Mendukung Pasal Penghinaan Presiden dalam RUU KUHP

Oleh : Denny Indriyana

RUU KUHP sedang jadi perhatian karena mencantumkan pasal-pasal tentang penghinaan presiden. Masyarakat sangat mendukungnya karena seorang kepala negara tentu tidak boleh dihina oleh rakyatnya sendiri. Jika ia waras, maka akan menghormati Presiden karena Presiden merupakan pilihan rakyat.

Sejak pilpres 2014 berakhir, masih saja ada aroma permusuhan dari kedua pendukung. Hal ini agak aneh karena kedua paslon saat ini baik-baik saja, tetapi fans fanatik satu pihak masih tidak terima. Akhirnya untuk mengungkapkan kekesalannya, mereka mengkritik keras setiap kebijakan pemerintah dan bahkan nekat membuat plesetan atau meme dengan materi foto/berita Presiden Jokowi.

Baca Juga

Meme ini beda jauh dengan karikatur yang ada di surat kabar, karena ia adalah editan foto yang dibuat sedemikian rupa, dengan maksud ‘menjatuhkan’ seseorang. Bagaimana bisa seorang WNI malah membuat meme dengan mengedit wajah Presiden sedemikian rupa, sehingga jadi bahan olok-olok? Walau Presiden Jokowi selama ini diam saja, tetapi orang-orang di sekitarnya yang tidak bisa terima.

Oleh karena itu, hukuman 3 tahun 6 bulan dirasa setimpal bagi oknum nakal yang nekat menghina Presiden, baik melalui editan foto atau media lain. Karena mereka memang harus ‘dijewer’ agar ingat bahwa menjaga marwah Presiden adalah kewajiban bagi tiap warga negara Indonesia, apapun pilihan politik dan afiliasinya.

Hukuman bagi oknum nakal tersebut dimaksudkan sebagai efek jera, karena mereka selama ini sudah terlalu lama mengusik Presiden dan wakilnya di dunia maya, dengan seenaknya membuat plesetan, anekdot, dll. Bagaimana bisa mereka berempati? Jika Presiden sekalipun malah diserang, padahal tugasnya untuk memimpin negara begitu beratnya.

Jika ada yang menghina Presiden menjadi suatu tekanan psikologis. Walau Presiden Jokowi tetap tenang, tetapi sebagai rakyat Indonesia kita perlu mendukungnya, agar punya emosi positif. Sehingga akan memimpin Indonesia dengan brilian.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan bahwa pasal penghinaan presiden RUU KUHP dibuat agar Indonesia tidak menjadi negara liberal. Berbeda dengan yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, negara kita bisa menjadi sangat liberal jika membiarkan pasal penghinaan presiden tidak jadi ada dalam RUU KUHP.

Dalam artian, Indonesia adalah negara demokrasi dan bukannya liberal seperti Amerika serikat. Demokrasi artinya boleh berpendapat tetapi harus sesuai dengan norma dan aturan yang ada. Karena jika kebablasan, akan sangat berbahaya, karena akan saling menyerang dan melewati batas kesopanan.

Bayangkan jika tiap orang boleh membuat meme, editan foto, atau hoaks tentang Presiden dan wakilnya, mau jadi apa negara ini? Presiden yang posisinya setinggi itu saja dihina, apalagi rakyat jelata? Jika tidak ada warning via pasal penghinaan dalam RUU KUHP, maka tiap orang bisa saja melakukan serangan di media elektronik dan dunia maya.

Jika dunia maya sudah teracuni dengan hal-hal negatif seperti meme, maka iklimnya akan negatif dan netizen Indonesia dianggap sangat ganas. Karena terlalu nekat saat menghina presidennya sendiri. Hal ini akan berpengaruh ke dunia perdagangan internasional, dan investor bisa saja menarik uangnya, karena takut berurusan dengan orang Indonesia yang dianggap kurang beradab.

Oleh karena itu, tiap WNI wajib mendukung pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP. Pasal ini bukan untuk mengikat kebebasan di Indonesia, melainkan justru mengatur agar mereka tidak kebablasan. Kita tentu wajib menjaga etika dan perilaku, dan tidak boleh menginjak marwah Presiden.

Pasal penghinaan presiden dimaksud sebagai cara untuk mengendalikan, agar tidak ada yang berulah kurangajar, dengan membuat gambar atau plesetan mengenai Presiden dan wakilnya. Karena kedudukan pemimpin wajib dihormati dan tak boleh diinjak-injak oleh oknum nakal. Masyarakat mendukung penuh pasal ini, karena mereka tak ingin Presiden tersayang dihina-hina.

Penulis adalah warganet tinggal di Sumedang

Related Posts

Add New Playlist