Oleh : Eka Gumilang (Pengamat Sosial Politik)
Gerakan Buruh Bersama Rakyat berencana akan menggelar demonstrasi saat Presiden Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR di Gedung DPR/MPR Jumat (16/8). Dalam aksi tersebut rencananya Gebrak ingin menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang – undang Ketenagakerjaan.
Salah satu pengurus Sentral Gerakan Buruh Nasional Akbar Rewako mengatakan bahwa revisi undang – undang tersebut sangat kental dengan kepentingan pengusaha. Terdapat beberapa poin yang menjadi keberatan buruh dalam revisi UU Ketenagakerjaan. Seperti pengupahan, flesibilitas dalam hal jam kerja, hingga wacana pengurangan kewajiban pesangon bagi karyawan yang mengalami PHK.
Baca Juga
Rencana pemerintah untuk mengubah UU Nomor 13 tahun 2003 itu juga mengatur perihal jam kerja para buruh agar semakin fleksibel. Akbar menilai bahwa buruh bisa bekerja lebih lama atas perintah atasan jika UU tersebut direvisi.
Padahal kebijakan mengenai pemberian pesangon untuk pekerja formal di Indonesia terbilang lebih tinggi dibanding negara lain. Seperti misalnya Eropa yang hanya memberikan tiga kali gaji untuk masa kerja 10 tahun, khususnya Spanyol maksimal 7 kali gaji.
Pengaturan yang sudah dibuat sejak 16 tahun silam tersebut dianggapnya sudah membuat pelaku usaha takut untuk masuk ke sektor formal, sehingga memilih bergerak di informal. Hal tersebtu dikarenakan pengaturannya tidak seketat jika berubah formal.
Diketahui dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 156 menyebutkan bahwa dalam hal pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Sebagai contoh, masa kerja 8 tahun atau lebih berhak mendapatkan pesangon sebesar sembilan kali gaji. Lalu untuk uang penghargaan dengan masa kerja tersebut adalah empat bulan gaji. Dengan demikian, total yang didapatkan adalah 13 kali gaji.
Sebelumnya Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menilai bahwa UU Ketenagakerjaan yang ada saat ini sudah usang karena terlalu lama belum direvisi. Padahal situasinya berbeda jauh dari 16 tahun silam saat payung hukum tersebut dibuat. Salah satu contoh, terkait jam kerja yang tidak sama lagi pada era digital saat ini dengan kantor formal pada umumnya.
Dalam UU Ketenagakerjaan disebut bahwa waktu kerja bisa dilakukan 7 jam per hari, 40 jam dalam sepekan untuk 6 hari kerja dalam seminggu. Sementara, bagi perusahaan yang mewajibkan karyawannya masuk 5 hari kerja dalam 1 pekan, waktu kerja seharinya wajib 8 jam dan 40 jam dalam satu pekan.
Ia mengatakan bahwa Undang – undang tersebut sudah bolong di mana – mana, sehingga memang sudah sebaiknya diganti.
Selain itu, berbagai indikator perubahan gaji juga harus dikaji ulang agar menyesuaikan dengan kondisi sekarang. Dalam hal ini, poin pengupahan ada dalam aturan turunannya, yakni PP Nomor 78 tahun 2015.
Pihaknya juga telah mengingatkan agar Jokowi bisa mendengarkan federasi buruh yang realistis dan dewasa dalam menyikapi kondisi sekarang. Bukan kelompok buruh yang hanya suka demo, bikin macet dan melayangkan kritikan tanpa alasan yang tepat.
Aksi demo buruh juga sebenarnya memang sesuatu yang usang, seakan demo buruh telah menjadi agenda tahunan bagi para buruh, ironinya ketika mereka beraksi, para elit buruh banyak yang melakukan sweeping dan mengajak buruh yang lain untuk turut serta dalam aksi, hasilnya tidak sedikit justru yang berangka demo sambil bercanda seakan tidak paham akan isu yang sedang diangkat.
Kalaupun ada yang ingin disampaikan, kenapa mesti ada demo dan melibatkan buruh yang mungkin tidak ngerti apa – apa. Apakah dengan semakin ramainya buruh maka semua buruh akan bahagia? Atau jangan – jangan cuma elite buruhnya saja yang merasa bahagia karena merasa superior diantara buruh yang lain.
Saya yakin, tidak semua buruh memaksa untuk menolak revisi Undang – Undang tersebut, kalaupun menolak tentu ada yang merasa bahwa dirinya tidak perlu turun ke jalan. Apaiya mereka tidak punya twitter, toh bisa gunakan hastagh biar masuk trending topic dan syukur kalau dibaca oleh Presiden Joko Widodo.
Para buruh juga sudah semestinya menyadari, bahwa dunia industri saat ini tengah berubah apalagi dengan masuknya tahap revolusi industri 4.0. Buruh sudah semestinya lebih kreatif dan bersyukur.