Badan Restorasi Gambut (BRG), yang di komandoi oleh Nazir Foead, mengandeng Yayasan Kitong Bisa kembangkan abon ikan dari masyarakat asli Papua, di Kabupaten Merauke.
Komitmen memulainya pengembangan abon ikan di Merauke dibarengi dengan kunjungan Kepala BRG Nazir Foead ke Kampung Pachas, Distrik Muting, Merauke, Selasa (17/11).
Kampung Pachas menjadi kampung binaan BRG. Dalam kunjungan itu, rombongan BRG dan Kitong Bisa, hadir menyaksikan peluncuran dan penjualan abon ikan yang di produksi dari wilayah Gambut, yang berhasil di jual hingga ke Jawa.
BRG dan Yayasan Kitong Bisa berkomitmen tingkatkan SDM Papua dan penguatan ekonomi masyarakat di area gambut.
Baca Juga
Baca juga: Waspada Provokasi OPM Jelang Ulang Tahunnya
Kepala BRG Nazir Foead mengatakan masyarakat perlu menjaga keharmonisan antara manusia dan alam di Papua. BRG tetap mendorong pengembangan sumber daya manusia di kawasan gambut.
Pengembangan itu dengan meningkatakan kapasitas masyarakat lebih kreatif dengan memanfaatkan potensi alam yang ada.
“Dengan memberikan bantuan revitalisasi ekonomi, merupakan insentif bagi masyarakat dalam menjaga dan mengelola lahan gambut secara berkelanjutan.” ujarnya.
Dijelaskan Nazir, masih sangat luas ekosistem gambut di Papua yang dalam kondisi baik dan dijaga oleh masyarakat. Untuk itu pemerintah tetap berupaya maksimal, agar masyarakat terus mendapatkan manfaat dari ekosistem gambut.
Nazir Foead menambahkan, sampai dengan tahun 2020, BRG telah memberikan 69 paket Revitalisasi Ekonomi di Papua. 9 paket melalui skema penugasan di Kabupaten Merauke dan 60 paket melalui skema tugas pembantuan.
Adapun jenis kegiatan revitalisasi ekonomi masyarakat di Provinsi Papua berupa budidaya tanaman sagu, penanaman padi, pelatihan pembuatan abon ikan, pengadaan alat tangkap ikan ramah lingkungan dan peternakan babi.
Area prioritas kerja BRG di Papua tahun 2020 tersebar di 5 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yakni, KHG Sungai Kumbe – Sungai Bian, KHG Sungai Ifufeki Obathrow – Sungai Ifufeki Berapto/ KHG Sungai Ifufeki Berapto – Sungai Ifufeki Obat, KHG Sungai Kuis – Sungai Bapai, KHG Sungai Buru Mappi – Buru Obaa, KHG Sungai Jaman – Sungai Kawarga yang mencakup lintas Kabupaten Merauke, Asmat dan Mappi.
“Untuk pengembangan kapasitas dan peningkatan kemampuan masyarakat, saat ini program Desa Peduli Gambut (DPG) dilaksanakan pada 12 desa dan 10 mini demplot (kebun percontohan,” ujarnya.
Hadir dalam pertemuan tersebut, Staf Khusus Presiden RI asal Papua: Billy Mambrasar. Billy mengapresiasi program ini yang bukan hanya berhasil mendampingi masyarakat mengembangkan product, akan tetapi juga memasarka abon ikan yang diolah warga suku Marind di Kampung Pachas, Distrik Muting Merauke itu, ke berbagai wilayah di Indonesia.
Billy Mambrasar sangat menekankan pentingnya membuka akses pasar sebelum produksi dijalankan, sehingga sudah ada jaminan serapan pasar.
“Abon ikan yang diproduksi masyarakat Kampung Pachas dan akan diserap oleh pasar di Surabaya. Merupakan langkah yang tepat, bahwa bukan hanya mendampingi memberikan pelatihan, akan tetapi masyarakat juga dibantu dalam hal pemasaran dan ini di harapkan berjalan sesuai apa yang impikan masayarakat,” ujarnya.
Adapun BRG akan bekerja sama dengan Yayasan Kitong Bisa yang berfokus pada pengembangan SDM anak muda Papua pada 2020 untuk membantu mengembangkan kapasitas masyarakat dalam mengolah sumber daya perikanan, mulai dari proses produksi abon ikan, sertifikasi hingga pemasaran.
Kelompok pembuat abon ikan di Kampung Pachas terdapat 2 kelompok kerja pengelolaan abon ikan dengan kemasan modern.
Kelompok I diketuai Stevanus Mahuze dan kelompok II diketuai Dortea Mahuze. Kelompok ini membuat abon ikan dengan memanfaatkan ikan rawa dalam wilayah gambut.
Dortea Mahuze mengatakan, selama ini kelompoknya sudah memproduksi abon ikan dalam skala kecil berdasarkan permintaan. Bahan olahan berupa ikan yang dijaring di rawa. Lalu diolah dengam cara tradisional dan mengunakan rempah-rempah alami seperti daun srey, daun salam dan bumbu lainya.
“Ikan yang kami gunakan adalah ikan gabus (gastor) dan ikan kakap,” ujarnya.
Dortea Mahuze mengaku pengembangan ekonomi melalui pemanfaatan potensi alam tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan Badan Restorasi Gambut.
“Kami berharap bimbingan ini berkelanjutan sehingga dapat meningakatkan ekonomi masyarakat kampung,” harapnya.
Kampung Pachas berada di pinggiran Kali Bian dan masuk dalam wilayah suaka marga satwa. Untuk mencapai kampung ini butuh perjalanan 5 jam dengan jarak tempuh dari Kota Merauke lebih dari 200 kilo meter. Kampung ini dihuni oleh warga asli Suku Marind Merauke.