Jaga Afirmasi Perempuan, Ramdansyah: Pemungutan Suara Ulang di 686 TPS Suara Perempuan Harus Dikawal

Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah mengingatkan semua pihak untuk menjaga dan mengawal suara perempuan. Hal tersebut tidak hanya dilakukan pada saat penghitungan suara secara berjenjang. Namun juga pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 686 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

“Ada satu hal yang perlu kita jaga, dimana kemarin orang tidak paham bagaimana suara perempuan dicurangi. Artinya suara perempuan di TPS tidak diperhatikan. Artinya ada kecurangan ada kemudian orang kan menganggap 686 TPS kan potensi dicurangi ada, suara yang digelembungkan kan kira-kira begitu. Ini ada curang harus dibuka pertanyaan apakah ada yang memperhatikan suara perempuan dari 686 TPS tersebut,” ujar Ramdansyah saat diskusi di Radio Elshinta Bandung, Selasa (27/2/2204).

“Karena terjadi ‘kekisruhan’ PSU ini saya lihat untuk suara perempuan siapa sih yang mengawasi. Ada nggak memperhatikan,” imbuh Ramdansyah yang pernah menjabat sebagai Ketua Panwaslu DKI Jakarta.

Baca Juga

Mengawal suara perempuan jelas Ramdansyah sangat penting. Jangan sampai cita-cita afirmasi perempuan 30% di parlemen dapat terhambat karena insiden penghitungan suara, sehingga perempuan hanya menjadi aksesori di Pemilu 2024.

Padahal, Undang-Undang Pemilu sudah banyak mengatur afirmasi terhadap keterwakilan perempuan dan juga penyelenggara Pemilu.

Ramdansyah mengingatkan kembali soal Caleg Perempuan dari Partai Golkar Melli Darsa di Dapil Jabar 3 yang meminta kepada penyelenggara agar menunjukkan kesungguhan dalam penghitungan suara perempuan baik dalam Sirekap maupun rekapitulasi berjenjang.

Karena itu, Ramdansyah kembali mengingatkan semua pihak untuk mengawal suara perempuan.

Saat diskusi di Radio Elshinta Bandung, bertajuk “Bagaimana melihat efektivitas pemungutan suara ulang (PSU) di 686 tempat pemungutan suara (TPS) di 38 provinsi seluruh Indonesia oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)”? Ramdansyah mengatakan PSUitu adalah kewajiban dan perintah dari Undang-Undang. Dilakukan ketika misalnya ada surat suara yang rusak, ada yang tidak terdaftar dalam DPT tetapi dia bisa memilih maka dilakukan PSU. Atau terjadi bencana, seperti banjir.

“Apakah kemudian PSU itu menjadi efektif, 0,1 persen karena jumlah total itukan 823.220 TPS. Artinya kalau 686 TPS dia nggak sampai 1 persen. Sehingga ketika pertanyaannya apakah efektif untuk kemudian diproses sebagai kualitas demokrasi lebih baik atau hasil lebih baik, karena tidak mungkin merubah prosentasi penghitungan yang sekarang sedang dilakukan secara berjenjang oleh KPU,” jelas Ramdansyah.

“Yang kedua efek dari pemenang, lembaga survei kan dari awal menjadi lembaga marketing politik, karena ada asumsi bahwa masyarakat tentu saja ingin memilih mereka yang menang atau kandidat yang berpeluang menang. Sama seperti ketika PSU di 686 TPS maka potensi nya tidak akan mengejar suara pasangan calon presiden hari ini. Biasanya sekitar 50 persen pemilih yang datang sudah bagus, karena diselenggarakan PSU bukan hari libur atau diliburkan. Kedua, Potensi orang akan memilih yang menang, nggak mungkin memilih yang kalah. Secara psikologis itu muncul,” imbuhnya.

Lebih lanjut Ramdansyah mengatakan, terkait PSU ada parpol yang menganggap isu ini tidak efektif, lalu diarahkan kepada kualitas demokrasi yang kurang bagus, maka larilah kepada isu yang lain. Semisal hak angket ujung-ujungnya menyatakan pendapat oleh DPR.

“PSU hanya 0,1 persen atau tidak sampai 800 TPS. Jadi tidak mungkin merubah secara materil jumlah komposisi suara yang hari ini telah berlangsung. Katakanlah calon tersebut sudah mencapai lebih 50 persen maka satu putaran. Jadi menurut saya soal efektif jadi relatif. Kalau saya melihat potensi ini menjadi kurang efektif,” ujar Ramdansyah.

“Kemudian apabila dibawa ke Mahkamah Konstitusi terkait dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) dan dugaan ini maka juga kemudian tidak terpenuhi.
Karena biasanya hakim konstitusi meminta 50 persen plus atau kemudian 400 ribuan TPS terjadi pelanggaran,” imbuh Ramdansyah.

Walaupun PSU terjadi merata di seluruh provinsi yang ada, tapi kemudian cakupannya jelas Ramdansyah tidak sampai 50 persen dari jumlah TPS.

Related Posts

Add New Playlist