Oleh : Moses Waker
Gubernur Provinsi Papua Barat Dominggus Mandacan mendorong pemerakaran daerah otonom baru (DOB) Provinsi Papua Barat Daya yang telah diperjuangkan oleh masyarakat wilayah Sorong Raya kurang lebih 12 tahun. Masyakat pun mendukung pemekaran wilayah tersebut yang memberikan banyak manfaat bagi rakyat.
Wacana pemekaran wilayah Papua terus mendapat respons positif, salah satunya berasal dari Gubernur Provinsi Papua Barat Dominggus Mandacan.
Baca Juga
Ketua Tim Percepatan Pemekaran calon Provinsi Papua Barat Daya, Lambert Jitmau menuturkan, Dukungan Gubernur Dominggus dibuktikan dengan diterbitkannya SK Gubernur Papua Barat Nomor 125/72/3/2020 tentang Persetujuan Pembentukan provinsi Papua Barat Daya sebagai provinsi Papua Barat Daya pada tanggal 12 Maret 2020, dan SK tersebut sudah diserahkan kepada Presiden melalui Mendagri serta kepada kementerian dan lembaga terkait.
Lambert mengatakan bahwa SK Gubernur Papua Barat tersebut guna melengkapi atau memenuhi serta melakuan pembaruan berkas yang dibutuhkan dalam rangka Pembentukan Daerah Otonom Baru Provinsi Barat Daya.
Sebab syarat utama pemekaran daerah otonom baru Provinsi Papua Barat Daya harus mendapatkan persetujuan dari Gubernur Provinsi Papua Barat kareja daerah-daerah yang akan menjadi wilayah (DOB) Papua Barat Daya saat ini berada di wilayah Provinsi Papua Barat.
Lambert juga menjelaskan bahwa dalam surat keputusan Gubernur tersebut menyebutkan Ketua Tim Percepatan adalah Wali Kota Sorong, Wakil Ketua adalah Bupati Sorong Selatan, Sekretaris Tim adalah Bupati Tambrauw, Wakil Sekretaris adalah Bupati Raja Ampat, Bendaharan adalah Bupati Maybrat dan wakil bendahara adalah bupati Sorong.
Tim yang dibentuk oleh Gubernur tersebut merupakan tim yang sah untuk memeperjuangkan DOB Papua Barat Daya.
Dikatakan bahwa tim telah bekerja maksimal dan sudah melakukan berbagai audiensi baik dengan Kemendagri, kemenkopolhukam, dan Komisi II DPR RI guna mendorong pemekaran DOB.
Kebijakan pemekaran Papua merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mempercepat pembangunan di Papua. Apalagi di papua masih banyak yang tergolong ke dalam daerah-daerah tertinggal.
Dalam rencana pemekaran di Papua, Pemerintah juga telah melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat adat Papua, pemerintah juga telah melibatkann berbagai pihak termasuk masyarakat adat Papua.
Jika melihat luas dan kondisi geografis Papua, memang perlu adanya pemekaran, namun pelaksanaann sebaiknya bertahap dan tetap harus mengutamakan kebutuhan masyarakat.
Jangan sampai pemekaran wilayah ini hanya menjadi kebutuhan politik elite tertentu. Masyarakat perlu diajak dialog untuk menentukan hal ini. Sementara itu, terkait apa perlu badan khusus yang mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan dana otsus.
Pemekaran wilayah Papua tidak akan berdampak buruk bagi masyarakat Papua dan tidak serta merta menimbulkan wacana disitegrasi. Namun begitu pemekaran provinsi yang berada di Timur Indonesia harus pula memperhatikan kebutuhan masyarakat agar mereka bisa merasakan kesejahteraan pasca pemekaran Papua tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Papua Barat, Filep Wamafma saat berbicara dalam webinar series pusat studi kemanusiaan dan pembangunan (PSKP) bertema “potensi positif pemekaran bagi Papua”
Filep Berujar, jangan pernah takut akan isu pemekaran. Keliru jika menilai pemekaran menjadi sebuah opsi dalam mencegah disintegrasi. Papua itu sudah final NKRI. Apabila roh utama dari Otonomi Khusus (otsus) yang ada di Papua ini sudah ada ketakutan dan mengandung upaya mencegah disintegrasi maka itu harusnya dipahami oleh pemerintah.
Oleh sebab itu, dirinya meminta agar jangan ada diskriminasi, terutama bagi warga asli Papua. Masyarakat Papua adalah stakeholder utama yang harus diikuti kemauannya.
Sementara itu, Plt Kasubdit Otonomi Khusus 1, Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Kuswanto menyatakan, pembangunan yang adil dan merata dalam pemekaran wilayah akan mencegah upaya disintegrasi.
Pelibatan masyarakat dalam mewujudkan pemekaran Papua memang harus melibatkan masyarakat, karena nantinya harus memperhatikan juga batas wilayah adat, harus ada sidang adat tentang lokasi tanah adat dan hak-hak masyarakat adat.
Apalagi dalam pasal 76 UU Nomor 35 Tahun 2008, yang menyebutkan bahwa kebijakan pemekaran provinsi baru di Papua, haruslah dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan SDA dan kemampuan ekonomi serta perkembangan di masa mendatang.
Pemekaran di Papua tentu saja dapat memberikan manfaat bagi pembangunan Papua, meski demikian ada beberapa aturan main dimana pemerintah pusat dan daerah harus melibatkan masyarakat dan tokoh adat di Papua.
Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo