Covid-19.
Pengamat Ekonomi Rahma Gafmi mengatakan, bahwa regulasi seperti Omnibus Law diperlukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia, dirinya sepakat bahwa omnibus law itu banyak sisi positifnya.
Menurut Rahma, omnibus law RUU Cipta Kerja sebagai regulasi sapu jagat harus segera selesai dibahas. Sebab regulasi tersebut akan memberi ketegasan terhadap regulasi yang tumpang tindih antara pusat dan daerah.
Dirinya menyebut, pembuatan regulasi ini berfungsi untuk mengubah budaya Indonesia. Khususnya dalam membuat regulasi serupa dengan aturan sebelumnya.
Hal tersebut rupanya berdampak buruk. Karena akan menjadikan proses perizinan terkendala oleh tumpang tindihnya aturan.
Dengan aturan yang jelas, dampak positif akan datang. Dirinya memprediksi bahwa pemodal akan datang membanjiri Indonesia dengan investasi, karena mereka tidak takut proses perizinannya dihambat regulasi.
Selain berdampak pada kemudahan perizinan investasi, omnibus law RUU Cipta Kerja akan memberikan dampak positif kepada perkembangan UMKM dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Ekonom dari Universitas Padjajaran, Anang Muftiadi, berpendapat, Rancangan Undang-undang cipta kerja akan mendorong UMKM agar dapat menyerap banyak tenaga kerja.
Anang menilai demikian karena RUU ini memiliki fokus untuk memajukan UMKM, serta menjadikannya sebagai lead project karena ini merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatian. Sebab, karakteristik bisnisnya bermacam-macam dan tenaga kerjanya juga berbeda-beda.
Sedangkan untuk kemudahan dalam memulai usaha dan meningkatkan investasi, khususnya untuk UMKM, memurut Anang, konteksnya harus dilihat secara luas, karena investasi ini jangan diartikan hanya berasal dari asing.
Ia berpendapat, ketika masyarakat kelas menenengan dan kecil memulai usaha, ini juga bisa disebut investasi dalam negeri yang juga mendorong terciptanya lapangan pekerjaan.
Pembahasan Omnibus Law jangan sampai disalah artikan bahwa pemerintah dan DPR tidak peduli dengan dampak pandemi covid-19. RUU Cipta Kerja ini semestinya dapat mengawal pekerja di Indonesia agar kedepannya hak-hak para pekerja bisa dipenuhi 100 % oleh para pengusaha.
Kita semua harus membuka mata bahwa tidak sedikit masyarakat Indonesia yang kehilangan pekerjaannya, oleh karena itu kita memerlukan sebuah formula untuk membangkitkan geliat ekonomi yang sebelumnya mengalami gonjang-ganjing.
Penulis aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa cikini