Oleh : Anisa Medina (Mahasiswa PTN Ilmu Politik di Jakarta)
Sudah menjadi hal biasa jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) diserang dengan isu antek asing, keturunan PKI, dan isu negatif lainnya.
Tapi tuduhan-tuduhan itu tak lantas membuat pandangan masyarakat terhadap Jokowi menjadi buruk, malah banyak kepala daerah yang mendeklarasikan dukungan terhadap Jokowi karena memang mereka benar-benar merasakan program dan visi misi yang disusun Jokowi semenjak menjabat menjadi Presiden 2014 lalu.
Baca Juga
Selain karena berasal dari Parpol pengusung Jokowi-Ma’ruf, sejumlah Gubernur dan kepala daerah menyatakan dukungan karena dilandasi penilaian subjektif mereka.
Uniknya, dukungan itu juga ada yang berasal dari kepala daerah usungan Parpol non Petahana koalisi pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.
Misalnya, dukungan dari Gubernur Lukas Enembe (Gubernur Papua), Tuan Guru Bajang Zainul Majdi (Gubernur NTB), dan Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur) yang dalam Pilkada diusung Partai Demokrat. Sementara, Demokrat sendiri sudah memilih untuk mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.
Dukungan Kepala Daerah terhadap Jokowi–Ma’ruf tidak menyalahi aturan apapun. Karena posisi Kepala Daerah merupakan jabatan politik sehingga tidak melanggar aturan saat menyatakan pandangan politiknya.
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 63, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 ayat 2, kepala daerah dapat menjadi anggota tim kampanye.
Syaratnya, mengajukan cuti untuk kampanye di hari kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 62 PKPU itu. Disebut di aturan tersebut, dibatasi satu hari cuti pada hari kerja, dan dipersilakan untuk berkampanye di hari libur.
Di sisi lain, politik tumbuh dengan dukungan publik dan Pilpres 2019 akan menjadi magnet perhatian nasional. Keberpihakan kepala daerah pada salah satu calon presiden malah dapat mendatangkan insentif elektoral bagi kepala daerah bersangkutan sehingga dapat mengurangi Golput di daerah tersebut.
Bukti nyata yang menjadi magnet dukungan mengalir kepada Jokowi adalah karena berhasil merebut Blok Mahakam, ladang Migas di Kalimantan Timur pada 2015 lalu. Blok Migas yang sebelumnya dikelola Total, perusahaan asal Prancis itu kemudian diakuisisi dan diserahkan kepada Pertamina.
Selanjutnya, Jokowi juga sukses mengakuisisi Blok Rokan, blok Migas yang terdapat di Riau. Blok Migas itu direbut dari tangan perusahaan asal Chevron (AS) dan kemudian diserahkan kepada Pertamina.
Terakhir dan paling sulit, adalah merebut tambang emas Freeport dari tangan Amerika. Dengan perjuangan penuh liku, saham mayoritas Freeport kini sudah di tangan pemerintah Indonesia dan juga telah diserahkan pengelolaannya kepada Inalum.
Dengan begitu dapat sudah sangat jelas program Nawacita Jokowi benar-benar berpihak kepada masyarakat. Pembangunan nasional difokuskan tidak hanya terpusat di Jawa, sebaliknya, masyarakat pedesaan bahkan di luar Jawa bisa merasakan pembangunan yang selama ini dikebut oleh Jokowi.
Maka tidak sedikit kepala daerah yang mendukung Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinannya agar pembangunan dapat bertahap, berlanjut, dan berkesinambungan untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan dapat bersaing di kancah internasional.
Jadi tidak sepantasnya Jokowi dilabeli dengan isu sebagai antek asing dan isu lainnya karena memang sudah terbukti kinerja Presiden Jokowi berpihak kepada rakyat dan bangsa Indonesia.