Begini Adab Tertawa Bagi Muslimah!

Laporan : Halwa Fitriosa Khalida Falaquera

Sebagai seorang muslimah tentunya kita harus menjaga perilaku kita dengan baik, menjaga cara berjalan kita , berbicara kita, melirik, dan lain sebagainya yang harus kita perhatikan dan jaga.

Bahkan didalam tertawa pun muslimah harus memiliki adab, terkadang memang kita sebagai seorang muslimah sering melupakan tentang perkara ini, ketika sedang bersenda gurau dengan teman ataupun kerabat, secara spontan atau tidak kita selalu tertawa bahkan sampai terbahak-bahak dengan suara yang amat kencang.

Baca Juga

Allah telah menciptakan tertawa, sebagaimana firmannya: “Dialah dzat Allah yang menciptakan tertawa dan menangis.”

Memperbanyak tertawa adalah sifat tercela sebagaimana sabda Nabi: “Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya seandainya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, niscaya kalian pasti akan sedikit tertawa dan banyak menangis.“

Dan dalam islam juga seperti yang sudah kita segala sesuatu yang berlebihan itu dilarang, salah satunya tertawa hingga terbahak-bahak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam juga menganjurkannya sebagaimana terdapat dalam hadits Abdullah bin al Harits yang mengatakan,

”Tertawanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya sekedar senyum,” (HR. Tirmidzi). Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah,” (HR. Tirmidzi).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jangan sering tertawa karena seringnya tertawa itu mematikan hati.” Tsabit al Bananiy mengatakan,

”Tertawanya seorang mukmin adalah bagian dari kelalaiannya yaitu kelalaian terhadap perkara akherat dan jika dirinya tidak lalai maka tidaklah ia tertawa.”

Ada 5 hal yang harus kita ketahui sebagai seorang muslimah tentang adab tertawa ini, berikut penjelasan yang dilansir dari ruangmuslimah.com :

1. Meneladani Nabi dalam senyuman dan tawa beliau.
Dari Ka’ab bin Malik r.a, ia berkata: ”Rasulullah apabila (ada sesuatu yang membuatnya) senang (maka) wajah beliau akan bersinar seolah-olah wajah beliau sepenggal rembulan.“ (HR Al-Bukhari kitab al-Maghaazi bab Hadiits Ka’ab bin Malik (no. 4418), al-Fat-h (VIII/142))

Baca juga: Tak Perlu Demo Gugatan UU Cipta Kerja Dapat Melalui MK

2. Jangan tertawa apabila hanya untuk mengejek, mengolok, mencela dan sebagainya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Hujurat: 11).

3. Cukup tertawa secukupnya dan Tidak memperbanyak tertawa.
“Berhati-hatilah dengan tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (Hadits shahih, Shahiibul Jaami’ (no.7435)).

4. Tertawa bukanlah suatu profesi, karena hal itu alami dan lumrah terjadi
”Celakalah bagi orang-orang yang bercakap-cakap dengan suatu perkataan untuk membuat sekelompok orang tertawa (dengan perkataan tersebut), sedang ia berbohong dalam percakapannya itu, celakalah baginya dan celakalah baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi kitab az-Zuhd bab Man Takallama bi Kalimatin Yudh-hiku bihan Naas (no. 2315), telah di hasankan oleh Syaikh al-Albani dengan nomor yang sama, terbitan Baitul Afkar ad-Dauliyah)

Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi bahwa maknanya adalah apabila seseorang berbicara dengan suatu pembicaraan yang benar untuk membuat orang lain tertawa, hukumnya adalah boleh. Al-Ghazali berkata, ”Jika demikian, haruslah sesuai dengan canda Rasulullah, tidak dilakukan kecuali dengan benar, tidak menyakiti hati dan tidak pula berlebih-lebihan.”

5. Tidak berlebih-lebihan dalam tertawa dan terbahak-bahak dengan suara yang keras.
Etika tertawa; ”Aku tidak pernah melihat Rasulullah berlebih-lebihan ketika tertawa hingga terlihat langit-langit mulut beliau, sesungguhnya (tawa beliau) hanyalah senyum semata.” (HR. Al-Bukhari kitab al-Aadab bab at-Tabassum wadh Dhahik (no. 6092), al-Fat-h (X/617)).

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, ”Yaitu, tidaklah aku melihat beliau berkumpul dalam hal tertawa, di mana beliau tertawa dengan sempurna dan suka akan hal tersebut secara keseluruhan.”

Tertawa yang berlebihan dapat menyebabkan muslimah kehilangan izzahnya. Maka seorang muslimah dianjurkan untuk banyak tersenyum tetapi tidak banyak tertawa.

Related Posts

Add New Playlist