Oleh: Denny Siregar, penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Revisi UU KPK diajukan DPR untuk mencegah penyakit meluas.
Dari poin revisi RUU yang ada, akan dibentuk pengawas khusus untuk mengawasi kinerja KPK secara teknis supaya KPK tidak menjadi liar.
Baca Juga
Dewan pengawas ini akan mengatur penyadapan sehingga KPK tidak asal menyadap siapa saja sesuai kepentingan golongan mereka.
Dan KPK kelak, tidak bisa mengurus kasus korupsi di bawah 1 miliar rupiah. Kasus seperti ini harus diserahkan kepada kepolisian atau jaksa untuk meneruskan penyelidikannya.
Selain itu, KPK tidak lagi menjadi lembaga “negara di atas negara”. KPK akan berada di bawah pemerintah pusat dan pegawainya akan menjadi ASN.
Dengan begitu, semua aturan tentang ASN akan dikenakan kepada pegawai KPK, termasuk rotasi dan mutasi pegawai.
Sebagai catatan saja, Novel Baswedan sudah di KPK selama 12 tahun lamanya. Dia seperti mahasiswa abadi di perguruan tinggi yang tidak mau lulus, karena di sanalah eksistensinya.
Kalau menjadi ASN, Novel kemungkinan besar akan keluar dari KPK dan wadah pegawai KPK akan bubar jalan.
Apakah KPK akan menerima situasi ini?
Ow, tentu tidak.
Mungkin dari semua peran DPR selama lima tahun ini yang “percum tak bergun”, baru revisi RUU inilah hasil yang harus didukung semua.
Untuk menjaga eksistensi pemegang remote di dalamnya, KPK melawan. Mereka mengerahkan LSM-LSM yang selama ini mereka naungi. Mereka juga membangun opini-opini bahwa ada yang ingin “membunuh KPK”.
Pola KPK mirip kadal gurun yang memainkan drama “termehek-mehek” supaya mendapat simpati. Mereka menggunakan nama terkenal sebagai bemper di depan untuk melindungi mereka.
Para tokoh ini punya niat baik untuk melindungi KPK, tapi tidak paham bahwa mereka hanya dimanfaatkan oleh “oknum” di dalam KPK.
Supaya keren dan masyarakat bernostalgia, mereka menggunakan judul, “Cicak vs Buaya 4.0”.
Ini konsep terzalimi, yang selama ini efektif mereka gunakan sebagai propaganda. Polri menjadi pihak yang disalahkan, karena harus ada musuh supaya diperangi bersama.
KPK sekarang bukan KPK yang dulu lagi yang dibentuk demi tujuan mulia. KPK sudah bertransformasi menjadi senjata kepentingan. Bukan KPK-nya yang salah, tetapi oknum-oknum di dalam yang pikirannya hanya masalah politik kekuasaan dan uang.
Revisi RUU KPK harus didukung, karena itulah obat demi penyakit parah di dalam KPK. Obat itu untuk menyembuhkan KPK, bukan membunuhnya.
Mungkin dari semua peran DPR selama lima tahun ini yang “percum tak bergun”, baru revisi RUU inilah hasil yang harus didukung semua.
Demi KPK. Demi lembaga yang kita cintai bersama.
Seruput Kopinya