Oleh: Zakaria
Hoaks dan disinformasi merupakan virus berbahaya yang dapat menghambat penanganan Covid-19. Pemerintah dan masyarakat pun diminta untuk tetap bersinergis dalam memberantas hoaks dan disinformasi tersebut.
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) menemukan 97 isu hoaks terkait vaksin covid-19 hingga 1 Februari 2021.
Koordinator pengendalian konten Internet Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Anthonius Malau mengatakan, 97 isu hoaks tersebut ,tersebar di 280 konten media social.
Dalam sebuah kesempatan konferensi pers terkait hoaks yang disiarkan secara daring, Anthonius mengatakan “Di Facebook tetap tertinggi dengan adanya 198 konten hoaks, diikuti twitter dengan 39, youtube 22, tiktok 15 dan Instagram 6.
Anthonius melanjutkan, jumlah itu merupakan akumulatif dari penambahan hoaks sepekan ini yakni 10 isu hoaks yang tersebar di 83 platform media social pada rentang 25 hingga 31 Januari 2021. Namun demikian, Kemenkominfo telah menindaklanjuti temuan hoaks itu dengan men-takedown maupun memblokirnya.
Sementara, Anthonius mengungkapkan, ada sekitar 1.402 hoaks terkait Covid-19 secara umum Hal ini merupakan rekapitulasi sejak 23 Januari 2020 hingga Februari 2021 yang tersebar di 2.242 konten media sosial.
Pada Januari lalu, sempat beredar video berdurasi 2.04 menit di media sosial yang menampilkan cuplikan video penjelasan Ketua Tim Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Thohir, beserta potongan video lainnya, yang mengklaim bahwa vaksin Covid-19 memiliki komponen yang bisa melacak lokasi orang yang telah disuntik vaksin Covid-19.
Faktanya, Informasi tersebut tidaklah benar.
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informasi, Dedy Permadi, menyatakan bahwa informasi tersebut adalah hoaks. Barcode yang terdapat pada kemasan vaksin Covid-19, yang dijelaskan oleh Erick Thohir dalam video tersebut, digunakan untuk pelacakan distribusi vaksin dan tidak menempel pada orang yang telah menerima vaksin.
Selain itu, sempat beredar pula berita heboh yang menyatakan bahwa vaksin sinovac memiliki kandungan berbahaya, hingga penyalahan arti tulisan di kemasan vaksin.
Hoax vaksin Sinovac cukup meresahkan masyarakat sehingga membuat mereka ragu untuk mengikuti program vaksinasi. Pihak Bio Farma menegaskan untuk tidak mudah percaya dengan berita tidak resmi semacam itu.
Selain itu ada pula hoax yang menyatakan bahwa Sinovac merupakan vaksin yang mengandung sel vero yang berasal dari kera hijau Afrika dan tidak teruji kehalalannya. Tentu saja informasi ini tidak benar dan tidak logis.
Ada juga hoaks yang mengatakan bahwa kandunga boraks dan formalin disebut-sebut terdapat pada vaksin corona. Padahal vaksin sinovac diproduksi tanpa menggunakan pengawet dan tidak mengandung bahan seperti boraks atau formalin.
Dalam proses produksinya, vaksin Sinovac menggunakan metode inactivated untuk mematikan virus sehingga vaksin tersebut tidak mengandung virus hidup atau yang dilemahkan.
Penyebaran hoaks di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat pelik, dimana masalah ini rupanya menjadi pemicu fenomena putusnya pertemanan, gesekan dan permusuhan.
Dari permasalahan ini tentu saja muncul pertanyaan, mengapa banyak orang yang mudah percaya dengan informasi-informasi hoax dan mengapa pula penyebarannya begitu massif meski kebenarannya belum dapat dipastikan.
Kehebohan hoaks terkait vaksin juga berhasil menyusup pada aplikasi chating WhatsApp yang menyebutkan bahwa Kasdim 0817 Gresik, Mayor Sugeng Riyadi, meninggal dunia setelah mendapatkan suntikan Vaksin Covid-19.
Faktanya Mayor Inf, Sugeng Riyadi mendapatkan vaksin di RSUD Ibnu Sina pada 15 Januari lalu, dan hingga saat ini dirinya berada dalam keadaan sehat walafiat Laras Sekarasih, PhD selaku dosen Psikologi Media dari Universitas Indonesia (UI) mengatakan, orang lebih cenderung percaya hoaks apabila informasi yang didapat sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki.
Misal seseorang memang tidak setuju dengan program vaksin, lantas di dunia maya muncul berita hoax tentang bahaya vaksin, hal tersebut tentu saja membuat dirinya mudah percaya dengan berita sesat tersebut.
Secara natural, perasaan positif akan timbul di dalam diri seseorang ketika ada yang mengafirmasi apa yag dipercayai. Perasaan terafirmasi tersebut juga menjadi pemicu seseorang dengan mudahnya meneruskan informasi hoax ke pihak lain.
Penyebaran hoax, selain karena adanya perasaan terafirmasi, juga dipengaruhi oleh anonimitas pesan hoax itu sendiri.
Hoax bisa dilawan dengan cara mencari berita dengan sumber pembanding dan tidak mudah membagikan berita yang hanya mengejar keviralan. Jangan sampai ibu jari kita menekan 1 tombol yang membuat banyak orang tersesat.
Penulis adalah warganet tinggal di Bogor
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur menunjukkan progres signifikan sebagai bukti nyata komitmen…
Pemerintah Indonesia terus berupaya memastikan bahwa Pilkada Serentak 2024 dapat berjalan dengan lancar dan sukses.…
Sinergitas TNI, Polri, dan KPU Jadi Kunci Keamanan Pilkada Serentak 2024 Menjelang Pilkada serentak 2024…
Calon Gubernur Jakarta Pramono Anung tidak mempermasalahkan pertemuan yang terjadi antara Presiden ke tujuh Joko…
Kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Suswono pada tanggal 26 Oktober lalu saat acara Deklarasi…
Ancam Stabilitas Bangsa, Presiden Prabowo Perkuat Pengawasan Peredaran Narkoba Oleh: Darmawan Hutagalung Presiden Prabowo Subianto…