Oleh: Rizal Arifin
Kritik oposisi terhadap Pemerintah terkait target pertumbuhan ekonomi dibawah 6 persen mejadi sorotan. Statistik ekonomi makro tidak bisa dicerna layaknya ilmu pasti.
Perlu diketahui bahwa ekonomi terbatas pada asumsi. Semua dalil ekonomi yang pernah ada di dunia selalu diakhiri dengan adagium “cateris paribus”.
Baca Juga
“All other things being equal” anggapan bahwa hal lain yang tidak diukur dalam prediksi, dianggap tidak berubah. Ada faktor sosial atau kondisi masa depan force majure tidak dapat diukur dengan statistik dan nilai moneter.
Keyakinan ini menguatkan dalil ekonomi klasik Adam Smith yang menyatakan ada tangan tak tampak (invisible hand) dalam kegiatan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dibawah target 6 persen bukanlah sebuah dosa Pemerintah. Situasi ekonomi global yang sedang melambat bahkan mundur berdampak signifikan membatasi akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Bahkan lembaga keuangan sekaliber IMF dan World Bank pun tidak memperkirakan kondisi ini. Revisi terhadap sebagian besar proyek dan target mereka pun terjadi besar-besaran.
Di tengah goncangan ekonomi global, arogansi Bank Sentral AS juga tiada kunjung berhenti. Otoritas Washington menyelamatkan mata uang mereka tanpa mempertimbangkan ekuilibrium moneter internasional.
Penarikan dolar AS secara gila-gilaan dengan kebijakan moneter kontraktif menggunakan instrumen menaikan suku bunga dilakukan berkali-kali.
Tekanan likuiditas dan mata uang pun tak dapat dihindari. Selain itu, perang dagang berkepanjangan antara AS dengan China juga berimbas menekan perekonomian negara mitra dagang mereka.
Pada situasi ekonomi global yang melemah, pertumbuhan 5,17 persen adalah capaian yang bagus dan patut disyukuri. Kondisi tersebut tidak menyurutkan Pemerintah untuk mengejar target ekonomi pada indikator lain.
Pemerintahan Joko Widodo telah berhasil menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan penurunan ketimpangan. Di era sebelumnya, ketimpangan ekonomi meningkat walaupun perekonomian berakselerasi.
Capaian ini dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat hingga ke semua lapisan golongan.
Berbagai program utama didesain Pemerintah untuk pemerataan yang berdampak langsung kepada masyarakat sudah direalisasikan dengan baik.
Penyelesaian atas tiga masalah utama perekonomian yaitu kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan yang menjadi prioritas telah dicapai dengan baik.
Program RAPS (Reforma Agraria Perhutanan Sosial), Dana Desa, Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Beras Sejahtera (Rastra) berjalan maksimal dan efektif.
Masifnya pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, jalan tol, bandara, pelabuhan, irigasi, waduk, rel KA, pembangkit listrik, dan sebagainya adalah komitmen suci Pemerintah memikirkan kepentingan nasional jangka panjang hingga puluhan tahun ke depan.
Bahwa Pemerintahan Presiden Joko Widodo menempatkan kepentingan publik diatas segalanya tidak hanya untuk jangka pendek, tetapi juga puluhan tahun ke depan dipikirkan dengan matang.
Kebijakan nan bijaksana Kepala Negara ini layak dilanjutkan. Pembangunan infrastruktur secara eksesif di wilayah timur dan pedesaan patut diacungi jempol.
Implikasinya tidak hanya menafkahi kebutuhan tetapi juga menjalankan mandat pemerataan keadilan sosial dan keadilan ekonomi.
Kondisi APBN pun semakin membaik. Indikator Defisit Keuangan Primer (DKP) digunakan untuk instrumen pengukuran. Di akhir Pemerintahan SBY, DKP mencapai Rp 142 triliun sedangkan pada tahun 2018 berkisar di angka Rp 60 triliun.
Tahun 2019 diproyeksikan DKP tidak melebihi Rp 20 triliun. Defisit Keuangan Primer (DKP) adalah selisih kekurangan penerimaan negara yang tidak termasuk utang terhadap belanja negara.
Artinya kemandirian fiskal sedang berjalan, seluruh belanja (di luar pembayaran utang) hampir bisa ditutupi oleh penerimaan domestik.
Dapat diyakini bahwa negeri ini tetap gagah tumbuh di tengah kemerosotan melanda dunia. Dampaknya dirasakan nyata oleh masyarakat dan terukur dengan berbagai indikator perekonomian.
Tidak dapat disangkal bahwa kritikan oposisi hanyalah upaya teror kepada ibu pertiwi untuk kepentingan busuk politik mereka.
Pembangunan dan kepemimpinan nasional harus dilanjutkan menuju Indonesia mercusuar dunia.